Senin, 17 September 2012

FOTO





Anestesi Spinal

Anestesi Spinal

Definisi
 Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai blok spinal intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgesik lokal ke dalam ruang subarachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L56.
Mekanisme Kerja Anestesi Regional
Zat anestesi lokal memberikan efek terhadap semua sel tubuh, dimana tempat kerjanya khususnya pada jaringan saraf. Penggunaan pada daerah meradang tidak akan memberi hasil yang memuaskan oleh karena meningkatnya keasaman jaringan yang mengalami peradangan sehingga akan menurunkan aktifitas dari zat anestesi lokal (pH nanah sekitar 5)8. Anestesi lokal mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf, efeknya pada aksoplasma hanya sedikit saja. Sebagaimana diketahui, potensial aksi saraf terjadi karena adanya peningkatan sesaat (sekilas) pada permeabilitas membran terhadap ion Na akibat depolarisasi ringan pada membran. Proses inilah yang dihambat oleh obat anestesi lokal dengan kanal Na+ yang peka terhadap perubahan voltase muatan listrik (voltase sensitive Na+ channels). Dengan bertambahnya efek anestesi lokal di dalam saraf, maka ambang rangsang membran akan meningkat secara bertahap, kecepatan peningkatan potensial aksi menurun, konduksi impuls melambat dan faktor pengaman (safety factor) konduksi saraf juga berkurang. Faktor-faktor ini akan mengakibatkan penurunan kemungkinan menjalarnya potensial aksi, dan dengan demikian mengakibatkan kegagalan konduksi saraf8,9.
Ada kemungkinan zat anestesi lokal meninggikan tegangan permukaan lapisan lipid yang merupakan membran sel saraf, sehingga terjadi penutupan saluran (channel) pada membran tersebut sehingga gerakan ion (ionik shift) melalui membran akan terhambat. Zat anestesi lokal akan menghambat perpindahan natrium dengan aksi ganda pada membran sel berupa10 :

1.    Aksi kerja langsung pada reseptor dalam saluran natrium.
Cara ini akan terjadi sumbatan pada saluran, sehingga natrium tak dapat keluar masuk membran. Aksi ini merupakan hampir 90% dari efek blok. Percobaan dari Hille menegaskan bahwa reseptor untuk kerja obat anestesi lokal terletak di dalam saluran natrium.
2.    Ekspansi membran.
Bekerja non spesifik, sebagai kebalikan dari interaksi antara obat dengan reseptor. Aksi ini analog dengan stabilisasi listrik yang dihasilkan oleh zat non-polar lemak, misalnya barbiturat, anestesi umum dan benzocaine.
Untuk dapat melakukan aksinya, obat anestesi lokal pertama kali harus dapat menembus jaringan, dimana bentuk kation adalah bentuk yang diperlukan untuk melaksanakan kerja obat di membran sel. Jadi bentuk kation yang bergabung dengan reseptor di membran sel yang mencegah timbulnya potensial aksi. Agar dapat melakukan aksinya, obat anestesi spinal pertama sekali harus menembus jaringan sekitarnya8.

Teknik Anestesi Spinal
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat. Adapun langkah-langkah dalam melakukan anestesi spinal adalah sebagai berikut4 :
1)    Setelah dimonitor,tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri bantal kepala,selain enak untuk pasienjuga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.
2)    Penusukan jarum spinal dapat dilakukan pada L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.
3)    Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol.
4)     Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3ml.
5)    Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90º biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan kateter.
6)    Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa ± 6cm.

Indikasi Anestesi Spinal
            Adapun indikasi untuk dilakukannya anestesi spinal adalah untuk pembedahan daerah tubuh yang dipersarafi cabang T4 ke bawah (daerah papila mammae ke bawah)13. Anestesi spinal ini digunakan pada hampir semua operasi abdomen bagian bawah (termasuk seksio sesaria), perineum dan kaki4.
Kontraindikasi
Pada Anestesi spinal terdapat kontraindikasi absolut dan relatif. Kontraindikasi Absolut diantaranya penolakan pasien, infeksi pada tempat suntikan, hipovolemia, penyakit neurologis yang tidak diketahui, koagulopati, dan peningkatan tekanan intrakanial, kecuali pada kasus-kasus pseudotumor cerebri. Sedangkan kontraindikasi relatif meliputi sepsis pada tempat tusukan (misalnya, infeksi ekstremitas korioamnionitis atau lebih rendah) dan lama operasi yang tidak diketahui. Dalam beberapa kasus, jika pasien mendapat terapi antibiotik dan tanda-tanda vital stabil, anestesi spinal dapat dipertimbangkan, sebelum melakukan anestesi spinal, ahli anestesi harus memeriksa kembali pasien untuk mencari adanya tanda-tanda infeksi, yang dapat meningkatkan risiko meningitis14.
Syok hipovolemia pra operatif dapat meningkatkan risiko hipotensi setelah pemberian anestesi spinal. Tekanan intrakranial yang tinggi juga dapat meningkatkan risiko herniasi uncus ketika cairan serebrospinal keluar melalui jarum, jika tekanan intrakranial meningkat. Setelah injeksi anestesi spinal, herniasi otak dapat terjadi14.
Kelainan koagulasi dapat meningkatkan risiko pembentukan hematoma, hal ini sangat penting untuk menentukan jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan operasi sebelum menginduksi anestesi spinal. Jika durasi operasi tidak diketahui, anestesi spinal yang diberikan mungkin tidak cukup panjang untuk menyelesaikan operasi dengan mengetahui durasi operasi membantu ahli anestesi menentukan anestesi lokal yang akan digunakan, penambahan terapi spinal seperti epinefrin, dan apakah kateter spinal akan diperlukan14.
Pertimbangan lain saat melakukan anestesi spinal adalah tempat operasi, karena operasi di atas umbilikus akan sulit untuk menutup dengan tulang belakang sebagai teknik tunggal.  Anestesi spinal pada pasien dengan penyakit neurologis, seperti multiple sclerosis, masih kontroversial karena dalam percobaan in vitro didapatkan  bahwa saraf demielinisasi lebih rentan terhadap toksisitas obat bius lokal14.
Penyakit jantung yang level sensorik di atas T6 merupakan kontraindikasi relatif terhadap anestesi spinal seperti pada stenosis aorta, dianggap sebagai kontraindikasi mutlak untuk anestesi spinal, sekarang mungkin menggabungkan pembiusan spinal dilakukan dengan hati-hati dalam perawatan anestesi mereka deformitas dari kolomna spinalis dapat meningkatkan kesulitan dalam menempatkan anesetesi spinal. Arthritis, kyphoscoliosis, dan operasi fusi lumbal sebelumnya semua faktor dalam kemampuan dokter anestesi untuk performa anestesi spinal. Hal ini penting untuk memeriksa kembali pasien untuk menentukan kelainan apapun pada anatomi sebelum mencoba anestesi spinal14.

Komplikasi
Komplikasi analgesia spinal dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi lambat. Komplikasi berupa gangguan pada sirkulasi, respirasi dan gastrointestinal14.
Komplikasi sirkulasi14:
1)    Hipotensi
Tekanan darah yang turun setelah anestesi spinal sering terjadi. Biasanya terjadinya pada 10 menit pertama setelah suntikan, sehingga tekanan darah perlu diukur setiap 10 menit pertama setelah suntikan, sehingga tekanan darah perlu diukur setiap 2 menit selama periode ini. Jika tekanan darah sistolik turun dibawah 75 mmHg (10 kPa), atau terdapat gejala-gejala penurunan tekanan darah, maka kita harus bertindak cepat untuk menghindari cedera pada ginjal, jantung dan otak. Hipotensi terjadi karena vasodilatasi, akibat blok simpatis, makin tinggi blok makin berat hipotensi.
Pencegahan hipotensi dilakukan dengan memberikan infuse cairan kristaloid (NaCl, Ringer laktat) secara cepat segera setelah penyuntikan anestesi spinal dan juga berikan oksigen. Bila dengan cairan infus cepat tersebut masih terjadi hipotensi harus diobati dengan vasopressor seperti efedrin 15-25 mg intramuskular. Jarang terjadi, blok spinal total dengan anestesi dan paralisis seluruh tubuh. Pada kasus demikian, kita harus melakukan intubasi dan melakukan ventilasi paru, serta berikan penanganan seperti pada hipotensi berat. Dengan cara ini, biasanya blok spinal total dapat diatasi dalam 2 jam14.
2)     Bradikardia
Bradikardia dapat terjadi karena aliran darah balik berkurang atau karena blok simpatis, Jika denyut jantung di bawah 65 kali per menit, berikan atropin 0,5 mg intravena14.
3)     Sakit Kepala
Sakit kepala pasca operasi merupakan salah satu komplikasi anestesi spinal yang sering terjadi. Sakit kepala akibat anestesi spinal biasanya akan memburuk bila pasien duduk atau berdiri dan hilang bila pasien berbaring. Sakit kepala biasanya pada daerah frontal atau oksipital dan tidak ada hubungannya dengan kekakuan leher. Hal ini disebabkan oleh hilangnya cairan serebrospinal dari otak melalui pungsi dura, makin besar lubang, makin besar kemungkinan terjadinya sakit kepala. Ini dapat dicegah dengan membiarkan pasien berbaring secara datar (boleh menggunakan satu bantal) selama 24 jam. 14.
4)    Komplikasi Respirasi
a)    Analisa gas darah cukup memuaskan pada blok spinal tinggi, bila fungsi paru-paru normal.
b)    Penderita PPOM atau COPD merupakan kontra indikasi untuk blok spinal tinggi.
c)    Apnoe dapat disebabkan karena blok spinal yang terlalu tinggi atau karena hipotensi berat dan iskemia medulla.
d)    Kesulitan bicara,batuk kering yang persisten,sesak nafas, merupakan tanda-tanda tidak adekuatnya pernafasan yang perlu segera ditangani dengan pernafasan buatan14.
5)    Komplikasi gastrointestinal
Nausea dan muntah karena hipotensi, hipoksia, tonus parasimpatis berlebihan, pemakaian obat narkotik, reflek karena traksi pada traktus gastrointestinal serta komplikasi delayed, pusing kepala pasca pungsi lumbal merupakan nyeri kepala dengan ciri khas terasa lebih berat pada perubahan posisi dari tidur ke posisi tegak. Mulai terasa pada 24-48jam pasca pungsi lumbal, dengan kekerapan yang bervariasi. Pada orang tua lebih jarang dan pada kehamilan meningkat14.






Obat-Obat Anestesi Spinal

BUPIVAKAIN
            Bupivakain merupakan obat anestesi lokal dengan rumus bangun sebagai berikut : 1-butyl-N-(2,6-dimethylphenyl)-piperidecarboxamide hydrochloride. Bupivakain adalah derivat butil dari mepivakain yang kurang lebih tiga kali lebih kuat daripada asalnya. Obat ini bersifat long acting dan disintesa oleh BO af Ekenstem dan dipakai pertama kali pada tahun 196312. Secara komersial bupivakain tersedia dalam 5 mg/ml solutions. Dengan kecenderungan yang lebih menghambat sensoris daripada motoris menyebabkan obat ini sering digunakan untuk analgesia selama persalinan dan pasca bedah16.
Pada tahun-tahun terakhir, larutan bupivakain baik isobarik maupun hiperbarik telah banyak digunakan pada blok subrakhnoid untuk operasi abdominal bawah. Pemberian bupivakain isobarik, biasanya menggunakan konsentrasi 0,5%, volume 3-4 ml dan dosis total 15-20 mg, sedangkan bupivakain hiperbarik diberikan dengan konsentrasi 0,5%, volume 2-4ml dan total dosis 15-22,5 mg. Bupivakain dapat melewati sawar darah uri tetapi hanya dalam jumlah kecil. Bila diberikan dalam dosis ulangan, takifilaksis yang terjadi lebih ringan bila dibandingkan dengan lidokain. Salah satu sifat yang paling disukai dari bupivakain selain dari kerjanya yang panjang adalah sifat blockade motorisnya yang lemah. Toksisitasnya lebih kurang sama dengan tetrakain16. Bupivakain juga mempunyai lama kerja yang lebih panjang dari lignokain karena mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mengikat protein. Untuk menghilangkan nyeri pada persalinan, dosis sebesar 30 mg akan memberikan rasa bebas nyeri selama 2 jam disertai blokade motoris yang ringan. Analgesik paska bedah dapat berlangsung selama 4 jam atau lebih, sedangkan pemberian dengan tehnik anestesi kaudal akan memberikan efek analgesik selama 8 jam atau lebih. Pada dosis 0,25 – 0,375 % merupakan obat terpilih untuk obstetrik dan analgesik paska bedah. Konsentrasi yang lebih tinggi (0,5 – 0,75 %) digunakan untuk pembedahan. Konsentrasi infiltrasi 0,25 - 0.5 %, blok saraf tepi 0,25 – 0,5 %, epidural 0,5 – 0,75 %, spinal 0,5 %. Dosis maksimal pada pemberian tunggal adalah 175 mg. Dosis rata-ratanya 3 – 4 mg / kgBB17.

KLONIDIN
Klonidin adalah salah satu contoh dari agonis α2 yang digunakan untuk obat antihipertensi (penurunan resistensi pembuluh darah sistemik) dan efek kronotropik negatif. Lebih jauh lagi, klonidin dan obat α2 agonis lain juga mempunyai efek sedasi. Dalam beberapa penelitian juga ditemukan efek anestesi dari pemberian secara oral (3-5μg/kg), intramuscular (2μg/kg), intravena (1-3μg/kg), transdermal (0,1-0,3 mg setiap hari) intratekal 75-150μg) dan epidural (1-2μg/kg) dari pemberian klonidin. Secara umum klonidin menurunkan kebutuhan anestesi dan analgesi (menurunkan MAC) dan memberikan efek sedasi dan anxiolisis. Selama anestesi umum, klonidin dilaporkan juga meningkatkan stabilitias sirkulasi intraoperatif dengan menurunkan tingkatan katekolamin. Selama anestesi regional, termasuk peripheral nerve block, klonidin akan meningkatkan durasi dari blokade. Efek langsung pada medula spinalis mungkin dibantu oleh reseptor postsinaptik α2 dengan ramus dorsalis. Keuntungan lain juga mungkin berupa menurunkan terjadinya postoperative shivering, inhibisi dari kekakuan otot akibat obat opioid, gejala withdrawal dari opioid, dan pengobatan dari beberapa sindrom nyeri kronis. Efek samping dapat berupa bradikardia, hypotensi, sedasi, depresi nafas dan mulut kering11.
Klonidin adalah agonis alfa2-adrenergik parsial selektif yang bekerja secara sentral yang bekerja sebagai obat anti hipertensi melalui kemampuannya untuk menurunkan keluaran sistem saraf simpatis dari sistem saraf pusat. Obat ini telah terbukti efektif digunakan pada pasien dengan hipertensi berat atau penyakit renin-dependen. Dosis dewasa yang biasa digunakan per oral adalah 0,2-0,3 mg. Ketersediaan klonidin transdermal ditujukan untuk pemberian secara mingguan pada pasien bedah yang tidak dapat diberikan obat per oral11.

EFEDRIN
Efedrin merupakan golongan simpatomimetik non katekolamin yang secara alami ditemukan di tumbuhan efedra sebagai alkaloid. Efedrin mempunyai gugus OH pada cincin benzena , gugus ini memegang peranan dalam “efek secara langsung” pada sel efektor1.
Seperti halnya Epinefrin, efedrin bekerja pada reseptor α, α1, α219. Efek pada α1 di perifer adalah dengan jalan menghambat aktivasi adenil siklase. Efek pada α1 dan α2 adalah melalui stimulasi siklik-adenosin 3-5 monofosfat. Efek α1 berupa takikardi tidak nyata karena terjadi penekanan pada baroreseptor karena efek peningkatan TD20. Efek perifer efedrin melalui kerja langsung dan melalui pelepasan NE endogen. Kerja tidak langsungnya mendasari timbulnya takifilaksis (pemberian efedrin yang terus menerus dalam jangka waktu singkat akan menimbulkan efek yang makin lemah karena semakin sedikitnya sumber NE yang dapat dilepas, efek yang menurun ini disebut takifilaksis terhadap efek perifernya.21 Hanya I-efedrin dan efedrin rasemik yang digunakan dalam klinik20.
Efedrin yang diberikan masuk ke dalam sitoplasma ujung saraf adrenergik dan mendesak NE keluar21. Efek kardiovaskuler efedrin menyerupai efek Epinefrin tetapi berlangsung kira-kira 10 kali lebih lama. Tekanan sistolik meningkat juga biasanya tekanan diastolic, sehingga tekanan nadi membesar. Peningkatan tekanan darah ini sebagian disebabkan oleh vasokontriksi, tetapi terutama oleh stimulasi jantung yang meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan curah jantung. Denyut jantung mungkin tidak berubah akibat reflex kompensasi vagal terhadap kenaikan tekanan darah. Aliran darah ginjal dan visceral berkurang, sedangkan aliran darah koroner, otak dan otot rangka meningkat. Berbeda dengan Epinefrin, penurunan tekanan darah pada dosis rendah tidak nyata pada efedrin20.

EPINEFRIN (ADRENALIN)
Adrenalin (epinephrine), adalah hormon katekolamin yang dihasilkan oleh bagian medula kelenjar adrenal, dan suatu neurotransmitter yang dilepas oleh neuron-neuron tertentu yang bekerja aktif di sistem saraf pusat. Epinephrin merupakan stimulator yang kuat pada reseptor adrenergik sistem saraf simpatis, dan stimulan jatung yang kuat, mempercepat frekuensi denyut jantung dan meningkatkan curah jantung, meningkatkan glikogenolisis, dan mengeluarkan efek metabolik lain. Epinephrine disimpan dalam granul kromatin dan akan dilepas sebagai respon terhadap hipoglikemia, stres dan rangsangan lain22.
Preparat sintetik epineprine bentuk levorotatori digunakan sebagai vasokonstriktor topikal, stimulan jantung, dan bronkodilator, dapat diberikan secara intranasal, intraoral, parenteral, atau inhalasi. Sedangkan norephineprine (noradrenalin) adalah suatu katekolamin alamiah atau neurohormon yang dilepaskan oleh saraf adrenergik pasca ganglion dan beberapa saraf otak, juga disekresi oleh medula adrenal sebagai respon terhadap rangsangan splanchnicus dan disimpan dalam granul kromafin. Norepineprine merupakan neurotransmitter utama yang bekerja pada reseptor adrenergik α- dan β1. Norephineprine merupakan vasopressor kuat dan biasanya dilepaskan dalam tubuh sebagai respon terhadap hipotensi dan stres. Preparat farmasi senyawa norephinephrine biasanya dalam bentuk garam bitartat22.

FENTANYL
Fentanyl termasuk obat golongan analgesik narkotika. Analgesik narkotika digunakan sebagai penghilang nyeri. Dalam bentuk sediaan injeksi IM (intramuskular) Fentanyl digunakan untuk menghilangkan sakit yang disebabkan kanker. Menghilangkan periode sakit pada kanker adalah dengan menghilangkan rasa sakit secara menyeluruh dengan obat untuk mengontrol rasa sakit yang persisten/menetap. Obat Fentanyl digunakan hanya untuk pasien yang siap menggunakan analgesik narkotika23.
Fentanyl bekerja di dalam sistem saraf pusat untuk menghilangkan rasa sakit. Beberapa efek samping juga disebabkan oleh aksinya di dalam sistem syaraf pusat. Pada pemakaian yang lama dapat menyebabkan ketergantungan tetapi tidak sering terjadi bila pemakaiannya sesuai dengan aturan. Ketergantungan biasa terjadi jika pengobatan dihentikan secara mendadak. Sehingga untuk mencegah efek samping tersebut perlu dilakukan penurunan dosis secara bertahap dengan periode tertentu sebelum pengobatan dihentikan23.
Aksi sinergis dari fentanyl dan anestesi lokal di blok neuraxial pusat (CNB) meningkatkan kualitas analgesia intraoperatif dan juga memperpanjang analgesia pascaoperasi. Durasi biasa pada efek analgesik adalah 30 sampai 60 menit setelah dosis tunggal intravena sampai 100 mcg (0,1 mg). Dosis injeksi Fentanyl 12,5 µg menghasilkan efek puncak, dengan dosis yang lebih rendah tidak memiliki efek apapun dan dosis tinggi meningkatkan kejadian efek samping24.


OBAT-OBAT EMERGENSI PADA ANESTESI

Emergensi adalah serangkaian  usaha-usaha pertama yang dapat dilakukan pada kondisi gawat darurat dalam rangka menyelamatkan pasien dari kematian. Pengelolaan pasien yang  terluka parah memerlukaan penilaian yang cepat dan pengelolaan yang tepat untuk menghindari kematian.1,2
Anestesi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan yang meliputi pemberian anestesia ataupun analgesia penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan atau tindakan lainnya, bantuan resusitasi dan pengobatan intebsive pasien yang gawat ; dan pemberian terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun.3
Obat-obatan emergency atau gawat darurat adalah obat-obat yang digunakan untuk mengatasi situasi gawat darurat atau untuk resusitasi/life support.2 Pengetahuan mengenai obat-obatan ini penting sekali untuk mengatasi situasi gawat darurat yang mengancam nyawa dengan cepat dan tepat.
 Obat-obat emergency atau obat-obat yang dipakai pada gawat darurat adalah atrofin, efedrinn, ranitidin, ketorolak, metoklorpamid, amonofilin, asam traneksamat, adrenalin, kalmethason, furosemid, lidokain, gentamisin, oxitosin,methergin, serta adrenalin.
Adapun macam-macam obat emergency  yang akan dibahas dalam referat ini adalah sebagai berikut:2
1.      Efinefrin
2.      Efedrin
3.      Sulfas atrofin
4.      Aminophlin
5.      Deksamethason

1. Epinefrin (Adrenalin)
            Epinefrin merupakan prototipe obat kelompok adrenergik. Dengan mengerti efek epinefrin, maka mudah bagi kita untuk mengerti efek obat adrenergik yang bekerja di reseptor lainnya. epinefrin bekerja pada semua reseptor adrenergik: α1, α2, β1 dan  β2 sedangkan norepinefrin bekerja pada reseptor α1, α2, β1 sehingga efeknya sama dengan epinefrin dikurangi efek terhadap β2. Selektivitas obat tidak mutlak, dalam dosis besar selektivitas hilang. Jadi dalam dosis besar agonis β2 tetap dapat menyebabkan perangsangan reseptor β1 di jantung.4,5

2. Efedrin
            Efedrin adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan yang disebut efedra atau ma-huang. Ma-huang mengandung banyak alkaloid mirip efedrin yang kemudian dapat diolah menjadi efedrin. Bahan herbal yang mengandung efedrin telah digunakan di Cina selama 2000 tahun, dan sejak puluhan tahun merupakan komponen obat herbal Cina untuk berbagai klaim misalnya obat pelangsing, obat penyegar atau pelega napas.4,5
            Efedrin mulai diperkenalkan di dunia kedokteran modern pada tahun 1924 sebagai obat simpatomimetik pertama yang dapat dikonsumsi secara oral. Karena efedrin adalah suatu non-katekolamin maka efedrin memiliki bioavailabilitas yang tinggi dan secara relative memiliki durasi kerja yang lama selama berjam-jam.5
            Efedrin belum secara luas diteliti pada manusia, meskipun sejarah penggunaanya telah lama. Kemampuannya untuk mengaktivasi reseptor β mungkin bermanfaan pada pengobatan awal asma. Karena efeknya yang mencapai susunan saraf pusat maka efedrin termasuk suatu perangsang SSP ringan. Pseudoefedrin yang merupakan satu dari empat turunan efedrin, telah tersedia secara luas sebagai campuran dalam obat-obat dekongestan. Meskipun demikian penggunaan efedrin sebagai bahan baku methamfetamin meyebabkan penjualannya telah dibatasi.4,5


3. Sulfas Atropin (Anti Muskarinik)
            Penghambat reseptor muskarinik atau anti-muskarinik dikelompokkan dalam 3 kelompok yaitu: 5
1. Alkaloid antimuskarinik : Atropin dan Skopolamin
2. Derivat semisintetisnya, dan
3. Derivat sintetis
Sintesis dilakukan dengan maksud mendapatkan obat dengan efek khusus terhadap gangguan tertentu dan efek samping yang lebih ringan. Kelompok obat ini bekerja pada reseptor muskarinik dengan afinitas berbeda untuk berbagai subtipe reseptor muskarinik. Oleh karena itu saat ini terdapat antimuskarinik yang digunakan untuk: 5
1. Mendapatkan efek perifer tanpa efek sentral misalnya, antispasmodik.
2. Pengunaan lokal pada mata sebagai midriatikum.
3. Memperoleh efek sentral, misalnya untuk mengobati penyakit Parkinson
4. Bronkodilatasi
5. Memperoleh efek hambatan pada sekresi lambung dan gerakan saluran cerna.
 Atropin (campuran α dan l-hiosiamin) terutama ditemukan pada Atropa belladonna dan Datura stramonium, merupakan ester organik dari asam tropat dengan tropanol atau skopin (basa organik). Walaupun selektif menghambat reseptor muskarinik, pada dosis sangat besar atropine memperlihatkan efek penghambatan juga di ganglion otonom dan otot rangka yang reseptornya nikotinik.5




4. Aminofilin (Derivat Xantin: theophylline ethylenediamine)
Derivat xantin yang terdiri dari kafein, teofilin dan teobromin ialah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan. Sejak dahulu ekstrak tumbuh-tumbuhan ini digunakan sebagai minuman. Kafein terdapat dalam kopi yang didapat dari biji Coffea Arabica, Teh dari daun Thea sinensis mengandung kafein dan teofilin. Cocoa, yang didapat dari biji Theobroma cacao mengandung kafein dan teobromin. Ketiganya merupakan derivat xantin yang mengandung gugus metil. Xantin sendiri ialah dioksipurin yang mempunyai struktur mirip dengan asam urat.5

5. Deksamethason (Kortikosteroid)
Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak; dan mempengaruhi juga fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem saraf dan organ lain. Korteks adrenal berfungsi homeostatis, artinya penting bagi organisme untuk dapat mempertahankan diri dalam menghadapi perubahan lingkungan.5
Glukokortikoid memiliki efek yang tersebar luas karena mempengaruhi fungsi dari sebagian besar sel-sel tubuh. Dampak metabolik yang utama dari sekresi atau pemberian glukokortikoid adalah disebabkan karena kerja langsung hormon-hormon ini pada sel. Tetapi dampak pentingnya adalah dalam menghasilkan respon homeostatik pada insulin dan glucagon. Meskipun banyak efek dari glukokortikoid berkaitan dengan dosis dan efeknya membesar ketika sejumlah besar glukokortikoid diberikan untuk tujuan terapi.



TERAPI CAIRAN PADA SYOK HIPOVOLEMIK
1. Terapi Umum
A.    Letakkan pasien pada posisi terlentang kaki lebih tinggi agar aliran darah otak minimal. Gunakan selimut untuk mengurangi pengeluaran panas tubuh.
B.    Periksa adanya gangguan respirasi. Dagu ditarik kebelakang supaya posisi kepala menengadah dan jalan nafas bebas, beri O2 kalau perlu diberi nafas buatan.
C.    Pasang segera infus cairan kristaloid dengan kandungan besar (18,16).
D.    Lakukan pemeriksaan fisik yang lengkap termasuk kepala dan punggung. Bila ktekadan darah dan kesadaran relative normal pada posisi terlentang, coba periksa dengan posisi duduk atau berdiri.
E.    Keluarkan darah dari kanul intra vena untuk pemeriksaan labolatorium: darah lengkap, penentuan golongan darah, analisa gas darah elektrolit. Sampel darah sebaiknya diambil sebelum terapi cairan dilakukan. Pada syok hipovolemik, kanulasi dilakukan pada vena savena magna atau vena basilica daengan kateter yang panjang untuk kanulasi vena basilika dapat sekaligus untuk mengukur  tekanan vena sentral (TVS).
F.    Peubahan nilai PaCO2, HCO3, dan PH pada analisa gas darah dapat dipakai sebagai indicator beratnya gangguan fungsi kardiorespirasi, derajat asidosis metabolik dan hipoperfusi jaringan.
G.    Beri oksigen sebanyak 5-10 L/menit dengan kanul nasal adatau sungkup muka dan sesuaiakan kebutuhan oksigen PaO2. Pertahanankan PaO2 tetap di atas 70 mmHg.
H.    Beri natrium bikarbonat 1 atau 2 ampul bersama cairan elektrolit untuk mempertahankan nilai pH tetap di atas 7,1 walaupun koreksi asidosis metabolik yang terbaik pada syok adalah memulihkan sirkulasi dan perfusi jaringan.
I.    Terapi medikamentosa segera.
1. Adrenalin dapat diberikan jika terdapat kolaps kardiovaskular berat (tensi/nadi hamper tidak teraba) dengan dosis 0,5-1 mg larutan 1:1000 intra muscular atau 0,1-0,2 mg larutan 1:1000 dalam pengenceran 9 ml NaCL 0,9% intra vena. Adrenalin jangan dicampur dengan natrium bikarbonat karena adrenalin dapat menyebabkan inaktivasi larutan basa.
2. Infus cepat dengan Ringer’s laktat (50 ml/menit) terutama pada syok hipovolemik. Daat dikombinasi dengan cairan koloid (dextran L).
3. Vasopresor diberikan pada syok kardiogenik yang tidak menunjukkan perbaikan dengan terapi cairan. Dopamin dapat digunakan dengan dosis 2.5 Ug/kg/menit (larutan dopamine 200 mg dalam 500 ml cairan dekstrosa 5%. Setiap ml larutan mengandung 400 Ug dopamin). Dosis dopamin secara bertahap dapat ditingkatkan hingga 10-20 Ug/Kg/menit. Pemberian vasopresor pada hipovolemia sedang sampai berat tidak bermanfaat.
J.    Pantau irama jantung dan buat rekaman EKG (terutama syok kardiogenik). Syok adalah salah satu predisposisi aritmia karena sering disertai gangguan keseimbangan elektrolit, asam dan basa.
K.     Pantau dieresis dan pemeriksaan analisis urin.
L.    Pemeriksaan foto toraks umumnya bergantung pada penyebab dan tingkat kegawatan syok.
Semua pasien syok harus dirujuk ke rumah sakit, terutama untuk perawatan intensif.

2 Terapi Spesifik
Syok hipovolemik disebabkan oleh :
a.       Perdarahan (syok hemoragik), misalnya trauma.
b.      Kehilangan plasma, misalnya luka bakar, peritonitis.
c.       Kehilangan air dan elektrolit, misalnya muntah, diare.




Penatalaksanaan :
A.     Letakkan pasien pada posisi terlentang
B.     Beri oksigen sebanyak 5-10 L/menit dengan kanula nasal atau sungkup muka.
C.    Lakukan kanulasi vena tepi dengan kateter no.16 atau 14 per kutaneus atau vena seksi. Kalau perlu jumlah kanulasi vena 2-3 tergantung pada tingkat kegawatan syok. Kanulasi dapat dilakukan pada :
1.      Vena safena magna.
2.      Vena basilika. Gunakan caterer panjang untuk mencapai dan mengukur TVS.
3.      Vena femoralis.
Kanulasi vena sentral perkutaneus pada syok hipovolemik berat harus dicegah karena mungkin vena-vena besar kolaps dan mudah terjadi komplikasi pneumotoraks. Kedua komplikasi dapat memperberat kondisi pasien bahkan kematian.
D.  Beri infus dengan cairan kristaloid atau koloid. Tujuan utama tetapi adalah memulihkan curah jantung dan perfusi jaringan secepat mungkin. Jenis cairan kristaloid antara lain garam fisiologi (garam, nomal), NaCl hipertonik atau larutan garam berimbang seperti ringer’s laktat, ringer’s asetat. Jaringan cairan koloid antara lain darah, plasma dan komponen darah (plasma beku segar, albumin, plasmanat) atau pengganti plasma (plasma substitutes) seperti dekstran 40 dan 70.





Jenis Cairan :
A.     Larutan Kristaloid : ringer laktat
B.     Larutan Koloid : darah, plasma/larutan albumin, pengganti plasma
1.      Penuntun resusitasi
Pemberian cairan parenteral pada resusitasi syok hipovelemik sebaiknya dituntun oeh parameter fisiologis penting dan bukan oleh suatu formula. Petunjuk bahwa resusitasi berhasil antara lain TVS mendekati nilai normal (3-8 cm H2O), dieresis diatas 0,5 ml/kgBB/jam, kesadaran membaik, perfusi perifer membaik dan curah jantung meningkat (curah jantung normal=3,5 L/menit, tensi mendekati nrmal, nadi teraba baik dan sebagainya).
a)     TVS dan tekanan baji kapiler paru (TBKP)
Pengukuran TVS pada syok hipovolemik mutlak dilakukan untuk menuntun dan mengetahui keberhasilan resusitasi. Pada individu sehat, TVS dapat dipakai sebagai ukuran tekanan atrium kiri tidak langsung, kecuali terdapat penyakit kardiorespirasi seperti gagal jantung kongstif atau penyakit paru obstruktif menahun. Dalam hal ini pengukuran tekanan atrium kiri atau TBKP lebih mencerminkan keadaan sebenarnya, hanya amat disayangkan pengukuran TBKP tidak praktis untuk keadaan gawat darurat.
Pada syok ringan samapai sedang, nilai TVS sampai 15 cm H2O umumnya dapat ditoleransi oleh pasien. Tetapi pada syok berat yang telah disertai dengan kebocoran endotel kapiler, TVS harus dipertahankan pada batas 3-8 H2O karena kelebihan cairan intra vaskular dapat  mempertahankan udem interstisial terutama pada jaringan baru.


b)    Diuresis
Merupakan indeks aliran darah visceral yang baik terutama aliran darah ginjal. Diuresis harus dipertahankan minimal 0,5 ml/kg/jam.
c)    Lain-lain
Keberhasilan resusitasi juga dapat ditunjukkan dengan perbaikan tingkat kesadaran dan perfusi perifer. Untuk itu umunya digunakan indikator klinis termasuk AGD, pengukuran curah jantung dan konsumsi oksigen yang hanya dilakukan di ruamh sakit besar.

2.      Tanda-tanda kegagalan resusitasi
a.    TVS dan dieresis yang meningkat di atas normal. Hal ini menunjukkkan kelebhan cairan intra vaskular dan vaskular dan harus segera dikurangi.
b.    TVS dan diuresis yang meningkat diatas normal. Hal ini menunjukkan cairan intra vaskular dan perlu ditambah.
c.    TVS meningkat, dieresis menurun. Perlu mengukur tekanan baji kapiler par dan curah jantung untuk penentuan terapi lebih lajut.
3.      Evaluasi terapi
Evaluasi yang penting adalah kontinuitas pengamatan parameter fisiologik sebagaimana yang telah dianjurkan terdahulu. Tambahkan evaluasi antara lain:
a.       Pengukuran tekanan darah, frekuensi nadii dan pernafasan tiap 15-30 menit.
b.      Pengukuran keseimbangan pemasukan dan pengeluaran cairan. Ingat bahwa syok berat atau berlanjut sering disertai nekrosis tubular akut dan kegagaln ginjal (oligo anuri).
c.       Pengukuran hematokrit periodic jika perdarahan diduga masih berlangsung. Perlu diketahui bahwa penurunan hematokrit pada syok hemoragik tanpa terapi tidak terjadi segera melainkan bertahap selama 24-48 jam. Hal ini disebabkan karena terdapat hemodilusi.4
d.      AGD perlu dilakukan berulang-ulang karena pemeriksaan ini dapat menunjukkan adanya perbaikan dan perburukan fungsi kardiorespirasi dalam keadaan gawat darurat. 4
 


OBAT-OBAT ANESTESI LOKAL
Anestesi lokal adalah obat yang menghasilkan blokade konduksi atau blokade lorong natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Anestetik lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf secara spontan dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf.3
Obat bius lokal mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf. Tempat kerjanya terutama di selaput lendir. Disamping itu, anestesia lokal mengganggu fungsi semua organ dimana terjadi konduksi/transmisi dari beberapa impuls. Artinya, anestesi lokal mempunyai efek yang penting terhadap SSP, ganglia otonom, cabang-cabang neuromuskular dan semua jaringan otot. Persyaratan obat yang boleh digunakan sebagai anestesi lokal:
1.      Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen
2.      Batas keamanan harus lebar
3.      Efektif dengan pemberian secara injeksi atau penggunaan setempat pada membran mukosa
4.      Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu yang yang cukup lama
5.      Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap pemanasan.


Struktur anestesi local
Anestesi lokal terdiri dari kelompok-lipofilik biasanya cincin benzena dipisahkan dari kelompok hidrofilik-biasanya-amina tersier oleh rantai menengah yang mencakup ester atau keterkaitan amida. Anestesi lokal basa lemah yang biasanya membawa muatan positif pada kelompok amina tersier pada pH fisiologis. Sifat rantai menengah adalah dasar dari klasifikasi bius lokal sebagai ester atau Amida (Tabel 1). Sifat fisikokimia bius lokal tergantung pada substitusi di ring aromatik, jenis hubungan dalam rantai menengah, dan kelompok-kelompok alkil yang terikat pada nitrogen amina.4
Anastesi lokal dapat digolongkan secara kimiawi dalam beberapa kelompok sebagai berikut:
a.       Senyawa ester (-COOC-)
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anastesi lokal sebab pada degradasi dan inanaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolosis. Karena itu golongan ester umumnya kurang stabil dan mudah mengalami metabolisme dibandingkan golongan amida. Anestesi lokal yang tergolong dalam senyawa ester adalah kokain, benzokain (amerikain), ametocain, prokain (Novocain), tetrakain (pontocain), kloroprokain (nesacaine).
b.      Senyawa amida (-NHCO-)
Lidokain (xylocaine,lignocaine), mepivacaine (carbocaine), prilokain (citanest), bupivacain (marcaine), etidokain (duranest), dibukain (nupercaine), ropikaine (naropine), levobupivacaine (chirocaine).
c.       Lainnya : fenol, benzilalkohol dan etil klorida.
Semua obat tersebut di atas adalah sintesis, kecuali kokain yang alamiah.

Mekanisme Kerja
Obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium, mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium, sehingga terjadi depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya tak terjadi konduksi saraf. Potensi dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak, makin larut makin poten. Ikatan dengan protein mempengaruhi lama kerja dan konstanta dissosiasi (pKa) menentukan awal kerja. Konsentrasi minimal anestetika local dipengaruhi oleh: ukuran, jenis dan mielinisasi saraf; pH (asidosis menghambat blockade saraf), frekuensi stimulasi saraf.3
Mula kerja bergantung beberapa factor, yaitu: pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi meningkat dan dapat menembus membrane sel saraf sehingga menghasilkan mula kerja cepat, alkalinisasi anestetika local membuat mula kerja cepat, konsentrasi obat anestetika local.3
Lama kerja dipengaruhi oleh: ikatan dengan protein plasma, karena reseptor anestetika local adalah protein; dipengaruhi oleh kecepatan absorpsi; dipengaruhi oleh ramainya pembuluh darah perifer di daerah pemberian.3

Teknik Pemberian Anestetik Lokal
1.      Anestesia Permukaan
Sebagai suntikan banyak di gunakan sebagai penghilang rasa oleh dokter gigi untuk mencabut geraham atau dokter keluarga untuk pembedahan kecil seperti menjahit luka di kulit. Sediaan ini aman dan pada kadar yang tepat tidak akan mengganggu proses penyembuhan luka. Anestesi permukaan juga di gunakan sebagai persiapan untuk prosedur diagnostic, seperti bronkoskopi, gastroskopi, dan sitoskopi.
2.      Anestesia infiltrasi
Disini beberapa injeksi di berikan pada atau sekitar jaringan yang akan di anestesi, sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di kulit dan di jaringan yang terletak  lebih dalam, misalnya: pada praktek THT atau pencabutan gigi
3.      Anestesi regional intravena dalam daerah anggota badan
Aliran darah ke dalam dan ke luar dihentikan dengan mengikat dengan ban pengukur tekanan darah dan selanjutnya anestetik lokal yang disuntikkan berdifusi ke luar dari vena dan menuju ke jaringan di sekitarnya dan dalam waktu 10-15 menit menimbulkan anestesi. Pengosongan darah harus dipertahankan minimum 20-30 menit untuk menghindari aliran ke luar, sejumlah besar anestetik lokal yang berpenetrasi, yang belum ke jaringan. Pada akhir pengosongan darah, efek anestetik lokal menurun dalam waktu  beberapa menit
4.      Anestesi infiltrasi
Disuntikkan ke dalam jaringan, termasuk juga diisikan ke dalam jaringan. Dengan demikian selain organ ujung sensorik, juga batang-bataang saraf kecil dihambat.
5.      Anestesi konduksi
Disuntikkan di sekitar saraf tertentuyang dituju dan hantarn rangsang pada tempat ini diputuskan.  Contoh : anestesi spinal, anestesi peridural, anestesi paravertebral.



Obat Anestesi yang sering Digunakan
Beberapa jenis obat anestesi local yang sering digunakan sehari-hari akan dibahas dibawah ini.
A.    Prokain (novokain)
Prokain adalah ester aminobenzoat untuk infiltrasi, blok, spinal, epidural, merupakan obat standart untuk perbandingan potensi dan toksisitas terhadap jenis obat-obat anestetik local lain.
Indikasi
Diberikan intarvena untuk pengobatan aritmia selama anestesi umum, bedah jantung, atau induced hypothermia.
Kontraindikasi Prokain
Pemberian intarvena merupakan kontraindikasi untuk penderita miastemia gravis karena prokain menghasilkan derajat blok neuromuskuler. Dan prokain juga tidak boleh diberikan bersama-sama dengan sulfonamide.
Bentuk sediaan obat Prokain
Sediaan suntik prokain terdapat dalam kadar 1-2% dengan atau tanpa epinefrin untuk anesthesia infiltrasi dan blockade saraf dan 5-20% untuk anestesi spinal.sedangkan larutan 0,1-0,2 % dalam garam faali disediakan untuk infuse IV. Untuk anestesi kaudal yang terus menerus, dosis awal ialah 30 mlnlarutan prokain 1,5%.
Mekanisme kerja obat Prokain
Pemberian prokain dengan anestesi infiltrasi maximum dosis 400 mg dengan durasi 30-50, dosis 800 mg, durasi 30-45,Pemberian dengan anestesi epidural dosis 300-900, durasi 30-90, onset 5-15 mnt,Pemberian dengan anestesi spinal : preparatic 10%, durasi 30-45 menit.

Efek therapy Prokain
Pada penyuntikan prokain dengan dosis 100-800 mg, terjadi analgesia umum ringan yang derajatnya berbanding lurus dengan dosis. Efek maksimal berlangsung 10-20 menit, dan menghilang sesudah 60 menit. Efek ini mungkin merupakan efek sentral, atau mungkin efek dari dietilaminoetanol yaitu hasil hidrolisis prokain.
Efek samping Prokain
Efek samping yang serius adalah hipersensitasi,yang kadang-kadang pada dosis rendah sudah dapat mengakibatkan kolaps dan kematian. Efek samping yang harus dipertimbangkan pula adalah reaksi alergi terhadap kombinasi prokain penisilin. Berlainan dengan kokain, zat ini tidak mengakibatkan adiksi.
 Cara pemberian obat Prokain.
Cara pemberian obat bius prokain deberikan secara injeksi interavena pada atau sekitar jaringan yang akan di anestesi, sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di kulit dan di jaringan yang terletak lebih dalam, misalnya: pada praktek THT atau pencabutan gigi.
Dosis pemberian obat Prokain
Dosis 15 mg/kgbb. Untuk infiltrasi : larutan 0,25-0,5 dosis maksimum 1000 mg. onset : 2-5 menit, durasi 30-60 menit. Bisa ditambah adrenalin (1 : 100.000).
Dosis untuk blok epidural (maksimum) 25 ml larutan 1,5%.
Untuk kaudal : 25 ml larutan 1,5%.
Spinal analgesia 50-200 mg tergantung efek yang di kehendaki, lamanya 1 jam.
Farmakokinetik Prokain
Absorpsi berlangsung cepat dari tempat suntikan dan untuk memperlambat absorpsi perlu ditambahkan vasokonstriktor. Sesudah diabsorpsi, prokain cepat dihidrolisis oleh esterase dalam plasma menjadi PABA dan dietilaminoetanol. PABA diekskresi dalam urine, kira-kira 80% dalam bentuk utuh dan bentuk konjugasi. 30% dietilaminoetanol ditemukan dalam urine, dan selebihnya mengalami degradasi lebih lanjut.
Interaksi obat Prokain
Prokain dan anestetik local lain dalam badan dihidrolisis menjadi PABA(para amino benzoic acid), yang dapat menghambat daya kerja sulfonamide. Oleh karena itu sebaiknya prokian dan asnestetik local lain tidak diberikan bersamaan dengan terapi sulfonamide. Prokain dapat membentuk garam atau konjugat dengan obat lain sehingga memperpanjang masa kerja obat tesebut. Misalnya garam prokain penisilin dan prokain heparin
Prokain Merupakan obat standard untuk perbandingan potensi dan toksisitas terhadap jenis obat-obat anestetik local yang lain.Diberikan intravena untuk pengobatan aritmia selama anestesi umum, bedah jantung atau ‘induced hypothermia’. Absorbsi berlangsung cepat pada tempat suntikan, hidrolisis juga cepat oleh enzim plasma (prokain esterase).Pemberian intravena merupakan kontra indikasi untuk penderita miastenia gravis karena prokain menghasilkan derajat blok neuromuskuler. Prokain tidak boleh diberikan bersama-sama sulfonamide. Larutan 1-2% kadang-kadang kekuning-kuningan (amines), tidak berbahaya. Tidak mempenetrasi kulit dan selaput lender/ mukosa. Jadi tidak efektif untuk surface analgesi. Dosis 15 mg/ kgbb.
Untuk infiltrasi: larutan 0,25-0,5 % dosis maksimum 1000 mg. Onset: 2-5 menit, durasi 30-60 menit. Bisa ditambah adrenalin (1: 100.000 atau 1:200.000). Dosis untuk blok epidural (maksimum) 25 ml larutan 1,5%. Untuk kaudal 25 ml larutan 1,5%. Spinal analgesia 50-200 mg, tergantung efek yang dikehendaki, lamanya (duration) 1 jam.
Prokain disintesis dan diperkenalkan dengan nama dagang novokain. Sebagai anestetik lokal, prokain pernah digunakan untuk anestesi infiltrasi, anestesi blok saraf, anestesi spinal, anestesi epidural, dan anestesi kaudal. Namun karena potensinya rendah, mula kerja lambat, serta masa kerja pendek maka penggunaannya sekarang hanya terbatas pada anestesi infiltrasi dan kadang- kadang untuk anestesi blok saraf. Di dalam tubuh prokain akan dihidrolisis menjadi PABA yang dapat menghambat kerja sulfonamik12

B.     Lidokain (lignocaine, xylocain, lidonest).
Lidokain adalah golongan amida. Sering dipakai untuk surface analgesi, blok infiltrasi, spinal, epidural dan caudal analgesia dan nerve blok lainnya. Juga dipakai secara intravena untuk mengobati aritmia selama anesthesia umum, bedah jantung dan ‘induced hypothermia’. Dibandingkan prokain, onset lebih cepat, lebih kuat (intensea), lebih mahal dan durasi lebih lama. Potensi dan toksisitas 10 kali prokain. Tertrakain tidak boleh digunakan bersama-sama sulfonamide. Onset 5-10 menit, duration sekitar 2 jam.
Dosis :
•         Konsentrasi efektif minimal 0,25%.
•         Infiltrasi, mula kerja 10 menit, relaksasi otot cukup baik.
•         Kerja sekitar 1-1,5 jam tergantung konsentrasi larutan.
•         Larutan standar 1 atau 1,5% untuk blok perifer.
•         0,25-0,5% + adrenalin 200.000 untuk infiltrasi.
•         0,5% untuk blok sensorik tanpa blok motorik.
•         1% untuk blok motorik dan sensorik.
•         2% untuk blok motorik pasien berotot (muscular).
•         4% atau 10% untuk topical semprot faring-laring (pump spray).
•         5% bentuk jeli untuk dioleskan di pipa trakea.
•         5% lidokain dicampur 5% prilokain untuk topical kulit.
•         5% hiperbarik untuk analgesia intratekal (subaraknoid, subdural).
Lidokain merupakan obat anestesi golongan amida, selain sebagai obat anestesi lokal lidokain juga digunakan sebagai obat antiaritmia kelas IB karena mampu mencegah depolarisasi pada membran sel melalui penghambatan masuknya ion natrium pada kanal natrium.
Sebagai obat anestesi lokal lidokain dapat diberikan dosis 3-4 mg/kgBB, bila ditambahkan adrenalin dosis maksimal mencapai 6 mg/kgBB. Lidokain menyebabkan penurunan tekanan intrakranial (tergantung dosis) yang disebabkan oleh efek sekunder peningkatan resistensi vaskuler otak dan penurunan aliran darah otak.
Farmakodinamik Lidokain
Sebagai obat antiaritmia kelas IB (penyekat kanal natrium) lidokain dapat  menempati reseptornya pada protein kanal sewaktu teraktivasi (fase 0) atau inaktivasi (fase 2), karena pada kedua fase ini afinitas lidokain terhadap reseptornya tinggi sedangkan pada fase  istirahat afinitasnya rendah. Bila resptornya ditempati maka ion Na+ tidak dapat masuk ke dalam sel (Gambar 2-b). Lidokain menempati reseptornya dan terlepas selama siklus perubahan konformasi kanal Na+. Kanal sel normal yang dihambat lidokain selama siklus aktivasi-inaktivasi akan cepat terlepas dari reseptornya pada dalam fase istirahat. Sebaliknya kanal yang dalam keadaan depolarisasi kronis yaitu potensial istirahatnya (Vm) lebih positif, bila diberi lidokain (atau penyekat kanal Na+ lainnya) akan pulih lebih lama. Dengan cara demikian, maka lidokain menghambat aktivitas listrik jantung berlebihan pada keadaan misalnya takikardi.
Farmakokinetik Lidokain
Lidokain hanya efektif bila diberikan intravena. Pada pemberian peroral kadar lidokain dalam plasma sangat kecil dan dicapai dalam waktu yang lama. Pada pemberian intravena kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 3-5 menit dan waktu paruh 30-120 menit. Lidokain hampir semuanya dimetabolisme di hati menjadi monoethylglycinexylidide melalui proses  dealkylation, kemudian diikuti dengan hidrolisis menjadi  xylidide. Monoethylglycinexylidide mempunyai aktivitas 80% dari lidokain sebagai antidisritmia, sedangkan  xylidide  mempunyai aktivitas antidisritmia hanya 10%.  Xylidide diekskresi dalam urin sekitar 75% dalam bentuk hydroxy-2,6-dimethylaniline. Lidokain sekitar 50% terikat dengan albumin dalam plasma. Pada penderita payah jantung atau penyakit hati, dosis harus dikurangi karena waktu paruh dan volume distribusi akan memanjang. Indikasi utama pemakaian lidokain selain sebagai anestesi lokal juga dipakai untuk mencegah takikardi ventrikel dan mencegah fibrilasi setelah infark miokard akut. Lidokain tidak efektif pada aritmia supraventrikuler kecuali yang berhubungan dengan sindroma wolf parkinson white  atau karena keracunan obat digitalis
Efek Samping Lidokain
Lidokain terutama bersifat toksik pada susunan saraf pusat. Efek yang terjadi akibat toksisitas dapat berupa kejang, agitasi, disorientasi, euforia, pandangan kabur, dan mengantuk. Kejang berlangsung singkat dan berespon baik dengan pemberian diazepam. Secara umum bila kadar dalam plasma tidak mencapai 9 mg/ml, maka lidokain dapat ditoleransi dengan baik.
Konsentrasi efektif minimal 0,25%. Infiltrasi, mula kerja 10 menit, relaksasi otot cukup baik. Kerja sekitar 1-1,5 jam tergantung konsentrasi larutan, 1-1,5% untuk blok perifer 0,25-0,5% + adrenalin 200.000 untuk infiltrasi 0,5% untuk blok sensorik tanpa blok motorik 1,0% untuk blok motorik dan sensorik 2,0% untuk blok motorik pasien berotot (muskular) 4,0% atau 10% untuk topikal semprot di faring-laring (pump spray) 5,0% bentuk jeli untuk dioleskan di pipa trakea 5,0% lidokain dicampur 5,0% prilokain untuk topical kulit 5,0% hiperbarik untuk analgesia intratekal (subaraknoid, subdural,) Lidokain (xilokain) adalah anestetik lokal kuat yang digunakan secara luas dengan pemberian topikal dan suntikan. Anestesi terjadi lebih cepat, lebih kuat, dan lebih ekstensif daripada yang ditunjukkan oleh prokain pada konsentrasi yang sebanding. Lidokain merupakan aminoetilamid dan merupakan prototik dari anestetik lokal golongan amida. Larutan Lidokain 0,5% digunakan untuk anestesi infiltrasi, sedangkan larutan 1-2% untuk anestesia blok dan topikal. Anestetik ini lebih efektif bila digunakan tanpa vasokonstriktor, tetapi kecepatan absorbsi dan toksisitasnya bertambah dan masa kerjanya lebih pendek. Lidokain merupakan obat terpilih bagi mereka yang hipersensitif terhadap anestetik lokal golongan ester. Sediaan berupa larutan 0,5-5% dengan atau tanpa epinefrin (1:50000 sampai 1:200000). Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap SSP, misalnya mengantuk, pusing, parastesia, kedutan otot, gangguan mental, koma, dan bangkitan. Lidokain dosis berlebihan dapat menyebabkan kematian akibat fibrilasi ventrikel, atau oleh henti jantung. Lidokain sering digunakan secara suntikan untuk anestesia infiltrasi, blokade saraf, anestesia spinal, anestesia epidural ataupun anestesia kaudal, dan secara setempat untuk anestesia selaput lendir7,9.
C.    Bupivakain (marcain).
Secara kimia dan farmakologis mirip lidokain. Toksisitas setaraf dengan tetrakain. Untuk infiltrasi dan blok saraf perifer dipakai larutan 0,25-0,75%. Dosis maksimal 200mg. Duration 3-8 jam. Konsentrasi efektif minimal 0,125%. Mula kerja lebih lambat dibanding lidokain. Setelah suntikan kaudal, epidural atau infiltrasi, kadar plasma puncak dicapai dalam 45 menit. Kemudian menurun perlahan-lahan dalam 3-8 jam. Untuk anesthesia spinal 0,5% volum antara 2-4 ml iso atau hiperbarik. Untuk blok sensorik epidural 0,375% dan pembedahan 0,75%.
Konsentrasi efektif minimal 0,125%. Mula kerja lebih lambat dibanding lidokain tetapi lama kerja sampai 8 jam. Prosedur Konsentrasi % Volume Infiltrasi 0,25-0,50 5-60 ml Blok minor perifer 0,25-0,50 5-60 ml Blok mayor perifer 0,25-0,50 20-40 ml Blok interkostal 0,25-0,50 3-8 ml Lumbal 0,50 15 20 ml Kaudal 0,25-0,50 5-60 ml Analgesi postop 0,50 4-8 ml/4-8 jam (intermitten) 0,125 15 ml/jam (kontinyu) Spinal intratekal 0,50 2-4 ml. Struktur bupivakain mirip dengan lidokain, kecuali gugus yang mengandung amin adalah butil piperidin. Merupakan anestetik lokal yang mempunyai masa kerja yang panjang, dengan efek blokade terhadap sensorik lebih besar daripada motorik. Karena efek ini bupivakain lebih populer digunakan untuk memperpanjang analgesia selama persalinan dan masa pasca pembedahan. Pada dosis efektif yang sebanding, bupivakain lebih kardiotoksik daripada lidokain. Larutan bupivakain hidroklorida tersedia dalam konsentrasi 0,25% untuk anestesia infiltrasi dan 0,5% untuk suntikan paravertebra. Tanpa epinefrin, dosis maksimum untuk anestesia infiltrasi adalah 2mg/kgBB6

D.    Kokain.
Hanya dijumpai dalam bentuk topical semprot 4% untuk mukosa jalan napas atas. Lama kerja 2-30 menit.
Contoh:Fentanil
* Farmakodinamik: Kokain atau benzoilmetilekgonin didapat dari daun erythroxylon coca. Efek kokain yang paling penting yaitu menghambat hantaran saraf, bila digunakan secara lokal. Efek sistemik yang paling mencolok yaitu rangsangan susunan saraf pusat7.
* Efek anestetik lokal: Efek lokal kokain yang terpenting yaitu kemampuannya untuk memblokade konduksi saraf. Atas dasar efek ini, pada suatu masa kokain pernah digunakan secara luas untuk tindakan di bidang oftalmologi, tetapi kokain ini dapat menyebabkan terkelupasnya epitel kornea. Maka penggunaan kokain sekarang sangat dibatasi untuk pemakaian topikal, khususnya untuk anestesi saluran nafas atas. Kokain sering menyebabkan keracunan akut. Diperkirakan besarnya dosis fatal adalah 1,2 gram. Sekarang ini, kokain dalam bentuk larutan kokain hidroklorida digunakan terutama sebagai anestetik topikal, dapat diabsorbsi dari segala tempat, termasuk selaput lendir. Pada pemberian oral kokain tidak efektif karena di dalam usus sebagian besar mengalami hidrolisis7,8.

E.EMLA (Eutectic Mixture of Local Anesthetic)
Campuran emulsi minyak dalam air (krem) antara lidokain dan prilokain masing-masing 2,5% atau masing-masing 5%. EMLA dioleskan dikulit intak 1-2 jam sebelum tindakan untuk mengurangi nyeri akibat kanulasi pada vena atau arteri atau untuk miringotomi pada anak, mencabut bulu halus atau buang tato. Tidak dianjurkan untuk mukosa atau kulit terluka.

F. Ropivakain (naropin) dan levobupivakain (chirokain)
Mirip dengan bupivakain dan mempunyai indikasi yang sama dalam kegunaanya,yaitu ketika anastesi dengan durasi panjang dibutuhkan. Seperti bupivakain, ropivakain disimpan dalam sediaan botol kecil. Kedua obat tersebut merupakan isomer bagian kiri dari bupivakain. Keuntungannya dibandingkan dengan bupivakain adalah zat ini lebih rendah kardiotoksisitas. Zat ini tersedia dalam beberapa formulasi. Konsentrasi 0,5% (dengan atau tanpa epineprin), 0,75% , dan 1% telah digunakan pada bidang kedokteran gigi. Ketika digunakan pada praktek medis khasiat dari ropivakain sama-sama efektif, baik menggunakan epineprin maupun tidak. Pada dunia kedokteran gigi penambahan epineprin meningkatkan efek anestesia dari ropivakain. Konsentrasi efektif minimal 0.25%8.

G. Amethokain
Ametokain tidak diadministrasikan melalui injeksi karena memiliki efek toksik. Zat ini diedarkan dengan sediaan topikal berkadar 4% untuk kulit, dan dapat digunakan sebagai sedasi intravena (premedikasi) atau pada anestesi general6.

H. Felipresin
Felipresin adalah oktapeptid sintetik, yang sangat mirip dengan hormon pituitari vasopresin. Zat ini ditambahkan pada anestesi lokal pada kedokteran gigi dalam konsentrasi 0,03 IU/mL (0,54µg/mL). Felipresin penggunaanya tidak sebagus vasokonstriktor epineprin, karena tidak bisa mengontrol hemoragi secara efektif7.

I. Dibukain
Derivat kuinolin merupakan anestetik lokal yang paling kuat, paling toksik dan mempunyai masa kerja panjang. Dibandingkan dengan prokain, dibukain kira-kira 15x lebih kuat dan toksik dengan masa kerja 3x lebih panjang. Sebagai preparat suntik, dibukain sudah tidak ditemukan lagi, kecuali untuk anestesia spinal. Umumnya tersedia dalam bentuk krim 0,5% atau salep 1% 6.

J. Mepivakain HCL
Anestetik lokal golongan amida ini sifat farmakologiknya mirip lidokain. Mepivakain ini digunakan untuk anestesia infiltrasi, blokade saraf regional dan anestesia spinal. Sediaan untuk suntikan berupa larutan 1 ; 1,5 dan 2%. Mepivakain lebih toksik terhadap neonatus dan karenanya tidak digunakan untuk anestesia obstetrik. Pada orang dewasa indeks terapinya lebih tinggi daripada lidokain. Mula kerjanya hampir sama dengan lidokain, tetapi lama kerjanya lebih panjang sekitar 20%. Mepivakain tidak efektif sebagai anestetik topikal8.

K. Tetrakain
Tetrakain adalah derivat asam para-aminobenzoat. Pada pemberian intravena, zat ini 10 kali lebih aktif dan lebih toksik daripada prokain. Obat ini digunakan untuk segala macam anestesia, untuk pemakaian topilak pada mata digunakan larutan tetrakain 0.5%, untuk hidung dan tenggorok larutan 2%. Pada anestesia spinal, dosis total 10-20mg. Tetrakain memerlukan dosis yang besar dan mula kerjanya lambat, dimetabolisme lambat sehingga berpotensi toksik. Namun bila diperlukan masa kerja yang panjang anestesia spinal, digunakan tetrakain9.

L. Prilokain HCl
Anestetik lokal golongan amida ini efek farmakologiknya mirip lidokain, tetapi mula kerja dan masa kerjanya lebih lama. Efek vasodilatasinya lebih kecil daripada lidokain, sehingga tidak memerlukan vasokonstriktor. Toksisitas terhadap SSP lebih ringan, penggunaan intravena blokade regional lebih aman. Prilokain juga menimbulkan kantuk seperti lidokain. Sifat toksik yang unik dari prilokain HCl yaitu dapat menimbulkan methemoglobinemia, hal ini disebabkan oleh kedua metabolit prilokain yaitu orto-toluidin dan nitroso-toluidin. Methemoglobinemia ini umum terjadi pada pemberian dosis total melebihi 8 mg/kgBB. Efek ini membatasi penggunaannya pada neonatus dan anestesia obstetrik. Anestetik ini digunakan untuk berbagai macam anestesia suntikan dengan sediaan berkadar 1,0; 2,0; dan 3,0% 8.

M. Benzokain
           Absorbsi lambat karena sukar larut dalam air sehingga relatif tidak toksik. Benzokain dapat digunakan langsung pada luka dengan ulserasi secara topikal dan menimbulkan anestesia yang cukup lama. Sediaannya berupa salep dan supposutoria


PENANGANAN KEGAWATDARURATAN RESPIRASI
Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga sistem pernafasan tidak mampu memenuhi metabolisme tubuh. Sumbatan jalan nafas merupakan salah satu penyebab kematian utama yang kemungkinan masih dapat diatasi. Penolong harus dapat mengenal tanda-tanda dan gejala-gejala sumbatan jalan nafas dan menanganinya dengan cepat walaupun tanpa menggunakan alat yang canggih.
Sumbatan jalan nafas dapat dijumpai baik di dalam rumah sakit maupun di luar rumah sakit. Di luar rumah sakit misalnya penderita tersedak makanan padat sehingga tersumbat jalan nafasnya, sedangkan di dalam rumah sakit misalnya penderita tidak puasa sewaktu akan dilaksanakan pembedahan sehingga dapat terjadi aspirasi yang dapat menyumbat jalan nafasnya.



2.1 Definisi
Resusitasi adalah daya upaya untuk mengembalikan fungsi hidup dan kesadaran dari seseorang yang sudah mendekati kematian5. Resusitasi paru adalah tindakan dan bantuan untuk mengembalikan fungsi paru yang telah gagal.

2.2 Fisiologi pernafasan
Respirasi ialah pertukaran gas-gas antara organisme hidup dalam lingkungan sekitarnya. Pada manusia dikenal dua macam respirasi yaitu eksternal dan internal. Respirasi eksternal ialah pertukaran gas-gas antara darah dan udara sekitarnya. Pertukaran ini meliputi beberapa proses yaitu:
1.      Ventilasi: proses masuk udara sekitar dan pembagian udara tersebut ke alveoli
2.      Distribusi: distribusi dan pencampuran molekul-molekul gas intrapulmoner
3.      Difusi: masuknya gas-gas menembus selaput alveolo-kapiler
4.      Perfusi: pengambilan gas-gas oleh aliran darah kapiler paru yang adekuat.

Respirasi internal ialah pertukaran gas-gas antara darah dan jaringan. Pertukaran ini meliputi beberapa proses yaitu:
1.      Efisiensi kardiosirkulasi dalam darah kaya oksigen
2.      Distribusi kapiler
3.      Difusi, perjalanan gas ke ruang interstitial dan menembus dinding sel
4.      Metabolisme sel yang melibatkan enzim
Fungsi utama respirasi ialah pertukaran O2 dan CO2 antara darah dan udara pernafasan. Fungsi tambahan ialah pengendalian keseimbangan asam basa, metabolism hormon, dan pembuangan partikel. Paru ialah satu-satunya organ tubuh yang menerima darah dari seluruh curah jantung.

Secara anatomis sistem respirasi dibagi menjadi bagian atas (upper) terdiri dari hidung, ruang hidung, sinus paranasalis, dan faring yang berfungsi menjaring, menghangatkan, dan melembabkan udara yang masuk ke saluran pernapasan dan bagian bawah (lower) terdiri dari laring, trakea, bronki, bronkioli, dan alveoli.
Secara fisiologis sistem respirasi dibagi menjadi bagian konduksi dari ruang hidung sampai bronkioli terminalis dan bagian respirasi terdiri dari brokioli respiratorius sampai alveoli. Paru kanan terdiri dari tiga lobus (atas, tengah, dan bawah) dan paru kiri dua lobus (atas dan bawah).

2.2.1 Pengangkutan oksigen dan karbon dioksida
Oksigen berdifusi dari bagian konduksi paru ke bagian respirasi paru sampai ke alveoli. Setelah O2 menembus epitel alveoli, membran basalis dan endotel kapiler, dalam darah sebagian besar O2 bergabung dengan hemoglobin (97%) dan sisanya larut dalam plasma (3%).
Dalam keadaan normal 100 ml darah yang meninggalkan kapiler alveoli mengangkut 20 ml O2. Rata-rata dewasa muda normal membutuhkan O2 setiap menitnya 225 ml. oksigen yang masuk ke dalam darah dari alveoli sebagian besar diikat oleh Hb dan sisanya larut dalam plasma:
O2 + Hb ↔ HB O2                        (97%)
O2 + Plasma ↔ Larut                    (3%)
Jika semua molekul Hb mengikat O2 secara penuh, maka saturasinya 100%. Jika kemampuan setiap molekul Hb hanya mengikat 2 molekul O2, maka saturasinya 50%. Karbon dioksida adalah hasil metabolisme aerobik dalam jaringan perifer dan produksinya bergantung jenis makanan yang dikonsumsi. Dalam darah sebagian besar CO2 (70%) diangkut dan diubah menjadi asam karbonat dengan bantuan enzim carbonic anhydrase (CA). sebagian kecil CO2 diikat oleh Hb dalam sel eritrosit. Sisa CO2 (23%) larut dalam plasma.
2.2.2 Pengaruh anesthesia pada respirasi
Efek penekan dari obet anestetik dan pelumpuh otot lurik terhadap respirasi telah dikenal sejak dulu ketika kedalaman, karakter dan kecepatan respirasi dikenal sebagai tanda klinis yang bermanfaat terhadat kedalaman anesthesia.
Zat-zat anestitik intravena dan abar (volatile) serta opioid semuanya menekan pernapasan dan menurunkan respon terhadap CO2. Respons ini tidak seragam, opioid mengurangi laju pernapasan, zat abar trikloretilen meningkatkan laju pernapasan. Hiperkapnia atau hiperkarbia (PaCO2 dalam darah arteri meningkat) merangsang kemoreseptor di badan aorta dan karotis dan diteruskan ke pusat napas, terjadilah napas dalam dan cepat (hiperventilasi). Sebaliknya hipokapnia atau hipokarbia (PaCO2 dalam darah arteri menurun) menghambat kemoreseptor di badan aorta dan karotis dan diteruskan ke pusat napas, terjadilah nafas dangkal dan lambat (hipoventilasi).
Induksi anestesi akan menurunkan kapasitas sisa fungsional (fungsional residual volume), mungkin karena pergeseran diafragma ke atas, apalagi setelah pemberian pelumpuh otot. Menggigilk pasca anesthesia akan meningkatkan konsumsi O2.
Pada perokok berat mukosa jalan nafas mudah terangsang, produksi lendir meningkat, darahnya mengandung HbCO2 kira-kira 10% dan kemampuan Hb mengikat O2 menurun sampai 25%. Nikotin akan menyebabkan takikardia dan hipertensi.

     2.2.3  Volum statik dan kapasitas paru
1.      Volume tidal, yaitu volume udara inspirasi atau ekspirasi pada setiap daur napas tenang. Dewasa ±500 ml.
2.      Volume cadangan inspirasi, yaitu volume maksimal udara yang dapatr diinspirasi setelah akhir ekspirasi tenang. Dewasa ±1500 ml.
3.      Volume cadangan ekspirasi, yaitu volume maksimal udara yang dapat diekspirasi setelah akhir ekspirasi tenang. Dewasa ±1200 ml.
4.      Volume sisa, yaitu volume udara yang tersisa dalam paru setelah akhir ekspirasi maksimal. Dewasa ±2100 ml.
5.      Kapasitas inspirasi, yaitu volume maksimal udara yang dapat diinspirasi setelah akhir ekspirasi tenang. Dewasa ±2000 ml.
6.      Kapasitas sisa fungsional, yaitu volume udara yang tersisa dalam paru setelah ekspirasi tenang. Dewasa ±3300 ml.
7.      Kapasitas vital, yaitu volume maksimal udara yang dapat diekspirasi dengan usaha maksimal setelah inspirasi maksimal. Dewasa ±3200 ml.
8.      Kapasitas paru total, yaitu volume udara dalam paru setelah akhir inspirasi maksimal. Dewasa ± 5300 ml.

Fungsi paru:
1.      Membuang CO2 dan mengambil O2 untuk metabolisme tubuh
2.      Mempertahankan pH darah
3.      Mempertahankan keseimbangan suhu tubuh dan kadar H2O
4.      Komponen fonasi suara



2.3 Kegawat daruratan dalam sistem respirasi
            Kegawat daruratan dalam sistem respirasi terbagi menjadi dua jenis yaitu:
1.      kegawatdaruratan pada gangguan jalan napas (airway)
2.      kegawatdaruratan pada gangguan ventilasi (breathing)

2.3.1 Kegawat daruratan pada gangguan jalan napas (airway)
Obstruksi jalan napas
Tanda-tanda sumbatan jalan napas2
Pada keadaan penderita yang masih bernafas, mengenali ada tidaknya sumbatan jalan napas dapat dilakukan dengan cara lihat (look), dengar (listen), dan raba (feel).
1.      Lihat (look)
Tentukan apakah pasien mengalami agitasi atau penurunan kesadaran. Agitasi menunjukkan kesan adanya hipoksemia yang mungkin disebabkan oleh karena sumbatan jalan napas, sedangkan penurunan kesadaran member kesan adanya hiperkarbia yang mungkin disebabkan oleh hipoventilasi akibat sumbatan jalan napas.
Perhatikan juga gerak dada dan perut saat bernapas, normalnya pada posisi berbaring waktu inspirasi dinding dada dan dinding perut bergerak keatas dan waktu ekspirasi dinding dada dan dinding perut turun. Pada sumbatan jalan napas total dan parsial berat, waktu inspirasi dinding dada bergerak turun tapi dinding perut bergerak naik sedangkan waktu ekspirasi terjadi sebaliknya. Gerak nafas ini disebut see saw atau rocking respiration.
Adanya retraksi sela iga, supra klavikula atau subkostal merupakan tanda tambahan adanya sumbatan jalan napas. Sianosis yang terlihat di kuku atau bibir menunjukkan adanya hipoksemia akibat oksigenasi yang tidak adekuat. Pada penderita trauma perlu dilihat adanya deformitas daerah maksilofasial atau leher serta adanya gumpalan darah, patah tulang, gigi, dan muntahan yang dapat menyumbat jalan nafas.
2.      Dengar (listen)
Didengar suara nafas dan ada tidaknya suara tambahan. Adanya suara napas tambahan berarti ada sumbatan jalan nafas parsial. Suara nafas tambahan berupa dengkuran (snoring), kumuran (gargling), atau siulan (crowing/stridor). Snoring disebabkan oleh lidah menutup orofaring, gargling karena secret, darah, atau muntahan dan crowing/stridor karena anya penyempitan jalan napas karena spasme, edema, dan pendesakan.
3.       Raba (feel)
Dirabakan hawa ekspresi yang keluar dari lubang hidung atau mulut, dan ada tidaknya getaran di leher waktu bernapas. Adanya getaran di leher menunjukkan sumbatan parsial ringan. Pada penderita trauma perlu diraba apakah ada fraktur di daerah maksilofasial, bagaimana posisi trachea.

Obstruksi jalan napas dapat disebabkan oleh:
1.      lidah menyumbat orofaring1
Pada pasien tidak sadar atau dalam keadaan anestesia posisi terlentang, tonus otot jalan napas atas, otot genioglossus hilang, sehingga lidah akan menyumbat hipofaring dan menyebabkan obstruksi jalan napas baik total atau parsial. Keadaan ini sering terjadi dan harus cepat diketahui dan dikoreksi dengan beberapa cara, misalnya manuver tripel jalan napas (triple airway maneuver), pemasangan alat jalan napas faring (pharyngeal airway), pemasangan alat jalan napas sungkup laring (Laryngeal mask airway), pemasangan pipa trakea (endotracheal tube).

 Manuver tripel jalan napas
1.      Kepala di ekstensikan pada sendi atlanto-oksipital
2.      Mandibula didorong ke depan pada kedua angulus mandibula
3.      Mulut dibuka
Dengan manuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan napas bebas, sehingga gas atau udara lancar masuk ke trakea lewat hidung atau mulut.
Jalan napas faring1
Jika triple manuever kurang berhasil, maka dapat dipasang jalan napas mulut-faring lewat mulut (oropharyngeal airway) atau jalan napas hidung-faring lewat hidung (naso-pharyngeal airway).
Oropharyngeal airway : berbentuk pipa gepeng lengkung seperti huruf C berlubang ditengahnya dengan salah satu ujungnya bertangkai dengan dinding lebih keras untuk mencegah kalau pasien menggigit lubang tetap paten, sehingga aliran udara tetap terjamin.
Naso-pharyngeal airway : berbentuk pipa bulat berlubang tengahnya dibuat dibuat dari bahan karet lateks lembut. Pemasangan harus  hati-hati dan untuk menghindari trauma mukosa hidung pipa diolesi dengan jelly.
Sungkup laring
Sungkup laring (LMA, laryngeal mask airway) ialah alat jalan napas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar berlubang ujung menyerupai sendok yang pinggirnya dapat dikembang-kempiskan seperti balon pada pipa trakea. Tangkai LMA dapat berupa pipa keras  dari polivinil atau lembek dengan spiral untuk menjaga supaya tetap paten.



Dikenal 2 macam sungkup laring:
1.      Sungkup laring standar dengan satu pipa napas.
2.   Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar dan lainnya pipa tambahan yang ujungnya distalnya berhubungan dengan esofagus.
Ukuran
Usia
Berat (kg)
1.0
Neonatus
<3
1.3
Bayi
3-10
2.0
Anak kecil
10-20
2.3
Anak
20-30
3.0
Dewasa kecil
30-40
4.0
Dewasa normal
40-60
5.0
Dewasa besar
>60

Cara pemasangan LMA dapat dilakukan dengan atau tanpa bantuan laringoskop. Sebenarnya  alat ini dibuat dengan tujuan diantaranya supaya dapat dipasanga langsung tanpa bantuan alat dan dapat digunakan jika intubasi trakea diramalkan bakal mendapat kesulitan. Pemasangan hendaknya menunggu anestesia cukup dalam atau menggunakan pelumpuh otot untuk menghindari trauma rongga mulut, faring-laring. Setelah alat terpasang, untuk menghindari pipa napasnya tergigit, maka dapat dipasang gulungan kain kasa (bite block) atau pipa napas mulut faring.

Pipa trakea1
Pipa trakea (endotracheal tube) mengantar gas analgetik langsung kedalam trakea dan biasanya dibuat dari bahan standar polivinil-klorida. Ukuran diameter lubang pipa trakea dalam milimeter. Karena penampang trakea bayi, anak kecil, dan dewasa berbeda, penampang melintang trakea bayi dan anak kecil dibawah usia 5 tahun hampir bulat, sedangkan dewasa seperti huruf D, maka untuk bayi anak digunakan tanpa cuff dan untuk anak besar dewasa dengan cuff, supaya tidak bocor.

Intubasi trakea.
Intubasi trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima glotis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea. Indikasi sangat bervariasi dan umumnya digolongkan sebagai berikut:
1.      Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun.
Kelaianan anatomis, bedah khusus, bedah posisi khusus, pembersihan sekret jalan napas
2.      Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi
Misalnya, saat resusuitasi, memungkinkan penggunaan relaksan dengan efisien, ventilasi jangka panjang.
3.      Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi.

2.      Obstruksi oleh karena cairan2
Muntahan, darah dan sekret di tangani dengan penghisap (suction). Ada 2 macam kateter penghisap yang sering digunakan yaitu rigid tonsil dental suction tip atau soft catheter suction tip. Untuk menghisap rongga mulut dianjurkan memakai yang rigid tonsil/dental tip sedangkan untuk menghisap lewat pipa endotrakeal atau trakheostomi menggunakan yang soft catheter suction tip.
3.      Obstruksi pada pasien sadar2
Penanganan pada obstruksi benda asing pada pasien sadar adalah dengan maneuver back blow dan Heimlich.

2.3.2 Kegawatdaruratan pada Gangguan Ventilasi2
Gagal nafas adalah  ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan tekanan parsial normal O2 dan atau CO2 didalam darah. Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga sistem pernafasan tidak mampu memenuhi metabolisme tubuh.
Jalan napas yang tersumbat akan menyebabkan gangguan ventilasi karena itu langkah yang pertama adalah membuka jalan napasdan menjaganyaaar tetap bebas. Setelah jalan napas bebas tetapi masih ada gangguan ventilasi mak harus dicari penyebab yang lain.
Penyebab lain terutama adalah gangguan pada mekanik ventilasi dan depresi pada susunan saraf pusat.
Untuk inspirasi agar diperoleh volume udara yang cukup diperlukan jalan nafas yang bebas, kekuatan otot respirasi yang kuat, dinding thoraks yang utuh, rongga pleura yang negative dan susunan saraf yang baik.
Bila ada gangguan dari unsur-unsur mekanik di atas maka akan menyebabkan volume inspirasi tidak adekuat, sehingga terjadi hipoventiasi yang mengakibatkan hiperkarbia dan hipoksemia. Hiperkarbia menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak yang akan meningkatkan tekanan intracranial, yang dapat menurunkan kesadaran dan menekan pusat nafas bila disertai hipoksemia keadaan akan makin memburuk. Penekanan pusat nafas akan menurunkan ventilasi. Lingkaran ini harus dipatahkan dengan memberikan ventilasi dan oksigenasi.
Pusat nafas bekerja secara otomatis dan menurut kendali. Oleh karena itu, pada penderita dengan gangguan ventilasi dimana penolonbg belum mampu mnguasai ventilasinya dan masih memerlukan kooperasi dengan pendirita, sebaiknya penderita tidak ditidurkan, tetap dalam keadaan sadar.
Gangguan ventiasi dan oksigenasi juga dapat terjadi akibat kelainan di paru dan kegagalan fungsi paru
Parameter ventilasi:
•         PaCO2 (N: 35-45 mmHg)
•         ETCO2 (N: 25-35 mmHg)
Parameter oksigenasi
•         PaO2 (N: 80-100 mmHg)
•         SaO2 (N: 95-100%)

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 369/MENKES/SK/III/2007 TENTANG STANDAR PROFESI BIDAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 369/MENKES/SK/III/2007
TENTANG
STANDAR PROFESI BIDAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan,dipandang perlu menetapkan Standar Profesi bagi Bidan dengan Keputusan Menteri Kesehatan;
Mengingat :
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4548);
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3547);
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637);
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4090);
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi Dan Praktik Bidan;
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Departemen Kesehatan;
MEMUTUSKAN dan Menetapkan :
Kesatu : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG STANDAR PROFESI BIDAN.
Kedua : Standar Profesi Bidan dimaksud Diktum Kesatu sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
Ketiga : Standar Profesi Bidan sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kedua agar digunakan sebagai pedoman bagi Bidan dalam menjalankan tugas profesinya.
Keempat : Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Keputusan ini dengan mengikutsertakan organisasi profesi terkait, sesuai tugas dan fungsi masing-masing.
Kelima : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.di Jakarta
pada tanggal 27 Maret 2007,MENTERI KESEHATAN,Dr. dr. SITI FADILAH SUPARI, Sp.JP (K)
LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 369/MENKES/SK/III/2007 TANGGAL : 27 Maret 2007.

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, menyangkut fisik, mental, maupun sosial budaya dan ekonomi. Untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal dilakukan berbagai upaya pelayanan kesehatan yang menyeluruh, terarah dan berkesinambungan.
Masalah reproduksi di Indonesia mempunyai dua dimensi. Pertama: yang laten yaitu kematian ibu dan kematian bayi yang masih tinggi akibat bebagai faktor termasuk pelayanan kesehatan yang relatif kurang baik.
Kedua ialah timbulnya penyakit degeneratif yaitu menopause dan kanker. Dalam globalisasi ekonomi kita diperhadapkan pada persaingan global yang semakin ketat yang menuntut kita semua untuk menyiapkan manusia Indonesia yang berkualitas tinggi sebagai generasi penerus bangsa yang harus disiapkan sebaik mungkin secara terencana, terpadu dan berkesinambungan. Upaya tersebut haruslah secara konsisten dilakukan sejak dini yakni sejak janin dalam kandungan, masa bayi dan balita, masa remaja hingga dewasa bahkan sampai usia lanjut. Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki posisi penting dan strategis terutama dalam penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan angka kesakitan dan kematian Bayi (AKB). Bidan memberikan pelayanan kebidanan yang berkesinambungan dan paripurna, berfokus pada aspek pencegahan, promosi dengan berlandaskan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat bersama-sama dengan tenaga kesehatan lainnya untuk senantiasa siap melayani siapa saja yang membutuhkannya, kapan dan dimanapun dia berada. Untuk menjamin kualitas tersebut diperlukan suatu standar profesi sebagai acuan untuk melakukan segala tindakan dan asuhan yang diberikan dalam seluruh aspek pengabdian profesinya kepada individu, keluarga dan masyarakat, baik dari aspek input, proses dan output.



2. Tujuan
a. Menjamin pelayanan yang aman dan berkualitas.
b. Sebagai landasan untuk standarisasi dan perkembangan profesi.
3. Pengertian
a.    Definisi bidan
Ikatan Bidan Indonesia telah menjadi anggota ICM sejak tahun 1956, dengan demikian seluruh kebijakan dan pengembangan profesi kebidanan di Indonesia merujuk dan mempertimbangkan kebijakan ICM.
Definisi bidan menurut International Confederation Of Midwives (ICM) yang dianut dan diadopsi oleh seluruh organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh WHO dan Federation of International Gynecologist Obstetrition (FIGO). Definisi tersebut secara berkala di review dalam pertemuan Internasional / Kongres ICM. Definisi terakhir disusun melalui konggres ICM ke 27, pada bulan Juli tahun 2005 di Brisbane Australia ditetapkan sebagai berikut: Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk melakukan praktik bidan.
Bidan diakui sebagai tenaga professional yang bertanggung-jawab dan akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawatdaruratan. Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini harus mencakup pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta dapat meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan asuhan anak. Bidan dapat praktik diberbagai tatanan pelayanan, termasuk di rumah, masyarakat, Rumah Sakit, klinik atau unit kesehatan lainnya.
b.    Pengertian Bidan Indonesia
Dengan memperhatikan aspek sosial budaya dan kondisi masyarakat Indonesia, maka Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menetapkan bahwa bidan Indonesia adalah: seorang perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan. Bidan diakui sebagai tenaga professional yang bertanggung-awab dan akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawatdaruratan.
c.    Kebidanan/Midwifery
Kebidanan adalah satu bidang ilmu yang mempelajari keilmuan dan seni yang mempersiapkan kehamilan, menolong persalinan, nifas dan menyusui, masa interval dan pengaturan kesuburan, klimakterium dan menopause, bayi baru lahir dan balita, fungsi–fungsi reproduksi manusia serta memberikan  bantuan/dukungan pada perempuan, keluarga dan komunitasnya.
d.    Pelayanan Kebidanan (Midwifery Service)
Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan yang telah terdaftar (teregister) yang dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau rujukan.


e.    Praktik Kebidanan
Praktik Kebidanan adalah implementasi dari ilmu kebidanan oleh bidan yang bersifat otonom, kepada perempuan, keluarga dan komunitasnya, didasari etika dan kode etik bidan.
f.    Manajemen Asuhan Kebidanan
Manajemen Asuhan Kebidanan adalah pendekatan dan kerangka pikir yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengumpulan data, analisa data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
g.    Asuhan Kebidanan
Asuhan kebidanan adalah proses pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan Adalah penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan/masalah dalam bidang kesehatan ibu masa hamil, masa persalinan, nifas, bayi setelah lahir serta keluarga berencana.
4. Paradigma Kebidanan
Bidan dalam bekerja memberikan pelayanan keprofesiannya berpegang pada paradigma, berupa pandangan terhadap manusia / perempuan, lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan / kebidanan dan keturunan.
a.  Perempuan
Perempuan sebagimana halnya manusia adalah mahluk bio-psikososio- kultural yang utuh dan unik, mempunyai kebutuhan dasar yang unik, dan bermacam-macam sesuai dengan tingkat perkembangan. Perempuan sebagai penerus generasi, sehingga keberadaan perempuan yang sehat jasmani, rohani, dan sosial sangat diperlukan. Perempuan sebagai sumber daya insani merupakan pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Kualitas manusia sangat ditentukan oleh keberadaan/kondisi perempuan/Ibu dalam keluarga. Para perempuan di masyarakat adalah penggerak dan pelopor peningkatan kesejahteraan keluarga.
b. Lingkungan
Lingkungan merupakan semua yang terlibat dalam interaksi individu pada waktu melaksanakan aktifitasnya, baik lingkungan fisik, psikososial, biologis maupun budaya. Lingkungan psikososial meliputi keluarga, kelompok, komunitas dan masyarakat. Ibu selalu terlibat dalam interaksi keluarga, kelompok, komunitas, dan masyarakat.
Masyarakat merupakan kelompok paling penting dan kompleks yang telah dibentuk oleh manusia sebagai lingkungan sosial yang terdiri dari individu, keluarga dan komunitas yang mempunyai tujuan dan sistem nilai.
Perempuan merupakan bagian dari anggota keluarga dari unit komunitas. Keluarga yang dalam fungsinya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan di mana dia berada. Keluarga dapat menunjang kebutuhan sehari-hari dan memberikan dukungan emosional kepada ibu sepanjang siklus kehidupannya. Keadaan sosial ekonomi, pendidikan, kebudayaan dan lokasi tempat tinggal keluarga sangat menentukan derajat kesehatan reproduksi perempuan.
c. Perilaku
Perilaku merupakan hasil seluruh pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan.
d. Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan yang telah terdaftar (teregister) yang dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau rujukan.
Pelayanan Kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, yang diarahkan untuk mewujudkan kesehatan keluarga, sesuai dengan kewenangan dalam rangka tercapainya keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
Sasaran pelayanan kebidanan adalah individu, keluarga, dan masyarakat yang meliputi upaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan dan pemulihan pelayanan kebidanan dapat dibedakan menjadi :
Layanan Primer ialah layanan bidan yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab bidan.
Layanan Kolaborasi adalah layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota timyang kegiatannya dilakukan secara bersamaan atau sebagai salah satu dari sebuah proses kegiatan pelayanan kesehatan.
Layanan Rujukan adalah layanan yang dilakukan oleh bidan dalam rangka rujukan ke sistem layanan yang lebih tinggi atau sebaliknya yaitu pelayanan yang dilakukan oleh bidan dalam menerima rujukan dari dukun yang menolong persalinan, juga layanan yang dilakukan oleh bidan ke tempat/ fasilitas pelayanan kesehatan lain secara horizontal maupun vertikal atau meningkatkan keamanan dan kesejahteraan ibu serta bayinya.
e. Keturunan
Keturunan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas manusia. Manusia yang sehat dilahirkan oleh ibu yang sehat.
5. Falsafah Kebidanan
Dalam menjalankan perannya bidan memiliki keyakinan yang dijadikan panduan dalam memberikan asuhan. Keyakinan tersebut meliputi :
a. Keyakinan tentang kehamilan dan persalinan. Hamil dan bersalin merupakan suatu  proses alamiah dan bukan penyakit.
b. Keyakinan tentang Perempuan. Setiap perempuan adalah pribadi yang unik mempunyai hak, kebutuhan, keinginan masing-masing. Oleh sebab itu perempuan harus berpartisipasi aktif dalam setiap asuhan yang diterimanya.
c. Keyakinan fungsi Profesi dan manfaatnya. Fungsi utama profesi bidan adalah mengupayakan kesejahteraan ibu dan bayinya, proses fisiologis harus dihargai, didukung dan dipertahankan. Bila timbul penyulit, dapat menggunakan teknologi tepat guna dan rujukan yang efektif, untuk memastikan kesejahteraan perempuan dan janin/bayinya.
d. Keyakinan tentang pemberdayaan perempuan dan membuat keputusan. Perempuan harus diberdayakan untuk mengambil keputusan tentang kesehatan diri dan keluarganya melalui komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) dan konseling. Pengambilan keputusan merupakan tanggung jawab bersama antara perempuan, keluarga dan pemberi asuhan.
e. Keyakinan tentang tujuan Asuhan. Tujuan utama asuhan kebidanan untuk menyelamatkan ibu dan bayi (mengurangi kesakitan dan kematian). Asuhan kebidanan berfokus pada: pencegahan, promosi kesehatan yang bersifat holistik, diberikan dengan cara yang kreatif dan fleksibel, suportif, peduli; bimbingan, monitor dan pendidikan berpusat pada perempuan; asuhan berkesinambungan, sesuai keinginan dan tidak otoriter serta menghormati pilihan perempuan.
f. Keyakinan tentang Kolaborasi dan Kemitraan. Praktik kebidanan dilakukan dengan menempatkan perempuan sebagai partner dengan pemahaman holistik terhadap perempuan, sebagai satu kesatuan fisik, psikis,
emosional, sosial, budaya, spiritual serta pengalaman reproduksinya. Bidan memiliki otonomi penuh dalam praktiknya yang berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya.
g. Sebagai Profesi bidan mempunyai pandangan hidup Pancasila, seorang bidan menganut filosofis yang mempunyai keyakinan didalam dirinya bahwa semua manusia adalah mahluk bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual yang unik merupakan satu kesatuan jasmani dan rohani yang utuh dan tidak ada individu yang sama.
h. Bidan berkeyakinan bahwa setiap individu berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang aman dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan dan perbedaan kebudayaan. Setiap individu berhak menentukan nasib sendiri dan mendapatkan informasi yang cukup dan untuk berperan disegala aspek pemeliharaan kesehatannya.
i. Setiap individu berhak untuk dilahirkan secara sehat, untuk itu maka setiap wanita usia subur, ibu hamil, melahirkan dan bayinya berhak mendapat pelayanan yang berkualitas.
j. Pengalaman melahirkan anak merupakan tugas perkembangan keluarga, yang membutuhkan persiapan sampai anak menginjak masa masa remaja.
k. Keluarga-keluarga yang berada di suatu wilayah/daerah membentuk masyarakat kumpulan dan masyarakat Indonesia terhimpun didalam satu kesatuan bangsa Indonesia. Manusia terbentuk karena adanya interaksi antara manusia dan budaya dalam lingkungan yang bersifat dinamis mempunyai tujuan dan nilai-nilai yang terorganisir.
6. Ruang Lingkup Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan berfokus pada upaya pencegahan, promosi kesehatan, pertolongan persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, melaksanakan tindakan asuhan sesuai dengan kewenangan atau bantuan lain jika diperlukan, serta melaksanakan tindakan kegawat daruratan.
Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini harus mencakup pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta dapat meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan asuhan anak.
Bidan dapat praktik diberbagai tatanan pelayanan, termasuk di rumah, masyarakat, Rumah Sakit, klinik atau unit kesehatan lainnya.


7. Kualifikasi Pendidikan
a. Lulusan pendidikan bidan sebelum tahun 2000 dan Diploma III kebidanan, merupakan bidan pelaksana, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan.
b. Lulusan pendidikan bidan setingkat Diploma IV / S1 merupakan bidan professional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan. Mereka dapat berperan sebagai pemberi layanan, pengelola, dan pendidik.
c. Lulusan pendidikan bidan setingkat S2 dan S3, merupakan bidan profesional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan. Mereka dapat berperan sebagai pemberi layanan, pengelola, pendidik, peneliti, pengembang dan konsultan dalam pendidikan bidan maupun sistem/ ketatalaksanaan pelayanan kesehatan secara universal.











B.STANDAR KOMPETENSI BIDAN.
Kompetensi ke 1 : Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan dan keterampilan dari ilmu-ilmu sosial, kesehatan masyarakat dan etik yang membentuk dasar dari asuhan yang bermutu tinggi sesuai dengan budaya, untuk wanita, bayi baru lahir dan keluarganya.
Pengetahuan dan Keterampilan Dasar :
1.    Kebudayaan dasar masyarakat di Indonesia.
2.    Keuntungan dan kerugian praktik kesehatan tradisional dan modern.
3.    Sarana tanda bahaya serta transportasi kegawat-daruratan bagi anggota masyarakat yang sakit yang membutuhkan asuhan tambahan.
4.    Penyebab langsung maupun tidak langsung kematian dan kesakitan ibu dan bayi di masyarakat.
5.    Advokasi dan strategi pemberdayaan wanita dalam mempromosikan hak-haknya yang diperlukan untuk mencapai kesehatan yang optimal (kesehatan dalam memperoleh pelayanan kebidanan).
6.    Keuntungan dan resiko dari tatanan tempat bersalin yang tersedia.
7.    Advokasi bagi wanita agar bersalin dengan aman.
8.    Masyarakat keadaan kesehatan lingkungan, termasuk penyediaan air, perumahan, resiko lingkungan, makanan, dan ancaman umum bagi kesehatan.
9.    Standar profesi dan praktik kebidanan.
Pengetahuan dan Keterampilan Tambahan :
1.    Epidemiologi, sanitasi, diagnosa masyarakat dan vital statistik.
2.    Infrastruktur kesehatan setempat dan nasional, serta bagaimana mengakses sumberdaya yang dibutuhkan untuk asuhan kebidanan.
3.    Primary Health Care (PHC) berbasis di masyarakat dengan menggunakan promosi kesehatan serta strategi penvegahan penyakit.
4.    Program imunisasi nasional dan akses untuk pelayanan imunisasi.


Perilaku Profesional Bidan :
1.    Berpegang teguh pada filosofi, etika profesi dan aspek legal.
2.    Bertanggung jawab dan mempertanggung jawabkan keputusan klinis yang dibuatnya.
3.    Senantiasa mengikuti perkembangan pengetahuan dan keterampilan mutakhir.
4.    Menggunakan cara pencegahan universal untuk penyakit, penularan dan strategis dan pengendalian infeksi.
5.    Melakukan konsultasi dan rujukan yang tepat dalam memberikan asuhan kebidanan.
6.    Menghargai budaya setempat sehubungan dengan praktik kesehatan, kehamilan, kelahiran, periode pasca persalinan, bayi baru lahir dan anak.
7.    Menggunakan model kemitraan dalam bekerja sama dengan kaum wanita/ibu agar mereka dapat menentukan pilihan yang telah diinformasikan tentang semua aspek asuhan, meminta persetujuan secara tertulis supaya mereka bertanggung jawab atas kesehatannya sendiri.
8.    Menggunakan keterampilan mendengar dan memfasilitasi.
9.    Bekerjasama dengan petugas kesehatan lain untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada ibu dan keluarga.
10.    Advokasi terhadap pilihan ibu dalam tatanan pelayanan.
PRA KONSEPSI, KB, DAN GINEKOLOGI.
Kompetensi ke-2 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, pendidikan kesehatan yang tanggap terhadap budaya dan pelayanan menyeluruh dimasyarakat dalam rangka untuk meningkatkan kehidupan keluarga yang sehat, perencanaan kehamilan dan kesiapan menjadi orang tua.
Pengetahuan Dasar :
1.    Pertumbuhan dan perkembangan seksualitas dan aktivitas seksual.
2.    Anatomi dan fisiologi pria dan wanita yang berhubungan dengan konsepsi dan reproduksi.
3.    Norma dan praktik budaya dalam kehidupan seksualitas dan kemampuan bereproduksi.
4.    Komponen riwayat kesehatan, riwayat keluarga, dan riwayat genetik yang relevan.
5.    Pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk mengevaluasi potensi kehamilan yang sehat.
6.    Berbagai metode alamiah untuk menjarangkan kehamilan dan metode lain yang bersifat tradisional yang lazim digunakan.
7.    Jenis, indikasi, cara pemberian, cara pencabutan dan efek samping berbagai kontrasepsi yang digunakan antara lain pil, suntik, AKDR, alat kontrasepsi bawah kulit (AKBK), kondom, tablet vagina dan tisu vagina.
8.    Metode konseling bagi wanita dalam memilih suatu metode kontrasepsi.
9.    Penyuluhan kesehatan mengenai IMS, HIV/AIDS dan kelangsungan hidup anak.
10.    Tanda dan gejala infeksi saluran kemih dan penyakit menular seksual yang lazim terjadi.
Pengetahuan Tambahan :
1.    Faktor-faktor yang menentukan dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan kehamilan yang tidak diinginkan dan tidak direncanakan.
2.    Indikator penyakit akut dan kronis yang dipengaruhi oleh kondisi geografis, dan proses rujukan pemeriksaan/pengobatan lebih lanjut.
3.    Indikator dan metode konseling/rujukan terhadap gangguan hubungan interpersonal, termasuk kekerasan dan pelecehan dalam keluarga (seks, fisik dan emosi).
Keterampilan Dasar :
1.    Mengumpulkan data tentang riwayat kesehatan yang lengkap.
2.    Melakukan pemeriksaan fisik yang berfokus sesuai dengan kondisi wanita.
3.    Menetapkan dan atau melaksanakan dan menyimpulkan hasil pemeriksaan laboratorium seperti hematokrit dan analisa urine.
4.    Melaksanakan pendidikan kesehatan dan keterampilan konseling dasar dengan tepat.
5.    Memberikan pelayanan KB yang tersedia sesuai kewenangan dan budaya masyarakat.
6.    Melakukan pemeriksaan berkala akseptor KB dan melakukan intervensi sesuai kebutuhan.
7.    Mendokumentasikan temuan-temuan dari intervensi yang ditemukan.
8.    Melakukan pemasangan AKDR.
9.    Melakukan pencabutan AKDR dengan letak normal.
Keterampilan Tambahan :
1.    Melakukan pemasangan AKBK.
2.    Melakukan pencabutan AKBK dengan letak normal.
ASUHAN DAN KONSELING SELAMA KEHAMILAN.
Kompetensi ke-3 : Bidan memberi asuhan antenatal bermutu tinggi untuk mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang meliputi: deteksi dini, pengobatan atau rujukan dari komplikasi tertentu.
Pengetahuan Dasar :
1.    Anatomi dan fisiologi tubuh manusia.
2.    Siklus menstruasi dan proses konsepsi.
3.    Tumbuh kembang janin dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
4.    Tanda-tanda dan gejala kehamilan.
5.    Mendiagnosa kehamilan.
6.    Perkembangan normal kehamilan.
7.    Komponen riwayat kesehatan.
8.    Komponen pemeriksaan fisik yang terfokus selama antenatal.
9.    Menentukan umur kehamilan dari riwayat menstruasi, pembesaran dan/atau tinggi fundus uteri.
10.    Mengenal tanda dan gejala anemia ringan dan berat, hyperemesis gravidarum, kehamilan ektopik terganggu, abortus imminen, molahydatidosa dan komplikasinya, dan kehamilan ganda, kelainan letak serta pre eklamsia.
11.    Nilai Normal dari pemeriksaan laboratorium seperti Haemaglobin dalam darah, test gula, protein, acetone dan bakteri dalam urine.
12.    Perkembangan normal dari kehamilan: perubahan bentuk fisik, ketidaknyamanan yang lazim, pertumbuhan fundus uteri yang diharapkan.
13.    Perubahan psikologis yang normal dalam kehamilan dan dampak kehamilan terhadap keluarga.
14.    Penyuluhan dalam kehamilan, perubahan fisik, perawatan buah dada ketidaknyamanan, kebersihan, seksualitas, nutrisi, pekerjaan dan aktifitas (senam hamil).
15.    Kebutuhan nutrisi bagi wanita hamil dan janin.
16.    Penata laksanaan immunisasi pada wanita hamil.
17.    Pertumbuhan dan perkembangan janin.
18.    Persiapan persalinan, kelahiran, dan menjadi orang tua.
19.    Persiapan keadaan dan rumah/keluarga untuk menyambut kelahiran bayi.
20.    Tanda-tanda dimulainya persalinan.
21.    Promosi dan dukungan pada ibu menyusukan.
22.    Teknik relaksasi dan strategi meringankan nyeri pada persiapan persalinan dan kelahiran.
23.    Mendokumentasikan temuan dan asuhan yang diberikan.
24.    Mengurangi ketidaknyamanan selama masa kehamilan.
25.    Penggunaan obat-obat tradisional ramuan yang aman untuk mengurangi ketidaknyamanan selama kehamilan.
26.    Akibat yang ditimbulkan dari merokok, penggunaan alkohol, dan obat terlarang bagi wanita hamil dan janin.
27.    Akibat yang ditimbulkan/ditularkan oleh binatang tertentu terhadap kehamilan, misalnya toxoplasmasmosis.
28.    Tanda dan gejala dari komplikasi kehamilan yang mengancam jiwa seperti pre-eklampsia, perdarahan pervaginam, kelahiran premature, anemia berat.
29.    Kesejahteraan janin termasuk DJJ dan pola aktivitas janin.
30.    Resusitasi kardiopulmonary.
Pengetahuan Tambahan :
1.    Tanda, gejala dan indikasi rujukan pada komplikasi tertentu dalam kehamilan, seperti asma, infeksi HIV, infeksi menular seksual (IMS), diabetes, kelainan jantung, postmatur/serotinus.
2.    Akibat dari penyakit akut dan kronis yang disebut diatas bagi kehamilan dan janinnya.
Keterampilan Dasar :
1.    Mengumpulkan data riwayat kesehatan dan kehamilan serta menganalisanya pada setiap kunjungan/pemeriksaan ibu hamil.
2.    Melaksanakan pemeriksaan fisik umum secara sistematis dan lengkap.
3.    Melaksanakan pemeriksaan abdomen secara lengkap termasuk pengukuran tinggi fundus uteri/posisi/presentasi dan penurunan janin.
4.    Melakukan penilaian pelvic, termasuk ukuran dan struktur tulang panggul.
5.    Menilai keadaan janin selama kehamilan termasuk detak jantung janin dengan menggunakan fetoscope (Pinrad) dan gerakan janin dengan palpasi uterus.
6.    Menghitung usia kehamilan dan menentukan perkiraan persalinan.
7.    Mengkaji status nutrisi ibu hamil dan hubungannya dengan pertumbuhan janin.
8.    Mengkaji kenaikan berat badan ibu dan hubungannya dengan komplikasi kehamilan.
9.    Memberikan penyuluhan pada klien/keluarga mengenai tanda-tanda berbahaya serta bagaimana menghubungi bidan.
10.    Melakukan penatalaksanaan kehamilan dengan anemia ringan, hyperemesis gravidarum tingkat I, abortus imminen dan pre eklamsia ringan.
11.    Menjelaskan dan mendemontrasikan cara mengurangi ketidaknyamanan yang lazim terjadi dalam kehamilan.
12.    Memberikan immunisasi pada ibu hamil.
13.    Mengidentifikasi penyimpangan kehamilan normal dan melakukan penanganan yang tepat termasuk merujuk ke fasilitas pelayanan tepat dari:
a)    Kekurangan gizi.
b)    Pertumbuhan janin yang tidak adekuat: SGA & LGA.
c)    Pre eklamsia berat dan hipertensi.
d)    Perdarahan per-vaginam.
e)    Kehamilan ganda pada janin kehamilan aterm.
f)    Kelainan letak pada janin kehamilan aterm.
g)    Kematian janin.
h)    Adanya adema yang signifikan, sakit kepala yang hebat, gangguan pandangan, nyeri epigastrium yang disebabkan tekanan darah tinggi.
i)    Ketuban pecah sebelum waktu (KPD=Ketuban Pecah Dini).
j)    Persangkaan polyhydramnion.
k)    Diabetes melitus.
l)    Kelainan congenital pada janin.
m)    Hasil laboratorium yang tidak normal.
n)    Persangkaan polyhydramnion, kelainan janin.
o)    Infeksi pada ibu hamil seperti : IMS, vaginitis, infeksi saluran perkemihan dan saluran nafas.
14.    Memberikan bimbingan dan persiapan untuk persalinan, kelahiran dan menjadi orang tua.
15.    Memberikan bimbingan dan penyuluhan mengenai perilaku kesehatan selama hamil seperti nutrisi, latihan (senam), keamanan dan berhenti merokok.
16.    Penggunaan secara aman jamu/obat-obatan tradisional yang tersedia.
Keterampilan Tambahan :
1.    Menggunakan Doppler untuk memantau DJJ.
2.    Memberikan pengobatan dan/atau kolaborasi terhadap penyimpangan dari keadaan normal dengan menggunakan standar local dan sumber daya yang tersedia.
3.    Melaksanakan kemampuan Asuhan Pasca Keguguran.



ASUHAN SELAMA PERSALINAN DAN KELAHIRAN.
Kompetensi ke-4 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin selama persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir.
Pengetahuan Dasar :
1.    Fisiologi persalinan.
2.    Anatomi tengkorak janin, diameter yang penting dan penunjuk.
3.    Aspek psikologis dan cultural pada persalinan dan kelahiran.
4.    Indikator tanda-tanda mulai persalinan.
5.    Kemajuan persalinan normal dan penggunaan partograf atau alat serupa.
6.    Penilaian kesejahteraan janin dalam masa persalinan.
7.    Penilaian kesejahteraan ibu dalam masa persalinan.
8.    Proses penurunan janinmelalui pelvic selama persalinan dan kelahiran.
9.    Pengelolaan dan penatalaksanaan persalinan dengan kehamilan normal dan ganda.
10.    Pemberian kenyamanan dalam persalinan, seperti: kehadiran keluarga pendamping, pengaturan posisi, hidrasi, dukungan moril, pengurangan nyeri tanpa obat.
11.    Transisi bayi baru lahir terhadap kehidupan diluar uterus.
12.    Pemenuhan kebutuhan fisik bayi baru lahir meliputi pernapasan, kehangatan dan memberikan ASI/PASI, eksklusif 6 bulan.
13.    Pentingnya pemenuhan kebutuhan emosional bayi baru lahir, jika memungkinkan antara lain kontak kulit langsung, kontak mata antar bayi dan ibunya bila dimungkinkan.
14.    Mendukung dan meningkatkan pemberian ASI eksklusif.
15.    Manajemen fisiologi kala III.
16.    Memberikan suntikan intra muskuler meliputi: uterotonika, antibiotika dan sedative.
17.    Indikasi tindakan kedaruratan kebidanan seperti: distosia bahu, asfiksia neonatal, retensio plasenta, perdarahan karena atonia uteri dan mengatasi renjatan.
18.    Indikasi tindakan operatif pada persalinan misalnya gawat janin, CPD.
19.    Indikator komplikasi persalinan : perdarahan, partus macet, kelainan presentasi, eklamsia kelelahan ibu, gawat janin, infeksi, ketuban pecah dini tanpa infeksi, distosia karena inersia uteri primer, post term dan pre term serta tali pusat menumbung.
20.    Prinsip manajemen kala III secara fisiologis.
21.    Prinsip manajemen aktif kala III.
Pengetahuan Tambahan :
1.    Penatalaksanaan persalinan dengan malpresentasi.
2.    Pemberian suntikan anestesi local.
3.    Akselerasi dan induksi persalinan.
Keterampilan Dasar :
1.    Mengumpulkan data yang terfokus pada riwayat kebidanan dan tanda-tanda vital ibu pada persalinan sekarang.
2.    Melaksanakan pemeriksaan fisik yang terfokus.
3.    Melakukan pemeriksaan abdomen secara lengkap untuk posisi dan penurunan janin.
4.    Mencatat waktu dan mengkaji kontraksi uterus (lama, kekuatan dan frekuensi).
5.    Melakukan pemeriksaan panggul (pemeriksaan dalam) secara lengkap dan akurat meliputi pembukaan, penurunan, bagian terendah, presentasi, posisi keadaan ketuban, dan proporsi panggul dengan bayi.
6.    Melakukan pemantauan kemajuan persalinan dengan menggunakan partograph.
7.    Memberikan dukungan psikologis bagi wanita dan keluarganya.
8.    Memberikan cairan, nutrisi dan kenyamanan yang kuat selama persalinan.
9.    Mengidentifikasi secara dini kemungkinan pola persalinan abnormal dan kegawat daruratan dengan intervensi yang sesuai dan atau melakukan rujukan dengan tepat waktu.
10.    Melakukan amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4 cm sesuai dengan indikasi.
11.    Menolong kelahiran bayi dengan lilitan tali pusat.
12.    Melakukan episiotomi dan penjahitan, jika diperlukan.
13.    Melaksanakan manajemen fisiologi kala III.
14.    Melaksanakan manajemen aktif kala III.
15.    Memberikan suntikan intra muskuler meliputi uterotonika, antibiotika dan sedative.
16.    Memasang infus, mengambil darah untuk pemeriksaan hemoglobin (HB) dan hematokrit (HT).
17.    Menahan uterus untuk mnecegah terjadinya inverse uteri dalam kala III.
18.    Memeriksa kelengkapan plasenta dan selaputnya.
19.    Memperkirakan jumlah darah yang keluar pada persalinan dengan benar.
20.    Memeriksa robekan vagina, serviks dan perineum.
21.    Menjahit robekan vagina dan perineum tingkat II.
22.    Memberikan pertolongan persalinan abnormal : letak sungsang, partus macet kepada di dasar panggul, ketuban pecah dini tanpa infeksi, post term dan pre term.
23.    Melakukan pengeluaran, plasenta secara manual.
24.    Mengelola perdarahan post partum.
25.    Memindahkan ibu untuk tindakan tambahan/kegawat daruratan dengan tepat waktu sesuai indikasi.
26.    Memberikan lingkungan yang aman dengan meningkatkan hubungan/ikatan tali kasih ibu dan bayi baru lahir.
27.    Memfasilitasi ibu untuk menyusui sesegera mungkin dan mendukung ASI eksklusif.
28.    Mendokumentasikan temuan-temuan yang penting dan intervensi yang dilakukan.
Keterampilan Tambahan :
1.    Menolong kelahiran presentasi muka dengan penempatan dan gerakan tangan yang tepat.
2.    Memberikan suntikan anestesi local jika diperlukan.
3.    Melakukan ekstraksi forcep rendah dan vacum jika diperlukan sesuai kewenangan.
4.    Mengidentifikasi dan mengelola malpresentasi, distosia bahu, gawat janin dan kematian janin dalam kandungan (IUFD) dengan tepat.
5.    Mengidentifikasi dan mengelola tali pusat menumbung.
6.    Mengidentifikasi dan menjahit robekan serviks.
7.    Membuat resep dan atau memberikan obat-obatan untuk mengurangi nyeri jika diperlukan sesuai kewenangan.
8.    Memberikan oksitosin dengan tepat untuk induksi dan akselerasi persalinan dan penanganan perdarahan post partum.
ASUHAN PADA IBU NIFAS DAN MENYUSUI.
Kompetensi ke-5 : Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan mneyusui yang bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya setempat.
Pengetahuan Dasar :
1.    Fisiologis nifas.
2.    Proses involusi dan penyembuhan sesudah persalinan/abortus.
3.    Proses laktasi/menyusui dan teknik menyusui yang benar serta penyimpangan yang lazim terjadi termasuk pembengkakan payudara, abses, masitis, putting susu lecet, putting susu masuk.
4.    Nutrisi ibu nifas, kebutuhan istirahat, aktifitas dan kebutuhan fisiologis lainnya seperti pengosongan kandung kemih.
5.    Kebutuhan nutrisi bayi baru lahir.
6.    Adaptasi psikologis ibu sesudah bersalin dan abortus.
7.    Bonding & Atacchment” orang tua dan bayi baru lahir untuk menciptakan hubungan positif.
8.    Indikator subinvolusi: misalnya perdarahan yang terus-menerus, infeksi.
9.    Indikator masalah-masalah laktasi.
10.    Tanda dan gejala yang mengancam kehidupan misalnya perdarahan pervaginam menetap, sisa plasenta, renjatan (syok) dan pre-eklamsia post partum.
11.    Indikator pada komplikasi tertentu dalam periode post partum, seperti anemia kronis, hematoma vulva, retensi urine dan incontinetia alvi.
12.    Kebutuhan asuhan dan konseling selama dan konseling selama dan sesudah abortus.
13.    Tanda dan gejala komplikasi abortus.
Keterampilan Dasar :
1.    Mengumpulkan data tentang riwayat kesehatan yang terfokus, termasuk keterangan rinci tentang kehamilan, persalinan dan kelahiran.
2.    Melakukan pemeriksaan fisik yang terfokus pada ibu.
3.    Pengkajian involusi uterus serta penyembuhan perlukaan/luka jahitan.
4.    Merumuskan diagnosa masa nifas.
5.    Menyusun perencanaan.
6.    Memulai dan mendukung pemberian ASI eksklusif.
7.    Melaksanakan pendidikan kesehatan pada ibu meliputi perawatan diri sendiri, istirahat, nutrisi dan asuhan bayi baru lahir.
8.    Mengidentifikasi hematoma vulva dan melaksanakan rujukan bilamana perlu.
9.    Mengidentifikasi infeksi pada ibu, mengobati sesuai kewenangan atau merujuk untuk tindakan yang sesuai.
10.    Penatalaksanaan ibu post partum abnormal: sisa plasenta, renjatan dan infeksi ringan.
11.    Melakukan konseling pada ibu tentang seksualitas dan KB pasca persalinan.
12.    Melakukan konseling dan memberikan dukungan untuk wanita pasca persalinan.
13.    Melakukan kolaborasi atau rujukan pada komplikasi tertentu.
14.    Memberikan antibiotika yang sesuai.
15.    Mencatat dan mendokumentasikan temuan-temuan dan intervensi yang dilakukan.
Keterampilan Tambahan :
1.    Melakukan insisi pada hematoma vulva.



ASUHAN PADA BAYI BARU LAHIR.
Kompetensi ke-6 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif pada bayi baru lahir sehat sampai dengan 1 bulan.
Pengetahuan Dasar :
1.    Adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan di luar uterus.
2.    Kebutuhan dasar bayi baru lahir: kebersihan jalan napas, perawatan tali pusat, kehangatan, nutrisi, “bonding & attachment”.
3.    Indikator pengkajian bayi baru lahir, misalnya dari APGAR.
4.    Penampilan dan perilaku bayi baru lahir.
5.    Tumbuh kembang yang normal pada bayi baru lahir selama 1 bulan.
6.    Memberikan immunisasi pada bayi.
7.    Masalah yang lazim terjadi pada bayi baru lahir normal seperti: caput, molding, mongolian spot, hemangioma.
8.    Komplikasi yang lazim terjadi pada bayi baru lahir normal seperti: hypoglikemia, hypotermi, dehidrasi, diare dan infeksi, ikterus.
9.    Promosi kesehatan dan pencegahan penyakit pada bayi baru lahir sampai 1 bulan.
10.    Keuntungan dan resiko immunisasi pada bayi.
11.    Pertumbuhan dan perkembangan bayi premature.
12.    Komplikasi tertentu pada bayi baru lahir, seperti trauma intra-cranial, fraktur clavicula, kematian mendadak, hematoma.
Keterampilan Dasar :
1.    Membersihkan jalan nafas dan memelihara kelancaran pernafasan, dan   merawat tali pusat.
2.    Menjaga kehangatan dan menghindari panas yang berlebihan.
3.    Menilai segera bayi baru lahir seperti nilai APGAR.
4.    Membersihkan badan bayi dan memberikan identitas.
5.    Melakukan pemeriksaan fisik yang terfokus pada bayi baru lahir dan screening untuk menemukan adanya tanda kelainan-kelainan pada bayi baru lahir yang tidak memungkinkan untuk hidup.
6.    Mengatur posisi bayi pada waktu menyusu.
7.    Memberikan immunisasi pada bayi.
8.    Mengajarkan pada orang tua tentang tanda-tanda bahaya dan kapan harus membawa bayi untuk minta pertolongan medik.
9.    Melakukan tindakan pertolongan kegawatdaruratan pada bayi baru lahir, seperti: kesulitan bernafas/asphyksia, hypotermia, hypoglycemi.
10.    Memindahkan secara aman bayi baru lahir ke fasilitas kegawatdaruratan apabila dimungkinkan.
11.    Mendokumentasikan temuan-temuan dan intervensi yang dilakukan.
Keterampilan Tambahan :
1.    Melakukan penilaian masa gestasi.
2.    Mengajarkan pada orang tua tentang pertumbuhan dan perkembangan bayi yang normal dan asuhannya.
3.    Membantu orang tua dan keluarga untuk memperoleh sumber daya yang tersedia di masyarakat.
4.    Memberikan dukungan kepada orang tua selama masa berduka cita sebagai akibat bayi dengan cacat bawaan, keguguran, atau kematian bayi.
5.    Memberikan dukungan kepada orang tua selama bayinya dalam perjalanan rujukan diakibatkan ke fasilitas perawatan kegawatdaruratan.
6.    Memberikan dukungan kepada orang tua dengan kelahiran ganda.





ASUHAN PADA BAYI DAN BALITA.
Kompetensi ke-7 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif pada bayi dan balita sehat (1 bulan – 5 tahun).
Pengetahuan Dasar :
1.    Keadaan kesehatan bayi dan anak di Indonesia, meliputi: angka kesakitan, angka kematian, penyebab kesakitan dan kematian.
2.    Peran dan tanggung jawab orang tua dalam pemeliharaan bayi dan anak.
3.    Pertumbuhan dan perkembangan bayi dan anak normal serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
4.    Kebutuhan fisik dan psikososial anak.
5.    Prinsip dan standar nutrisi pada bayi dan anak. Prinsip-prinsip komunikasi pada bayi dan anak.
6.    Prinsip keselamatan untuk bayi dan anak.
7.    Upaya pencegahan penyakit pada bayi dan anak misalnya pemberian immunisasi.
8.    Masalah-masalah yang lazim terjadi pada bayi normal seperti: gumoh/regurgitasi, diaper rash dll serta penatalaksanaannya.
9.    Penyakit-penyakit yang sering terjadi pada bayi dan anak.
10.    Penyimpangan tumbuh kembang bayi dan anak serta penatalaksanaannya.
11.    Bahaya-bahaya yang sering terjadi pada bayi dan anak di dalam dan luar rumah serta upaya pencegahannya.
12.    Kegawat daruratan pada bayi dan anak serta penatalaksanaannya.
Keterampilan Dasar :
1.    Melaksanakan pemantauan dan menstimulasi tumbuh kembang bayi dan anak.
2.    Melaksanakan penyuluhan pada orang tua tentang pencegahan bahaya-bahaya pada bayi dan anak sesuai dengan usia.
3.    Melaksanakan pemberian immunisasi pada bayi dan anak.
4.    Mengumpulkan data tentang riwayat kesehatan pada bayi dan anak yang terfokus pada gejala.
5.    Melakukan pemeriksaan fisik yang berfokus.
6.    Mengidentifikasi penyakit berdasarkan data dan pemeriksaan fisik.
7.    Melakukan pengobatan sesuai kewenangan, kolaborasi atau merujuk dengan cepat dan tepat sesuai dengan keadaan bayi dan anak.
8.    Menjelaskan kepada orang tua tentang tindakan yang dilakukan.
9.    Melakukan pemeriksaan secara berkala pda bayi dan anak sesuai dengan standar yang berlaku.
10.    Melaksanakan penyuluhan pada orang tua tentang pemeliharaan bayi.
11.    Tepat sesuai keadaan bayi dan anak yang mengalami cidera dari kecelakaan.
12.    Mendokumentasikan temuan-temuan dan intervensi yang dilakukan.
KEBIDANAN KOMUNITAS.
Kompetensi ke-8 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan komperhensif pada keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya setempat.
Pengetahuan Dasar :
1)    Konsep dan sasaran kebidanan komunitas.
2)    Masalah kebidanan komunitas.
3)    Pendekatan asuhan kebidanan pada keluarga, kelompok dari masyarakat.
4)    Strategi pelayanan kebidanan komunitas.
5)    Ruang lingkup pelayanan kebidanan komunitas.
6)    Upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan ibu dan anak dalam keluarga dan masyarakat.
7)    Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan ibu dan anak.
8)    Sistem pelayanan kesehatan ibu dan anak.
Pengetahuan Tambahan :
1)    Kepemimpinan untuk semua (kesuma).
2)    Pemasaran sosial.
3)    Peran serta masyarakat (PSM).
4)    Audit maternal perinatal.
5)    Perilaku kesehatan masyarakat.
6)    Program-program pemerintah yang terkait dengan kesehatan ibu dan anak.
Keterampilan Dasar :
1)    Melakukan pengelolaan pelayanan ibu hamil, nifas, laktasi, bayi balita dan KB di masyarakat.
2)    Mengidentifikasi status kesehatan ibu dan anak.
3)    Melakukan pertolongan persalinan di rumah dan polindes.
4)    Mengelola pondok bersalin desa (polindes).
5)    Melaksanakan kunjungan rumah pada ibu hamil, nifas dan laktasi bayi dan balita.
6)    Melakukan penggerakan dan pembinaan peran serta masyarakat untuk mendukung upaya-upaya kesehatan ibu dan anak.
7)    Melaksanakan penyuluhan dan konseling kesehatan.
8)    Melaksanakan pencatatan dan pelaporan.
Keterampilan Tambahan :
1)    Melakukan pemantauan KIA dengan menggunakan PWS KIA.
2)    Melaksanakan pelatihan dan pembinaan dukun bayi.
3)    Mengelola dan memberikan obat-obatan sesuai dengan kewenangannya.
4)    Menggunakan teknologi kebidanan tepat guna.







ASUHAN PADA IBU/WANITA DENGAN GANGGUAN REPRODUKSI.
Kompetensi ke-9 : Melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan gangguan sistem reproduksi.
Pengetahuan Dasar :
1)    Penyuluhan kesehatan mengenai kesehatan reproduksi, penyakit menular seksual (PMS), HIV/AIDS.
2)    Tanda dan gejala infeksi saluran kemih serta penyakit seksual yang lazim terjadi.
3)    Tanda, gejala, dan penatalaksanaan pada kelainan ginekologi meliputi: keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan haid.
Keterampilan Dasar :
1)    Mengidentifikasi gangguan masalah dan kelainan-kelainan sistem reproduksi.
2)    Memberikan pengobatan pada perdarahan abnormal dan abortus spontan (bila belum sempurna).
3)    Melaksanakan kolaborasi dan atau rujukan secara tepat ada wanita/ibu dengan gangguan system reproduksi.
4)    Memberikan pelayanan dan pengobatan sesuai dengan kewenangan pada gangguan system reproduksi meliputi: keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan haid.
5)    Mikroskop dan penggunaannya.
6)    Teknik pengambilan dan pengiriman sediaan pap smear.
Keterampilan Tambahan :
1)    Menggunakan mikroskop untuk pemeriksaan hapusan vagina.
2)    Mengambil dan proses pengiriman sediaan pap smear.



C.STANDAR PENDIDIKAN BIDAN.
STANDAR I : LEMBAGA PENDIDIKAN.
Lembaga pendidikan kebidanan berada pada suatu institusi pendidikan tinggi.
Definisi Operasional :
Penyelenggara pendidikan kebidanan adalah institusi pendidikan tinggi baik pemerintah  maupun swasta sesuai dengan kaidah-kaidah yang tercantum pada sistim pendidikan nasional.
STANDAR II : FALSAFAH.
Lembaga pendidikan kebidanan mempunyai falsafah yang mencerminkan visi misi dari institusi yang tercermin pada kurikulum.
Definisi Operasional :
1)    Falsafah mencakup kerangka keyakinan dan nilai-nilai mengenai pendidikan kebidanan dan pelayanan kebidanan.
2)    Penyelenggaraan pendidikan mengacu pada sistim pendidikan nasional Indonesia.
STANDAR III : ORGANISASI
Organisasi lembaga pendidikan kebidanan konsisten dengan struktur administrasi dari pendidikan tinggi dan secara jelas menggambarkan jalur-jalur hubungan keorganisasian, tanggung jawab dan garis kerjasama.
Definisi Operasional :
1)    Struktur organisasi pendidikan kebidanan mengacu pada sistem pendidikan nasional.
2)    Ada kejelasan tentang tata hubungan kerja.
3)    Ada uraian tugas untuk masing-masing komponen pada organisasi.

STANDAR IV : SUMBER DAYA PENDIDIKAN.
Sumber daya manusia, finansial dan material dari lembaga pendidikan kebidanan memenuhi persyaratan dalam kualitas maupun kuantitas untuk memperlancar proses pendidikan.
Definisi Operasional :
1)    Dukungan administrasi tercermin pada anggaran dan sumber-sumber untuk program.
2)    Sumber daya teknologi dan lahan praktik cukup dan memenuhi persyaratan untuk mencapai tujuan program.
3)    Persiapan tenaga pendidik dan kependidikan mengacu pada undang-undang sistem pendidikan nasional dan peraturan yang berlaku.
4)    Peran dan tanggung jawab tenaga pendidik dan kependidikan mengacu pada undang-undang dan peraturan yang berlaku.
STANDAR V : POLA PENDIDIKAN KEBIDANAN.
Pola pendidikan kebidanan mengacu kepada undang-undang sistem pendidikan nasional, yang terdiri dari :
1)    Jalur pendidikan vokasi.
2)    Jalur pendidikan akademik.
3)    Jalur pendidikan profesi.
Definisi Operasional :
Pendidikan kebidanan terdiri dari pendidikan diploma, pendidikan sarjana, pendidikan profesi dan pendidikan pasca sarjana.



STANDAR VI : KURIKULUM.
Penyelenggaraan pendidikan menggunakan kurikulum nasional yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang dan organisai profesi serta dikembangkan sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi dan mengacu pada falsafah dan misi dari lembaga pendidikan kebidanan.
Definisi Operasional :
1)    Penyelenggaraan pendidikan berdasarkan pada kurikulum nasional yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen pendidikan nasional dan organisasi profesi serta
2)    Dikembangkan sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi dan mengacu pada falsafah dan misi dari lembaga pendidikan kebidanan. Dalam pelaksanaan pendidikan kurikulum dikembangkan sesuai dengan falsafah dan visi dari institusi pendidikan kebidanan.
STANDAR VII : TUJUAN PENDIDIKAN.
Tujuan dan desain kurikulum pendidikan kebidanan mencerminkan falsafah pendidikan kebidanan dan mempersiapkan perkembangan setiap mahasiswa yang berpotensi khusus.
Definisi Operasional :
1)    Tujuan pendidikan merupakan dasar bagi pengembangan kurikulum pendidikan, pengalaman belajar dan evaluasi.
2)    Tujuan pendidikan selaras dengan perilaku akhir yang ditetapkan.
3)    Kurikulum meliputi kelompok ilmu dasar (alam, sosial, perilaku, humaniora), ilmu biomedik, ilmu kesehatan, dan ilmu kebidanan.
4)    Kurikulum mencerminkan kebutuhan pelayanan kebidanan dan kesehatan masyarakat .
5)    Kurikulum direncanakan sesuai dengan standar praktik kebidanan.
6)    Kurikulum kebidanan menumbuhkan profesionalisme sikap etis, kepemimpinan dan manajemen.
7)    Isi kurikulum dikembangkan sesuai perkembangan teknologi mutakhir.
STANDAR VIII : EVALUASI PENDIDIKAN.
Organisasi profesi ikut serta dalam program evaluasi pendidikan baik internal maupun eksternal.
Definisi Operasional :
1)    Organisasi profesi merupakan bagian dari badan akreditasi yang berwenang.
2)    Dalam proses evaluasi, organisasi profesi menggunakan institusi pelayanan atau yang terkait dengan lahan praktik kebidanan yang telah diakui oleh pihak yang berwenang.
STANDAR IX : LULUSAN.
Lulusan pendidikan bidan mengemban tanggung jawab profesional sesuai dengan tingkat pendidikan.
Definisi Operasional :
1)    Lulusan pendidikan bidan sebelum tahun 2000 dan Diploma III kebidanan, merupakan bidan pelaksana, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan.
2)    Lulusan pendidikan bidan setingkat Diploma IV / S1 merupakan bidan professional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan. Mereka dapat berperan sebagai pemberi layanan, pengelola, dan pendidik.
3)    Lulusan pendidikan bidan setingkat S2 dan S3, merupakan bidan profesional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan. Mereka dapat berperan sebagai pemberi layanan, pengelola, pendidik, peneliti, pengembang dan konsultan dalam pendidikan bidan maupun system/ketata-laksanaan pelayanan kesehatan secara universal.
4)    Lulusan program kebidanan, tingkat master dan doktor melakukan praktik kebidanan lanjut, penelitian, pengembangan, konsultan pendidikan dan ketatalaksanaan pelayanan.
5)    Lulusan wajib berperan aktif dan ikut serta dalam penentuan kebijakan dalam bidang kesehatan.
6)    Lulusan berperan aktif dalam merancang dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan sebagai tanggapan terhadap perkembangan masyarakat.
D.STANDAR PENDIDIKAN BERKELANJUTAN BIDAN.
STANDAR I: ORGANISASI.
Peyelenggaraan Pendidikan Berkelanjutan Bidan berada di bawah organisasi Ikatan Bidan Indonesia (IBI) pada tingkat Pengurus Pusat (PP-IBI), Pengurus Daerah (PD-IBI)dan Pengurus Cabang (PC -IBI)
Definisi Operasional :
1)    Pendidikan berkelanjutan untuk bidan, terdapat dalam organisasi profesi IBI.
2)    Keberadaan pendidikan berkelanjutan bidan dalam organisasi profesi IBI, disahkan oleh PP-IBI/PD-IBI/PC-IBI.
STANDAR II : FALSAFAH.
Pendidikan berkelanjutan untuk bidan mempunyai falsafah yang selaras dengan falsafah organisasi profesi IBI yang terermin visi, misi dan tujuan.
Definisi Operasional :
1)    Bidan harus mengembangkan diri dan belajar sepanjang hidupnya.
2)    Pendidikan berkelanjutan merupakan kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan bidan .
3)    Melalui penelitian dalam Pendidikan Berkelanjutan akan memperkaya Body of Knowledge ilmu kebidanan.

STANDAR III : SUMBER DAYA PENDIDIKAN.
Pendidikan berkelanjutan untuk bidan mempunyai sumber daya manusia, finansial dan material untuk memperlancar proses pendidikan berkelanjutan.
Definisi Operasional :
1)    Memiliki sumber daya manusia yang memenuhi kualifikasi dan mampu melaksanakan / mengelola pendidikan berkelanjutan.
2)    Ada sumber finansial yang menjamin terselenggaranya program.
STANDAR IV : PROGRAM PENDIDIKAN dan PELATIHAN.
Pendidikan berkelanjutan bidan memiliki program pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan sesuai dengan kebutuhan dan pengembangan.
Definisi Operasional :
1)    Program Pendidikan Berkelanjutan bidan berdasarkan hasil pengkajian kelayakan.
2)    Ada program yang sesuai dengan hasil pengkajian kelayakan.
3)    Program tersebut disahkan/ terakreditasi organisasi IBI (PP/PD/PC), yang di buktikan dengan adanya sertifikat.
STANDAR V : FASILITAS.
Pendidikan berkelanjutan bidan memiliki fasilitas pembelajaran yang sesuai dengan standar.
Definisi Operasional :
1)    Tersedia fasilitas pembelajaran yang terakreditasi
2)    Tersedia fasilitas pembelajaran sesuai perkembangan ilmu dan tehnologi.



STANDAR VI : DOKUMEN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN BERKELANJUTAN.
Pendidikan berkelanjutan dan pengembangan bidan perlu pendokumentasian
Definisi Operasional :
1)    Ada dokumentasi pelaksanaan pendidikan, pelatihan dan pengembangan.
2)    Ada laporan pelaksanaan pendidikan, pelatihan dan pengembangan.
3)    Ada laporan evaluasi pendidikan, pelatihan dan pengembangan.
4)    Ada rencana tindak lanjut yang jelas.
STANDAR VII : PENGENDALIAN MUTU.
Pendidika berkelanjutan bidan melaksanakan pengendalian mutu pendidikan, pelatihan dan pengembangan.
Definisi Operasional :
1)    Ada program peningkatan mutu pendidikan, pelatihan dan pengembangan.
2)    Ada penilaian mutu proses pendidikan, pelatihan dan pengembangan
3)    Ada penilaian mutu pendidikan, pelatihan dan pengembangan.
4)    Ada umpan balik tentang penilaian mutu.
5)    Ada tindak lanjut dari penilaian mutu.








E.STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN.
STANDAR I : FALSAFAH DAN TUJUAN.
Pelayanan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan filosofi bidan
Definisi Operasional :
1)    Dalam menjalankan perannya bidan memiliki keyakinan yang dijadikan panduan dalam memberikan asuhan
2)    Tujuan utama asuhan kebidanan untuk menyelamatkan ibu dan bayi (mengurangi kesakitan dan kematian). Asuhan kebidanan berfokus pada promosi persalinan normal, pencegahan penyakit, pencegahan cacad pada ibu dab bayi, promosi kesehatan  yang bersifat holistik, diberikan dengan cara yang kreatif, fleksibel, suportif, peduli, bimbingan, monitor dan pendidikan berpusat pada perempuan. Asuhan berkesinambungan, sesuai keinginan klien dan tidak otoriter serta menghormati pilihan perempuan
STANDAR II : ADMINISTRASI DAN PENGELOLAAN.
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki pedoman pengelolaan, standar pelayanan dan prosedur tetap. Pengelolaan pelayanan yang kondusif, menjamin praktik pelayanan kebidanan yang akurat.
Definisi Operasional :
1)    Ada pedoman pengelolaan pelayanan yang mencerminkan mekanisme kerja di unit pelayanan tersebut yang disahkan oleh pimpinan.
2)    Ada standar pelayanan yang dibuat mengacu pada pedoman standar alat, standar ruangan, standar ketenagaan yang telah tindakan di sahkan oleh pimpinan.
3)    Ada standar prosedur tetap untuk setiap jenis kegiatan/ kebidanan yang di sahkan oleh pimpinan.
4)    Ada rencana/program kerja disetiap institusi pengelolaan yang mengacu ke institusi induk.
5)    Ada bukti tertulis terselenggaranya pertemuan berkala secara teratur, dilengkapi dengan daftar hadir dan notulen rapat.
6)    Ada naskah kerjasama, program praktik dari institusi yang menggunakan  lahan praktik, program pengajaran dan penilaian klinik.
7)    Ada bukti administrasi.
STANDAR III : STAF DAN PIMPINAN.
Pengelola pelayanan kebidanan mempunyai program pengeloaan sumber daya manusia, agar pelayanan kebidanan berjalan efektif dan efisien.
Definisi Operasional :
1)    Tersedia SDM sesuai dengan kebutuhan baik kualifikasi maupun jumlah.
2)    Mempunyai jadwal pengaturan kerja harian.
3)    Ada jadwal dinas sesuai dengan tanggung jawab dan uraian kerja.
4)    Ada jadwal bidan pengganti dengan peran fungsi yang jelas.
5)    Ada data personil yang bertugas di ruangan tersebut.
STANDAR IV : FASILITAS DAN PERALATAN.
Tersedia sarana dan peralatan untuk mendukung pencapaian tujuan pelayanan kebidanan sesuai dengan beban tugasnya dan fungsi institusi pelayanan.
Definisi Operasional :
1)    Tersedia sarana dan peralatan untuk mencapai tujuan pelayanan kebidanan sesuai standar.
2)    Tersedianya peralatan yang sesuai dalam jumlah dan kualitas.
3)    Ada sertifikasi untuk penggunaan alat-alat tertentu.
4)    Ada prosedur permintaan dan penghapusan alat.



STANDAR V : KEBIJAKAN DAN PROSEDUR.
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki kebijakan penyelenggaraan pelayanan dan pembinaan personil menuju pelayanan yang berkualitas.
Definisi Operasional :
1)    Ada kebijakan tertulis tentang prosedur pelayanan dan standar pelayanan yang disahkan oleh pimpinan.
2)    Ada prosedur rekrutment tenaga yang jelas.
3)    Ada regulasi internal sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk mengatur hak dan kewajiban personil.
4)    Ada kebijakan dan prosedur pembinaan personal.
STANDAR VI : PENGEMBANGAN STAF DAN PROGRAM PENDIDIKAN.
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki program pengembangan staf dan perencanaan pendidikan, sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
Definisi Operasional :
1)    Ada program pembinaan staf dan program pendidikan secara berkesinambungan.
2)    Ada program orientasi dan pelatihan bagi tenaga bidan/personil baru dan lama agar dapat beradaptasi dengan pekerjaan.
3)    Ada data hasil identifikasi kebutuhan pelatihan dan evaluasi hasil pelatihan.
STANDAR VII : STANDAR ASUHAN.
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki standar asuhan/manajemen kebidanan yang diterapkan sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan kepada pasien.
Definisi Operasional :
1)    Ada Standar Manajemen Asuhan Kebidanan (SMAK) sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan kebidanan.
2)    Ada format manajemen kebidanan yang terdapat pada catatan medik.
3)    Ada pengkajian asuhan kebidanan bagi setiap klien.
4)    Ada diagnosa kebidanan.
5)    Ada rencana asuhan kebidanan.
6)    Ada dokumen tertulis tentang tindakan kebidanan.
7)    Ada catatan perkembangan klien dalam asuhan kebidanan.
8)    Ada evaluasi dalam memberikan asuhan kebidanan.
9)    Ada dokumentasi untuk kegiatan manajemen kebidanan.
STANDAR VIII : EVALUASI DAN PENGENDALIAN MUTU.
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki program dan pelaksanaan dalam evaluasi dan pengendalian mutu pelayanan kebidanan yang dilaksanakan secara berkesinambungan.
Definisi Operasional :
1)    Ada program atau rencana tertulis peningkatan mutu pelayanan kebidanan.
2)    Ada program atau rencana tertulis untuk melakukan penilaian terhadap standar asuhan kebidanan.
3)    Ada bukti tertulis dari risalah rapat sebagai hasil dari kegiatan pengendalian mutu asuhan dan pelayanan kebidanan.
4)    Ada bukti tertulis tentang pelaksanaan evaluasi pelayanan dan rencana tindak lanjut.
5)    Ada laporan hasil evaluasi yang dipublikasikan secara teratur kepada semua staf pelayanan kebidanan.






F.STANDAR PRAKTIK KEBIDANAN.
STANDAR I : METODE ASUHAN
Asuhan kebidanan dilaksanakan dengan metode manajemen kebidanan dengan langkah : Pengumpulan data dan analisis data, penegakan diagnosa perencanaan pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi.
Definisi Operasional :
1)    Ada format manajemen asuhan kebidanan dalam catatan asuhan kebidanan.
2)    Format manajemen asuhan kebidanan terdiri dari: format pengumpulan data, rencana asuhan, catatan implementasi, catatan perkembangan, tindakan, evaluasi, kesimpulan dan tindak lanjut kegiatan lain.
STANDAR II : PENGKAJIAN
Pengumpulan data tentang status kesehatan klien dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis.
Definisi Operasional :
Ada format pengumpulan data.
Pengumpulan data dilakukan secara sistematis, terfokus, yang meliputi data :
1)    Demografi identitas klien.
2)    Riwayat penyakit terdahulu.
3)    Riwayat kesehatan reproduksi :
a)    Riwayat haid.
b)    Riwayat bedah organ reproduksi.
c)    Riwayat kehamilan dan persalinan.
d)    Pengaturan kesuburan.
e)    Faktor kongenital/keturunan yang terkait.
4)    Keadaan kesehatan saat ini termasuk kesehatan reproduksi.
5)    Analisis data.
STANDAR III : DIAGNOSA KEBIDANAN.
Diagnosa kebidanan dirumuskan berdasarkan analisis data yang telah dikumpulkan.
Definisi Operasional :
1)    Diagnosa kebidanan dibuat sesuai dengan hasil analisa data.
2)    Diagnosa kebidanan dirumuskan secara sistematis.
STANDAR IV : RENCANA ASUHAN.
Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan.
Definisi Operasional :
1)    Ada format rencana asuhan kebidanan.
2)    Format rencana asuhan kebidanan berdasarkan diagnosa, berisi rencana tindakan, evaluasi dan tindakan.
STANDAR V : TINDAKAN.
Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan diagnosa, rencana dan perkembangan keadaan klien.
Definisi Operasional :
1)    Ada format tindakan kebidanan dan evaluasi.
2)    Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan perkembangan klien.
3)    Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap dan wewenang bidan atau hasil kolaborasi.
4)    Tindakan kebidanan dilaksanakan dengan menerapkan etika dan kode etik kebidanan.
5)    Seluruh tindakan kebidanan dicatat pada format yang telah tersedia.

STANDAR VI : PARTISIPASI KLIEN.
Klien dan keluarga dilibatkan dalam rangka peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.
Definisi Operasional :
1)    Klien/keluarga mendapatkan informasi tentang :
a)    Status kesehatan saat ini.
b)    Rencana tindakan yang akan dilaksanakan.
c)    Peranan klien/keluarga dalam tindakan kebidanan.
d)    Peranan petugas kesehatan dalam tindakan kebidanan.
e)    Sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan.
2)    Klien dan keluarga dilibatkan dalam menentukan pilihan dan mengambil keputusan dalam asuhan.
3)    Pasien dan keluarga diberdayakan dalam terlaksananya rencana asuhan klien.
STANDAR VII : PENGAWASAN.
Monitor/pengawasan klien dilaksanakan secara terus menerus dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan klien.
Definisi Operasional :
1)    Adanya format pengawasan klien.
2)    Pengawasan dilaksanakan secara terus menerus dan sistimatis untuk mengetahui perkembangan klien.
3)    Pengawasan yang dilaksanakan dicatat dan dievaluasi.




STANDAR VIII : EVALUASI.
Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan terus menerus sesuai dengan tindakan kebidanan dan rencana yang telah dirumuskan.
Definisi Operasional :
1)    Evaluasi dilaksanakan pada tiap tahapan pelaksanaan asuhan sesuai standar.
2)    Hasil evaluasi dicatat pada format yang telah disediakan.
STANDAR IX : DOKUMENTASI.
Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi asuhan kebidanan.
Definisi Operasional :
1)    Dokumentasi dilaksanakan pada setiap tahapan asuhan kebidanan.
2)    Dokumentasi dilaksanakan secara sistimatis, tepat, dan jelas.
3)    Dokumentasi merupakan bukti legal dari pelaksanaan asuhan kebidanan.
G.KODE ETIK BIDAN INDONESIA.
    1. Deskripsi Kode Etik Bidan Indonesia.
Kode etik merupakan suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan  komprehensif suatu profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota  dalam melaksanakan pengabdian profesi.
2.Kode Etik Bidan Indonesia.
a.Kewajiban bidan  terhadap klien dan masyarakat.
1)    Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.
2)    Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.
3)    Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
4)    Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak klien dan nilai-nilai yang dianut oleh klien.
5)    Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan klien, keluaraga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
6)    Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan tugasnya dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajart kesehatannya secara optimal.
b.Kewajiban bidan terhadap tugasnya.
1)    Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
2)    Setiap bidan berkewajiaban memberikan pertolongan sesuai dengan kewenangan dalam mengambil keputusan termasuk mengadakan konsultasi dan/atau rujukan.
3)    Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang didapat dan/atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan sehubungan dengan kepentingan klien.
c.Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya.
1)    Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang serasi.
2)    Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.



d.Kewajiban bidan terhadap profesinya.
1)    Setiap bidan wajib menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesi dengan menampilkan kepribadian yang bermartabat dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat.
2)    Setiap bidan wajib senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3)    Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.
e.Kewajiban bidan terhadap diri sendiri.
1)    Setiap bidan wajib memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik.
2)    Setiap bidan wajib meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3)    Setiap bidan wajib memelihara kepribadian dan penampilan diri.
f.Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa, bangsa dan tanah air.
1)    Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayananan Kesehatan Reproduksi, Keluarga Berencana dan Kesehatan Keluarga.
2)    Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikiran kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.




H.PENUTUP.
Bidan merupakan suatu profesi kesehatan yang bekerja untuk pelayanan masyarakat dan berfokus pada Kesehatan Reproduksi Perempuan, Keluarga Berencana, kesehatan bayi dan anak balita, serta Pelayanan Kesehatan Masyarakat.
Standar Profesi ini terdiri dari Standar Kompetensi Bidan Indonesia, Standar Pendidikan, Standar Pelayanan Kebidanan, dan Kode Etik Profesi.
Standar profesi ini, wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh setiap bidan dalam mengamalkan amanat profesi kebidanan.