Senin, 17 September 2012

Anestesi Spinal

Anestesi Spinal

Definisi
 Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai blok spinal intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgesik lokal ke dalam ruang subarachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L56.
Mekanisme Kerja Anestesi Regional
Zat anestesi lokal memberikan efek terhadap semua sel tubuh, dimana tempat kerjanya khususnya pada jaringan saraf. Penggunaan pada daerah meradang tidak akan memberi hasil yang memuaskan oleh karena meningkatnya keasaman jaringan yang mengalami peradangan sehingga akan menurunkan aktifitas dari zat anestesi lokal (pH nanah sekitar 5)8. Anestesi lokal mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf, efeknya pada aksoplasma hanya sedikit saja. Sebagaimana diketahui, potensial aksi saraf terjadi karena adanya peningkatan sesaat (sekilas) pada permeabilitas membran terhadap ion Na akibat depolarisasi ringan pada membran. Proses inilah yang dihambat oleh obat anestesi lokal dengan kanal Na+ yang peka terhadap perubahan voltase muatan listrik (voltase sensitive Na+ channels). Dengan bertambahnya efek anestesi lokal di dalam saraf, maka ambang rangsang membran akan meningkat secara bertahap, kecepatan peningkatan potensial aksi menurun, konduksi impuls melambat dan faktor pengaman (safety factor) konduksi saraf juga berkurang. Faktor-faktor ini akan mengakibatkan penurunan kemungkinan menjalarnya potensial aksi, dan dengan demikian mengakibatkan kegagalan konduksi saraf8,9.
Ada kemungkinan zat anestesi lokal meninggikan tegangan permukaan lapisan lipid yang merupakan membran sel saraf, sehingga terjadi penutupan saluran (channel) pada membran tersebut sehingga gerakan ion (ionik shift) melalui membran akan terhambat. Zat anestesi lokal akan menghambat perpindahan natrium dengan aksi ganda pada membran sel berupa10 :

1.    Aksi kerja langsung pada reseptor dalam saluran natrium.
Cara ini akan terjadi sumbatan pada saluran, sehingga natrium tak dapat keluar masuk membran. Aksi ini merupakan hampir 90% dari efek blok. Percobaan dari Hille menegaskan bahwa reseptor untuk kerja obat anestesi lokal terletak di dalam saluran natrium.
2.    Ekspansi membran.
Bekerja non spesifik, sebagai kebalikan dari interaksi antara obat dengan reseptor. Aksi ini analog dengan stabilisasi listrik yang dihasilkan oleh zat non-polar lemak, misalnya barbiturat, anestesi umum dan benzocaine.
Untuk dapat melakukan aksinya, obat anestesi lokal pertama kali harus dapat menembus jaringan, dimana bentuk kation adalah bentuk yang diperlukan untuk melaksanakan kerja obat di membran sel. Jadi bentuk kation yang bergabung dengan reseptor di membran sel yang mencegah timbulnya potensial aksi. Agar dapat melakukan aksinya, obat anestesi spinal pertama sekali harus menembus jaringan sekitarnya8.

Teknik Anestesi Spinal
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat. Adapun langkah-langkah dalam melakukan anestesi spinal adalah sebagai berikut4 :
1)    Setelah dimonitor,tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri bantal kepala,selain enak untuk pasienjuga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.
2)    Penusukan jarum spinal dapat dilakukan pada L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.
3)    Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol.
4)     Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3ml.
5)    Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90º biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan kateter.
6)    Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa ± 6cm.

Indikasi Anestesi Spinal
            Adapun indikasi untuk dilakukannya anestesi spinal adalah untuk pembedahan daerah tubuh yang dipersarafi cabang T4 ke bawah (daerah papila mammae ke bawah)13. Anestesi spinal ini digunakan pada hampir semua operasi abdomen bagian bawah (termasuk seksio sesaria), perineum dan kaki4.
Kontraindikasi
Pada Anestesi spinal terdapat kontraindikasi absolut dan relatif. Kontraindikasi Absolut diantaranya penolakan pasien, infeksi pada tempat suntikan, hipovolemia, penyakit neurologis yang tidak diketahui, koagulopati, dan peningkatan tekanan intrakanial, kecuali pada kasus-kasus pseudotumor cerebri. Sedangkan kontraindikasi relatif meliputi sepsis pada tempat tusukan (misalnya, infeksi ekstremitas korioamnionitis atau lebih rendah) dan lama operasi yang tidak diketahui. Dalam beberapa kasus, jika pasien mendapat terapi antibiotik dan tanda-tanda vital stabil, anestesi spinal dapat dipertimbangkan, sebelum melakukan anestesi spinal, ahli anestesi harus memeriksa kembali pasien untuk mencari adanya tanda-tanda infeksi, yang dapat meningkatkan risiko meningitis14.
Syok hipovolemia pra operatif dapat meningkatkan risiko hipotensi setelah pemberian anestesi spinal. Tekanan intrakranial yang tinggi juga dapat meningkatkan risiko herniasi uncus ketika cairan serebrospinal keluar melalui jarum, jika tekanan intrakranial meningkat. Setelah injeksi anestesi spinal, herniasi otak dapat terjadi14.
Kelainan koagulasi dapat meningkatkan risiko pembentukan hematoma, hal ini sangat penting untuk menentukan jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan operasi sebelum menginduksi anestesi spinal. Jika durasi operasi tidak diketahui, anestesi spinal yang diberikan mungkin tidak cukup panjang untuk menyelesaikan operasi dengan mengetahui durasi operasi membantu ahli anestesi menentukan anestesi lokal yang akan digunakan, penambahan terapi spinal seperti epinefrin, dan apakah kateter spinal akan diperlukan14.
Pertimbangan lain saat melakukan anestesi spinal adalah tempat operasi, karena operasi di atas umbilikus akan sulit untuk menutup dengan tulang belakang sebagai teknik tunggal.  Anestesi spinal pada pasien dengan penyakit neurologis, seperti multiple sclerosis, masih kontroversial karena dalam percobaan in vitro didapatkan  bahwa saraf demielinisasi lebih rentan terhadap toksisitas obat bius lokal14.
Penyakit jantung yang level sensorik di atas T6 merupakan kontraindikasi relatif terhadap anestesi spinal seperti pada stenosis aorta, dianggap sebagai kontraindikasi mutlak untuk anestesi spinal, sekarang mungkin menggabungkan pembiusan spinal dilakukan dengan hati-hati dalam perawatan anestesi mereka deformitas dari kolomna spinalis dapat meningkatkan kesulitan dalam menempatkan anesetesi spinal. Arthritis, kyphoscoliosis, dan operasi fusi lumbal sebelumnya semua faktor dalam kemampuan dokter anestesi untuk performa anestesi spinal. Hal ini penting untuk memeriksa kembali pasien untuk menentukan kelainan apapun pada anatomi sebelum mencoba anestesi spinal14.

Komplikasi
Komplikasi analgesia spinal dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi lambat. Komplikasi berupa gangguan pada sirkulasi, respirasi dan gastrointestinal14.
Komplikasi sirkulasi14:
1)    Hipotensi
Tekanan darah yang turun setelah anestesi spinal sering terjadi. Biasanya terjadinya pada 10 menit pertama setelah suntikan, sehingga tekanan darah perlu diukur setiap 10 menit pertama setelah suntikan, sehingga tekanan darah perlu diukur setiap 2 menit selama periode ini. Jika tekanan darah sistolik turun dibawah 75 mmHg (10 kPa), atau terdapat gejala-gejala penurunan tekanan darah, maka kita harus bertindak cepat untuk menghindari cedera pada ginjal, jantung dan otak. Hipotensi terjadi karena vasodilatasi, akibat blok simpatis, makin tinggi blok makin berat hipotensi.
Pencegahan hipotensi dilakukan dengan memberikan infuse cairan kristaloid (NaCl, Ringer laktat) secara cepat segera setelah penyuntikan anestesi spinal dan juga berikan oksigen. Bila dengan cairan infus cepat tersebut masih terjadi hipotensi harus diobati dengan vasopressor seperti efedrin 15-25 mg intramuskular. Jarang terjadi, blok spinal total dengan anestesi dan paralisis seluruh tubuh. Pada kasus demikian, kita harus melakukan intubasi dan melakukan ventilasi paru, serta berikan penanganan seperti pada hipotensi berat. Dengan cara ini, biasanya blok spinal total dapat diatasi dalam 2 jam14.
2)     Bradikardia
Bradikardia dapat terjadi karena aliran darah balik berkurang atau karena blok simpatis, Jika denyut jantung di bawah 65 kali per menit, berikan atropin 0,5 mg intravena14.
3)     Sakit Kepala
Sakit kepala pasca operasi merupakan salah satu komplikasi anestesi spinal yang sering terjadi. Sakit kepala akibat anestesi spinal biasanya akan memburuk bila pasien duduk atau berdiri dan hilang bila pasien berbaring. Sakit kepala biasanya pada daerah frontal atau oksipital dan tidak ada hubungannya dengan kekakuan leher. Hal ini disebabkan oleh hilangnya cairan serebrospinal dari otak melalui pungsi dura, makin besar lubang, makin besar kemungkinan terjadinya sakit kepala. Ini dapat dicegah dengan membiarkan pasien berbaring secara datar (boleh menggunakan satu bantal) selama 24 jam. 14.
4)    Komplikasi Respirasi
a)    Analisa gas darah cukup memuaskan pada blok spinal tinggi, bila fungsi paru-paru normal.
b)    Penderita PPOM atau COPD merupakan kontra indikasi untuk blok spinal tinggi.
c)    Apnoe dapat disebabkan karena blok spinal yang terlalu tinggi atau karena hipotensi berat dan iskemia medulla.
d)    Kesulitan bicara,batuk kering yang persisten,sesak nafas, merupakan tanda-tanda tidak adekuatnya pernafasan yang perlu segera ditangani dengan pernafasan buatan14.
5)    Komplikasi gastrointestinal
Nausea dan muntah karena hipotensi, hipoksia, tonus parasimpatis berlebihan, pemakaian obat narkotik, reflek karena traksi pada traktus gastrointestinal serta komplikasi delayed, pusing kepala pasca pungsi lumbal merupakan nyeri kepala dengan ciri khas terasa lebih berat pada perubahan posisi dari tidur ke posisi tegak. Mulai terasa pada 24-48jam pasca pungsi lumbal, dengan kekerapan yang bervariasi. Pada orang tua lebih jarang dan pada kehamilan meningkat14.






Obat-Obat Anestesi Spinal

BUPIVAKAIN
            Bupivakain merupakan obat anestesi lokal dengan rumus bangun sebagai berikut : 1-butyl-N-(2,6-dimethylphenyl)-piperidecarboxamide hydrochloride. Bupivakain adalah derivat butil dari mepivakain yang kurang lebih tiga kali lebih kuat daripada asalnya. Obat ini bersifat long acting dan disintesa oleh BO af Ekenstem dan dipakai pertama kali pada tahun 196312. Secara komersial bupivakain tersedia dalam 5 mg/ml solutions. Dengan kecenderungan yang lebih menghambat sensoris daripada motoris menyebabkan obat ini sering digunakan untuk analgesia selama persalinan dan pasca bedah16.
Pada tahun-tahun terakhir, larutan bupivakain baik isobarik maupun hiperbarik telah banyak digunakan pada blok subrakhnoid untuk operasi abdominal bawah. Pemberian bupivakain isobarik, biasanya menggunakan konsentrasi 0,5%, volume 3-4 ml dan dosis total 15-20 mg, sedangkan bupivakain hiperbarik diberikan dengan konsentrasi 0,5%, volume 2-4ml dan total dosis 15-22,5 mg. Bupivakain dapat melewati sawar darah uri tetapi hanya dalam jumlah kecil. Bila diberikan dalam dosis ulangan, takifilaksis yang terjadi lebih ringan bila dibandingkan dengan lidokain. Salah satu sifat yang paling disukai dari bupivakain selain dari kerjanya yang panjang adalah sifat blockade motorisnya yang lemah. Toksisitasnya lebih kurang sama dengan tetrakain16. Bupivakain juga mempunyai lama kerja yang lebih panjang dari lignokain karena mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mengikat protein. Untuk menghilangkan nyeri pada persalinan, dosis sebesar 30 mg akan memberikan rasa bebas nyeri selama 2 jam disertai blokade motoris yang ringan. Analgesik paska bedah dapat berlangsung selama 4 jam atau lebih, sedangkan pemberian dengan tehnik anestesi kaudal akan memberikan efek analgesik selama 8 jam atau lebih. Pada dosis 0,25 – 0,375 % merupakan obat terpilih untuk obstetrik dan analgesik paska bedah. Konsentrasi yang lebih tinggi (0,5 – 0,75 %) digunakan untuk pembedahan. Konsentrasi infiltrasi 0,25 - 0.5 %, blok saraf tepi 0,25 – 0,5 %, epidural 0,5 – 0,75 %, spinal 0,5 %. Dosis maksimal pada pemberian tunggal adalah 175 mg. Dosis rata-ratanya 3 – 4 mg / kgBB17.

KLONIDIN
Klonidin adalah salah satu contoh dari agonis α2 yang digunakan untuk obat antihipertensi (penurunan resistensi pembuluh darah sistemik) dan efek kronotropik negatif. Lebih jauh lagi, klonidin dan obat α2 agonis lain juga mempunyai efek sedasi. Dalam beberapa penelitian juga ditemukan efek anestesi dari pemberian secara oral (3-5μg/kg), intramuscular (2μg/kg), intravena (1-3μg/kg), transdermal (0,1-0,3 mg setiap hari) intratekal 75-150μg) dan epidural (1-2μg/kg) dari pemberian klonidin. Secara umum klonidin menurunkan kebutuhan anestesi dan analgesi (menurunkan MAC) dan memberikan efek sedasi dan anxiolisis. Selama anestesi umum, klonidin dilaporkan juga meningkatkan stabilitias sirkulasi intraoperatif dengan menurunkan tingkatan katekolamin. Selama anestesi regional, termasuk peripheral nerve block, klonidin akan meningkatkan durasi dari blokade. Efek langsung pada medula spinalis mungkin dibantu oleh reseptor postsinaptik α2 dengan ramus dorsalis. Keuntungan lain juga mungkin berupa menurunkan terjadinya postoperative shivering, inhibisi dari kekakuan otot akibat obat opioid, gejala withdrawal dari opioid, dan pengobatan dari beberapa sindrom nyeri kronis. Efek samping dapat berupa bradikardia, hypotensi, sedasi, depresi nafas dan mulut kering11.
Klonidin adalah agonis alfa2-adrenergik parsial selektif yang bekerja secara sentral yang bekerja sebagai obat anti hipertensi melalui kemampuannya untuk menurunkan keluaran sistem saraf simpatis dari sistem saraf pusat. Obat ini telah terbukti efektif digunakan pada pasien dengan hipertensi berat atau penyakit renin-dependen. Dosis dewasa yang biasa digunakan per oral adalah 0,2-0,3 mg. Ketersediaan klonidin transdermal ditujukan untuk pemberian secara mingguan pada pasien bedah yang tidak dapat diberikan obat per oral11.

EFEDRIN
Efedrin merupakan golongan simpatomimetik non katekolamin yang secara alami ditemukan di tumbuhan efedra sebagai alkaloid. Efedrin mempunyai gugus OH pada cincin benzena , gugus ini memegang peranan dalam “efek secara langsung” pada sel efektor1.
Seperti halnya Epinefrin, efedrin bekerja pada reseptor α, α1, α219. Efek pada α1 di perifer adalah dengan jalan menghambat aktivasi adenil siklase. Efek pada α1 dan α2 adalah melalui stimulasi siklik-adenosin 3-5 monofosfat. Efek α1 berupa takikardi tidak nyata karena terjadi penekanan pada baroreseptor karena efek peningkatan TD20. Efek perifer efedrin melalui kerja langsung dan melalui pelepasan NE endogen. Kerja tidak langsungnya mendasari timbulnya takifilaksis (pemberian efedrin yang terus menerus dalam jangka waktu singkat akan menimbulkan efek yang makin lemah karena semakin sedikitnya sumber NE yang dapat dilepas, efek yang menurun ini disebut takifilaksis terhadap efek perifernya.21 Hanya I-efedrin dan efedrin rasemik yang digunakan dalam klinik20.
Efedrin yang diberikan masuk ke dalam sitoplasma ujung saraf adrenergik dan mendesak NE keluar21. Efek kardiovaskuler efedrin menyerupai efek Epinefrin tetapi berlangsung kira-kira 10 kali lebih lama. Tekanan sistolik meningkat juga biasanya tekanan diastolic, sehingga tekanan nadi membesar. Peningkatan tekanan darah ini sebagian disebabkan oleh vasokontriksi, tetapi terutama oleh stimulasi jantung yang meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan curah jantung. Denyut jantung mungkin tidak berubah akibat reflex kompensasi vagal terhadap kenaikan tekanan darah. Aliran darah ginjal dan visceral berkurang, sedangkan aliran darah koroner, otak dan otot rangka meningkat. Berbeda dengan Epinefrin, penurunan tekanan darah pada dosis rendah tidak nyata pada efedrin20.

EPINEFRIN (ADRENALIN)
Adrenalin (epinephrine), adalah hormon katekolamin yang dihasilkan oleh bagian medula kelenjar adrenal, dan suatu neurotransmitter yang dilepas oleh neuron-neuron tertentu yang bekerja aktif di sistem saraf pusat. Epinephrin merupakan stimulator yang kuat pada reseptor adrenergik sistem saraf simpatis, dan stimulan jatung yang kuat, mempercepat frekuensi denyut jantung dan meningkatkan curah jantung, meningkatkan glikogenolisis, dan mengeluarkan efek metabolik lain. Epinephrine disimpan dalam granul kromatin dan akan dilepas sebagai respon terhadap hipoglikemia, stres dan rangsangan lain22.
Preparat sintetik epineprine bentuk levorotatori digunakan sebagai vasokonstriktor topikal, stimulan jantung, dan bronkodilator, dapat diberikan secara intranasal, intraoral, parenteral, atau inhalasi. Sedangkan norephineprine (noradrenalin) adalah suatu katekolamin alamiah atau neurohormon yang dilepaskan oleh saraf adrenergik pasca ganglion dan beberapa saraf otak, juga disekresi oleh medula adrenal sebagai respon terhadap rangsangan splanchnicus dan disimpan dalam granul kromafin. Norepineprine merupakan neurotransmitter utama yang bekerja pada reseptor adrenergik α- dan β1. Norephineprine merupakan vasopressor kuat dan biasanya dilepaskan dalam tubuh sebagai respon terhadap hipotensi dan stres. Preparat farmasi senyawa norephinephrine biasanya dalam bentuk garam bitartat22.

FENTANYL
Fentanyl termasuk obat golongan analgesik narkotika. Analgesik narkotika digunakan sebagai penghilang nyeri. Dalam bentuk sediaan injeksi IM (intramuskular) Fentanyl digunakan untuk menghilangkan sakit yang disebabkan kanker. Menghilangkan periode sakit pada kanker adalah dengan menghilangkan rasa sakit secara menyeluruh dengan obat untuk mengontrol rasa sakit yang persisten/menetap. Obat Fentanyl digunakan hanya untuk pasien yang siap menggunakan analgesik narkotika23.
Fentanyl bekerja di dalam sistem saraf pusat untuk menghilangkan rasa sakit. Beberapa efek samping juga disebabkan oleh aksinya di dalam sistem syaraf pusat. Pada pemakaian yang lama dapat menyebabkan ketergantungan tetapi tidak sering terjadi bila pemakaiannya sesuai dengan aturan. Ketergantungan biasa terjadi jika pengobatan dihentikan secara mendadak. Sehingga untuk mencegah efek samping tersebut perlu dilakukan penurunan dosis secara bertahap dengan periode tertentu sebelum pengobatan dihentikan23.
Aksi sinergis dari fentanyl dan anestesi lokal di blok neuraxial pusat (CNB) meningkatkan kualitas analgesia intraoperatif dan juga memperpanjang analgesia pascaoperasi. Durasi biasa pada efek analgesik adalah 30 sampai 60 menit setelah dosis tunggal intravena sampai 100 mcg (0,1 mg). Dosis injeksi Fentanyl 12,5 µg menghasilkan efek puncak, dengan dosis yang lebih rendah tidak memiliki efek apapun dan dosis tinggi meningkatkan kejadian efek samping24.


OBAT-OBAT EMERGENSI PADA ANESTESI

Emergensi adalah serangkaian  usaha-usaha pertama yang dapat dilakukan pada kondisi gawat darurat dalam rangka menyelamatkan pasien dari kematian. Pengelolaan pasien yang  terluka parah memerlukaan penilaian yang cepat dan pengelolaan yang tepat untuk menghindari kematian.1,2
Anestesi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan yang meliputi pemberian anestesia ataupun analgesia penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan atau tindakan lainnya, bantuan resusitasi dan pengobatan intebsive pasien yang gawat ; dan pemberian terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun.3
Obat-obatan emergency atau gawat darurat adalah obat-obat yang digunakan untuk mengatasi situasi gawat darurat atau untuk resusitasi/life support.2 Pengetahuan mengenai obat-obatan ini penting sekali untuk mengatasi situasi gawat darurat yang mengancam nyawa dengan cepat dan tepat.
 Obat-obat emergency atau obat-obat yang dipakai pada gawat darurat adalah atrofin, efedrinn, ranitidin, ketorolak, metoklorpamid, amonofilin, asam traneksamat, adrenalin, kalmethason, furosemid, lidokain, gentamisin, oxitosin,methergin, serta adrenalin.
Adapun macam-macam obat emergency  yang akan dibahas dalam referat ini adalah sebagai berikut:2
1.      Efinefrin
2.      Efedrin
3.      Sulfas atrofin
4.      Aminophlin
5.      Deksamethason

1. Epinefrin (Adrenalin)
            Epinefrin merupakan prototipe obat kelompok adrenergik. Dengan mengerti efek epinefrin, maka mudah bagi kita untuk mengerti efek obat adrenergik yang bekerja di reseptor lainnya. epinefrin bekerja pada semua reseptor adrenergik: α1, α2, β1 dan  β2 sedangkan norepinefrin bekerja pada reseptor α1, α2, β1 sehingga efeknya sama dengan epinefrin dikurangi efek terhadap β2. Selektivitas obat tidak mutlak, dalam dosis besar selektivitas hilang. Jadi dalam dosis besar agonis β2 tetap dapat menyebabkan perangsangan reseptor β1 di jantung.4,5

2. Efedrin
            Efedrin adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan yang disebut efedra atau ma-huang. Ma-huang mengandung banyak alkaloid mirip efedrin yang kemudian dapat diolah menjadi efedrin. Bahan herbal yang mengandung efedrin telah digunakan di Cina selama 2000 tahun, dan sejak puluhan tahun merupakan komponen obat herbal Cina untuk berbagai klaim misalnya obat pelangsing, obat penyegar atau pelega napas.4,5
            Efedrin mulai diperkenalkan di dunia kedokteran modern pada tahun 1924 sebagai obat simpatomimetik pertama yang dapat dikonsumsi secara oral. Karena efedrin adalah suatu non-katekolamin maka efedrin memiliki bioavailabilitas yang tinggi dan secara relative memiliki durasi kerja yang lama selama berjam-jam.5
            Efedrin belum secara luas diteliti pada manusia, meskipun sejarah penggunaanya telah lama. Kemampuannya untuk mengaktivasi reseptor β mungkin bermanfaan pada pengobatan awal asma. Karena efeknya yang mencapai susunan saraf pusat maka efedrin termasuk suatu perangsang SSP ringan. Pseudoefedrin yang merupakan satu dari empat turunan efedrin, telah tersedia secara luas sebagai campuran dalam obat-obat dekongestan. Meskipun demikian penggunaan efedrin sebagai bahan baku methamfetamin meyebabkan penjualannya telah dibatasi.4,5


3. Sulfas Atropin (Anti Muskarinik)
            Penghambat reseptor muskarinik atau anti-muskarinik dikelompokkan dalam 3 kelompok yaitu: 5
1. Alkaloid antimuskarinik : Atropin dan Skopolamin
2. Derivat semisintetisnya, dan
3. Derivat sintetis
Sintesis dilakukan dengan maksud mendapatkan obat dengan efek khusus terhadap gangguan tertentu dan efek samping yang lebih ringan. Kelompok obat ini bekerja pada reseptor muskarinik dengan afinitas berbeda untuk berbagai subtipe reseptor muskarinik. Oleh karena itu saat ini terdapat antimuskarinik yang digunakan untuk: 5
1. Mendapatkan efek perifer tanpa efek sentral misalnya, antispasmodik.
2. Pengunaan lokal pada mata sebagai midriatikum.
3. Memperoleh efek sentral, misalnya untuk mengobati penyakit Parkinson
4. Bronkodilatasi
5. Memperoleh efek hambatan pada sekresi lambung dan gerakan saluran cerna.
 Atropin (campuran α dan l-hiosiamin) terutama ditemukan pada Atropa belladonna dan Datura stramonium, merupakan ester organik dari asam tropat dengan tropanol atau skopin (basa organik). Walaupun selektif menghambat reseptor muskarinik, pada dosis sangat besar atropine memperlihatkan efek penghambatan juga di ganglion otonom dan otot rangka yang reseptornya nikotinik.5




4. Aminofilin (Derivat Xantin: theophylline ethylenediamine)
Derivat xantin yang terdiri dari kafein, teofilin dan teobromin ialah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan. Sejak dahulu ekstrak tumbuh-tumbuhan ini digunakan sebagai minuman. Kafein terdapat dalam kopi yang didapat dari biji Coffea Arabica, Teh dari daun Thea sinensis mengandung kafein dan teofilin. Cocoa, yang didapat dari biji Theobroma cacao mengandung kafein dan teobromin. Ketiganya merupakan derivat xantin yang mengandung gugus metil. Xantin sendiri ialah dioksipurin yang mempunyai struktur mirip dengan asam urat.5

5. Deksamethason (Kortikosteroid)
Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak; dan mempengaruhi juga fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem saraf dan organ lain. Korteks adrenal berfungsi homeostatis, artinya penting bagi organisme untuk dapat mempertahankan diri dalam menghadapi perubahan lingkungan.5
Glukokortikoid memiliki efek yang tersebar luas karena mempengaruhi fungsi dari sebagian besar sel-sel tubuh. Dampak metabolik yang utama dari sekresi atau pemberian glukokortikoid adalah disebabkan karena kerja langsung hormon-hormon ini pada sel. Tetapi dampak pentingnya adalah dalam menghasilkan respon homeostatik pada insulin dan glucagon. Meskipun banyak efek dari glukokortikoid berkaitan dengan dosis dan efeknya membesar ketika sejumlah besar glukokortikoid diberikan untuk tujuan terapi.



TERAPI CAIRAN PADA SYOK HIPOVOLEMIK
1. Terapi Umum
A.    Letakkan pasien pada posisi terlentang kaki lebih tinggi agar aliran darah otak minimal. Gunakan selimut untuk mengurangi pengeluaran panas tubuh.
B.    Periksa adanya gangguan respirasi. Dagu ditarik kebelakang supaya posisi kepala menengadah dan jalan nafas bebas, beri O2 kalau perlu diberi nafas buatan.
C.    Pasang segera infus cairan kristaloid dengan kandungan besar (18,16).
D.    Lakukan pemeriksaan fisik yang lengkap termasuk kepala dan punggung. Bila ktekadan darah dan kesadaran relative normal pada posisi terlentang, coba periksa dengan posisi duduk atau berdiri.
E.    Keluarkan darah dari kanul intra vena untuk pemeriksaan labolatorium: darah lengkap, penentuan golongan darah, analisa gas darah elektrolit. Sampel darah sebaiknya diambil sebelum terapi cairan dilakukan. Pada syok hipovolemik, kanulasi dilakukan pada vena savena magna atau vena basilica daengan kateter yang panjang untuk kanulasi vena basilika dapat sekaligus untuk mengukur  tekanan vena sentral (TVS).
F.    Peubahan nilai PaCO2, HCO3, dan PH pada analisa gas darah dapat dipakai sebagai indicator beratnya gangguan fungsi kardiorespirasi, derajat asidosis metabolik dan hipoperfusi jaringan.
G.    Beri oksigen sebanyak 5-10 L/menit dengan kanul nasal adatau sungkup muka dan sesuaiakan kebutuhan oksigen PaO2. Pertahanankan PaO2 tetap di atas 70 mmHg.
H.    Beri natrium bikarbonat 1 atau 2 ampul bersama cairan elektrolit untuk mempertahankan nilai pH tetap di atas 7,1 walaupun koreksi asidosis metabolik yang terbaik pada syok adalah memulihkan sirkulasi dan perfusi jaringan.
I.    Terapi medikamentosa segera.
1. Adrenalin dapat diberikan jika terdapat kolaps kardiovaskular berat (tensi/nadi hamper tidak teraba) dengan dosis 0,5-1 mg larutan 1:1000 intra muscular atau 0,1-0,2 mg larutan 1:1000 dalam pengenceran 9 ml NaCL 0,9% intra vena. Adrenalin jangan dicampur dengan natrium bikarbonat karena adrenalin dapat menyebabkan inaktivasi larutan basa.
2. Infus cepat dengan Ringer’s laktat (50 ml/menit) terutama pada syok hipovolemik. Daat dikombinasi dengan cairan koloid (dextran L).
3. Vasopresor diberikan pada syok kardiogenik yang tidak menunjukkan perbaikan dengan terapi cairan. Dopamin dapat digunakan dengan dosis 2.5 Ug/kg/menit (larutan dopamine 200 mg dalam 500 ml cairan dekstrosa 5%. Setiap ml larutan mengandung 400 Ug dopamin). Dosis dopamin secara bertahap dapat ditingkatkan hingga 10-20 Ug/Kg/menit. Pemberian vasopresor pada hipovolemia sedang sampai berat tidak bermanfaat.
J.    Pantau irama jantung dan buat rekaman EKG (terutama syok kardiogenik). Syok adalah salah satu predisposisi aritmia karena sering disertai gangguan keseimbangan elektrolit, asam dan basa.
K.     Pantau dieresis dan pemeriksaan analisis urin.
L.    Pemeriksaan foto toraks umumnya bergantung pada penyebab dan tingkat kegawatan syok.
Semua pasien syok harus dirujuk ke rumah sakit, terutama untuk perawatan intensif.

2 Terapi Spesifik
Syok hipovolemik disebabkan oleh :
a.       Perdarahan (syok hemoragik), misalnya trauma.
b.      Kehilangan plasma, misalnya luka bakar, peritonitis.
c.       Kehilangan air dan elektrolit, misalnya muntah, diare.




Penatalaksanaan :
A.     Letakkan pasien pada posisi terlentang
B.     Beri oksigen sebanyak 5-10 L/menit dengan kanula nasal atau sungkup muka.
C.    Lakukan kanulasi vena tepi dengan kateter no.16 atau 14 per kutaneus atau vena seksi. Kalau perlu jumlah kanulasi vena 2-3 tergantung pada tingkat kegawatan syok. Kanulasi dapat dilakukan pada :
1.      Vena safena magna.
2.      Vena basilika. Gunakan caterer panjang untuk mencapai dan mengukur TVS.
3.      Vena femoralis.
Kanulasi vena sentral perkutaneus pada syok hipovolemik berat harus dicegah karena mungkin vena-vena besar kolaps dan mudah terjadi komplikasi pneumotoraks. Kedua komplikasi dapat memperberat kondisi pasien bahkan kematian.
D.  Beri infus dengan cairan kristaloid atau koloid. Tujuan utama tetapi adalah memulihkan curah jantung dan perfusi jaringan secepat mungkin. Jenis cairan kristaloid antara lain garam fisiologi (garam, nomal), NaCl hipertonik atau larutan garam berimbang seperti ringer’s laktat, ringer’s asetat. Jaringan cairan koloid antara lain darah, plasma dan komponen darah (plasma beku segar, albumin, plasmanat) atau pengganti plasma (plasma substitutes) seperti dekstran 40 dan 70.





Jenis Cairan :
A.     Larutan Kristaloid : ringer laktat
B.     Larutan Koloid : darah, plasma/larutan albumin, pengganti plasma
1.      Penuntun resusitasi
Pemberian cairan parenteral pada resusitasi syok hipovelemik sebaiknya dituntun oeh parameter fisiologis penting dan bukan oleh suatu formula. Petunjuk bahwa resusitasi berhasil antara lain TVS mendekati nilai normal (3-8 cm H2O), dieresis diatas 0,5 ml/kgBB/jam, kesadaran membaik, perfusi perifer membaik dan curah jantung meningkat (curah jantung normal=3,5 L/menit, tensi mendekati nrmal, nadi teraba baik dan sebagainya).
a)     TVS dan tekanan baji kapiler paru (TBKP)
Pengukuran TVS pada syok hipovolemik mutlak dilakukan untuk menuntun dan mengetahui keberhasilan resusitasi. Pada individu sehat, TVS dapat dipakai sebagai ukuran tekanan atrium kiri tidak langsung, kecuali terdapat penyakit kardiorespirasi seperti gagal jantung kongstif atau penyakit paru obstruktif menahun. Dalam hal ini pengukuran tekanan atrium kiri atau TBKP lebih mencerminkan keadaan sebenarnya, hanya amat disayangkan pengukuran TBKP tidak praktis untuk keadaan gawat darurat.
Pada syok ringan samapai sedang, nilai TVS sampai 15 cm H2O umumnya dapat ditoleransi oleh pasien. Tetapi pada syok berat yang telah disertai dengan kebocoran endotel kapiler, TVS harus dipertahankan pada batas 3-8 H2O karena kelebihan cairan intra vaskular dapat  mempertahankan udem interstisial terutama pada jaringan baru.


b)    Diuresis
Merupakan indeks aliran darah visceral yang baik terutama aliran darah ginjal. Diuresis harus dipertahankan minimal 0,5 ml/kg/jam.
c)    Lain-lain
Keberhasilan resusitasi juga dapat ditunjukkan dengan perbaikan tingkat kesadaran dan perfusi perifer. Untuk itu umunya digunakan indikator klinis termasuk AGD, pengukuran curah jantung dan konsumsi oksigen yang hanya dilakukan di ruamh sakit besar.

2.      Tanda-tanda kegagalan resusitasi
a.    TVS dan dieresis yang meningkat di atas normal. Hal ini menunjukkkan kelebhan cairan intra vaskular dan vaskular dan harus segera dikurangi.
b.    TVS dan diuresis yang meningkat diatas normal. Hal ini menunjukkan cairan intra vaskular dan perlu ditambah.
c.    TVS meningkat, dieresis menurun. Perlu mengukur tekanan baji kapiler par dan curah jantung untuk penentuan terapi lebih lajut.
3.      Evaluasi terapi
Evaluasi yang penting adalah kontinuitas pengamatan parameter fisiologik sebagaimana yang telah dianjurkan terdahulu. Tambahkan evaluasi antara lain:
a.       Pengukuran tekanan darah, frekuensi nadii dan pernafasan tiap 15-30 menit.
b.      Pengukuran keseimbangan pemasukan dan pengeluaran cairan. Ingat bahwa syok berat atau berlanjut sering disertai nekrosis tubular akut dan kegagaln ginjal (oligo anuri).
c.       Pengukuran hematokrit periodic jika perdarahan diduga masih berlangsung. Perlu diketahui bahwa penurunan hematokrit pada syok hemoragik tanpa terapi tidak terjadi segera melainkan bertahap selama 24-48 jam. Hal ini disebabkan karena terdapat hemodilusi.4
d.      AGD perlu dilakukan berulang-ulang karena pemeriksaan ini dapat menunjukkan adanya perbaikan dan perburukan fungsi kardiorespirasi dalam keadaan gawat darurat. 4
 


OBAT-OBAT ANESTESI LOKAL
Anestesi lokal adalah obat yang menghasilkan blokade konduksi atau blokade lorong natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Anestetik lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf secara spontan dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf.3
Obat bius lokal mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf. Tempat kerjanya terutama di selaput lendir. Disamping itu, anestesia lokal mengganggu fungsi semua organ dimana terjadi konduksi/transmisi dari beberapa impuls. Artinya, anestesi lokal mempunyai efek yang penting terhadap SSP, ganglia otonom, cabang-cabang neuromuskular dan semua jaringan otot. Persyaratan obat yang boleh digunakan sebagai anestesi lokal:
1.      Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen
2.      Batas keamanan harus lebar
3.      Efektif dengan pemberian secara injeksi atau penggunaan setempat pada membran mukosa
4.      Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu yang yang cukup lama
5.      Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap pemanasan.


Struktur anestesi local
Anestesi lokal terdiri dari kelompok-lipofilik biasanya cincin benzena dipisahkan dari kelompok hidrofilik-biasanya-amina tersier oleh rantai menengah yang mencakup ester atau keterkaitan amida. Anestesi lokal basa lemah yang biasanya membawa muatan positif pada kelompok amina tersier pada pH fisiologis. Sifat rantai menengah adalah dasar dari klasifikasi bius lokal sebagai ester atau Amida (Tabel 1). Sifat fisikokimia bius lokal tergantung pada substitusi di ring aromatik, jenis hubungan dalam rantai menengah, dan kelompok-kelompok alkil yang terikat pada nitrogen amina.4
Anastesi lokal dapat digolongkan secara kimiawi dalam beberapa kelompok sebagai berikut:
a.       Senyawa ester (-COOC-)
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anastesi lokal sebab pada degradasi dan inanaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolosis. Karena itu golongan ester umumnya kurang stabil dan mudah mengalami metabolisme dibandingkan golongan amida. Anestesi lokal yang tergolong dalam senyawa ester adalah kokain, benzokain (amerikain), ametocain, prokain (Novocain), tetrakain (pontocain), kloroprokain (nesacaine).
b.      Senyawa amida (-NHCO-)
Lidokain (xylocaine,lignocaine), mepivacaine (carbocaine), prilokain (citanest), bupivacain (marcaine), etidokain (duranest), dibukain (nupercaine), ropikaine (naropine), levobupivacaine (chirocaine).
c.       Lainnya : fenol, benzilalkohol dan etil klorida.
Semua obat tersebut di atas adalah sintesis, kecuali kokain yang alamiah.

Mekanisme Kerja
Obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium, mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium, sehingga terjadi depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya tak terjadi konduksi saraf. Potensi dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak, makin larut makin poten. Ikatan dengan protein mempengaruhi lama kerja dan konstanta dissosiasi (pKa) menentukan awal kerja. Konsentrasi minimal anestetika local dipengaruhi oleh: ukuran, jenis dan mielinisasi saraf; pH (asidosis menghambat blockade saraf), frekuensi stimulasi saraf.3
Mula kerja bergantung beberapa factor, yaitu: pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi meningkat dan dapat menembus membrane sel saraf sehingga menghasilkan mula kerja cepat, alkalinisasi anestetika local membuat mula kerja cepat, konsentrasi obat anestetika local.3
Lama kerja dipengaruhi oleh: ikatan dengan protein plasma, karena reseptor anestetika local adalah protein; dipengaruhi oleh kecepatan absorpsi; dipengaruhi oleh ramainya pembuluh darah perifer di daerah pemberian.3

Teknik Pemberian Anestetik Lokal
1.      Anestesia Permukaan
Sebagai suntikan banyak di gunakan sebagai penghilang rasa oleh dokter gigi untuk mencabut geraham atau dokter keluarga untuk pembedahan kecil seperti menjahit luka di kulit. Sediaan ini aman dan pada kadar yang tepat tidak akan mengganggu proses penyembuhan luka. Anestesi permukaan juga di gunakan sebagai persiapan untuk prosedur diagnostic, seperti bronkoskopi, gastroskopi, dan sitoskopi.
2.      Anestesia infiltrasi
Disini beberapa injeksi di berikan pada atau sekitar jaringan yang akan di anestesi, sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di kulit dan di jaringan yang terletak  lebih dalam, misalnya: pada praktek THT atau pencabutan gigi
3.      Anestesi regional intravena dalam daerah anggota badan
Aliran darah ke dalam dan ke luar dihentikan dengan mengikat dengan ban pengukur tekanan darah dan selanjutnya anestetik lokal yang disuntikkan berdifusi ke luar dari vena dan menuju ke jaringan di sekitarnya dan dalam waktu 10-15 menit menimbulkan anestesi. Pengosongan darah harus dipertahankan minimum 20-30 menit untuk menghindari aliran ke luar, sejumlah besar anestetik lokal yang berpenetrasi, yang belum ke jaringan. Pada akhir pengosongan darah, efek anestetik lokal menurun dalam waktu  beberapa menit
4.      Anestesi infiltrasi
Disuntikkan ke dalam jaringan, termasuk juga diisikan ke dalam jaringan. Dengan demikian selain organ ujung sensorik, juga batang-bataang saraf kecil dihambat.
5.      Anestesi konduksi
Disuntikkan di sekitar saraf tertentuyang dituju dan hantarn rangsang pada tempat ini diputuskan.  Contoh : anestesi spinal, anestesi peridural, anestesi paravertebral.



Obat Anestesi yang sering Digunakan
Beberapa jenis obat anestesi local yang sering digunakan sehari-hari akan dibahas dibawah ini.
A.    Prokain (novokain)
Prokain adalah ester aminobenzoat untuk infiltrasi, blok, spinal, epidural, merupakan obat standart untuk perbandingan potensi dan toksisitas terhadap jenis obat-obat anestetik local lain.
Indikasi
Diberikan intarvena untuk pengobatan aritmia selama anestesi umum, bedah jantung, atau induced hypothermia.
Kontraindikasi Prokain
Pemberian intarvena merupakan kontraindikasi untuk penderita miastemia gravis karena prokain menghasilkan derajat blok neuromuskuler. Dan prokain juga tidak boleh diberikan bersama-sama dengan sulfonamide.
Bentuk sediaan obat Prokain
Sediaan suntik prokain terdapat dalam kadar 1-2% dengan atau tanpa epinefrin untuk anesthesia infiltrasi dan blockade saraf dan 5-20% untuk anestesi spinal.sedangkan larutan 0,1-0,2 % dalam garam faali disediakan untuk infuse IV. Untuk anestesi kaudal yang terus menerus, dosis awal ialah 30 mlnlarutan prokain 1,5%.
Mekanisme kerja obat Prokain
Pemberian prokain dengan anestesi infiltrasi maximum dosis 400 mg dengan durasi 30-50, dosis 800 mg, durasi 30-45,Pemberian dengan anestesi epidural dosis 300-900, durasi 30-90, onset 5-15 mnt,Pemberian dengan anestesi spinal : preparatic 10%, durasi 30-45 menit.

Efek therapy Prokain
Pada penyuntikan prokain dengan dosis 100-800 mg, terjadi analgesia umum ringan yang derajatnya berbanding lurus dengan dosis. Efek maksimal berlangsung 10-20 menit, dan menghilang sesudah 60 menit. Efek ini mungkin merupakan efek sentral, atau mungkin efek dari dietilaminoetanol yaitu hasil hidrolisis prokain.
Efek samping Prokain
Efek samping yang serius adalah hipersensitasi,yang kadang-kadang pada dosis rendah sudah dapat mengakibatkan kolaps dan kematian. Efek samping yang harus dipertimbangkan pula adalah reaksi alergi terhadap kombinasi prokain penisilin. Berlainan dengan kokain, zat ini tidak mengakibatkan adiksi.
 Cara pemberian obat Prokain.
Cara pemberian obat bius prokain deberikan secara injeksi interavena pada atau sekitar jaringan yang akan di anestesi, sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di kulit dan di jaringan yang terletak lebih dalam, misalnya: pada praktek THT atau pencabutan gigi.
Dosis pemberian obat Prokain
Dosis 15 mg/kgbb. Untuk infiltrasi : larutan 0,25-0,5 dosis maksimum 1000 mg. onset : 2-5 menit, durasi 30-60 menit. Bisa ditambah adrenalin (1 : 100.000).
Dosis untuk blok epidural (maksimum) 25 ml larutan 1,5%.
Untuk kaudal : 25 ml larutan 1,5%.
Spinal analgesia 50-200 mg tergantung efek yang di kehendaki, lamanya 1 jam.
Farmakokinetik Prokain
Absorpsi berlangsung cepat dari tempat suntikan dan untuk memperlambat absorpsi perlu ditambahkan vasokonstriktor. Sesudah diabsorpsi, prokain cepat dihidrolisis oleh esterase dalam plasma menjadi PABA dan dietilaminoetanol. PABA diekskresi dalam urine, kira-kira 80% dalam bentuk utuh dan bentuk konjugasi. 30% dietilaminoetanol ditemukan dalam urine, dan selebihnya mengalami degradasi lebih lanjut.
Interaksi obat Prokain
Prokain dan anestetik local lain dalam badan dihidrolisis menjadi PABA(para amino benzoic acid), yang dapat menghambat daya kerja sulfonamide. Oleh karena itu sebaiknya prokian dan asnestetik local lain tidak diberikan bersamaan dengan terapi sulfonamide. Prokain dapat membentuk garam atau konjugat dengan obat lain sehingga memperpanjang masa kerja obat tesebut. Misalnya garam prokain penisilin dan prokain heparin
Prokain Merupakan obat standard untuk perbandingan potensi dan toksisitas terhadap jenis obat-obat anestetik local yang lain.Diberikan intravena untuk pengobatan aritmia selama anestesi umum, bedah jantung atau ‘induced hypothermia’. Absorbsi berlangsung cepat pada tempat suntikan, hidrolisis juga cepat oleh enzim plasma (prokain esterase).Pemberian intravena merupakan kontra indikasi untuk penderita miastenia gravis karena prokain menghasilkan derajat blok neuromuskuler. Prokain tidak boleh diberikan bersama-sama sulfonamide. Larutan 1-2% kadang-kadang kekuning-kuningan (amines), tidak berbahaya. Tidak mempenetrasi kulit dan selaput lender/ mukosa. Jadi tidak efektif untuk surface analgesi. Dosis 15 mg/ kgbb.
Untuk infiltrasi: larutan 0,25-0,5 % dosis maksimum 1000 mg. Onset: 2-5 menit, durasi 30-60 menit. Bisa ditambah adrenalin (1: 100.000 atau 1:200.000). Dosis untuk blok epidural (maksimum) 25 ml larutan 1,5%. Untuk kaudal 25 ml larutan 1,5%. Spinal analgesia 50-200 mg, tergantung efek yang dikehendaki, lamanya (duration) 1 jam.
Prokain disintesis dan diperkenalkan dengan nama dagang novokain. Sebagai anestetik lokal, prokain pernah digunakan untuk anestesi infiltrasi, anestesi blok saraf, anestesi spinal, anestesi epidural, dan anestesi kaudal. Namun karena potensinya rendah, mula kerja lambat, serta masa kerja pendek maka penggunaannya sekarang hanya terbatas pada anestesi infiltrasi dan kadang- kadang untuk anestesi blok saraf. Di dalam tubuh prokain akan dihidrolisis menjadi PABA yang dapat menghambat kerja sulfonamik12

B.     Lidokain (lignocaine, xylocain, lidonest).
Lidokain adalah golongan amida. Sering dipakai untuk surface analgesi, blok infiltrasi, spinal, epidural dan caudal analgesia dan nerve blok lainnya. Juga dipakai secara intravena untuk mengobati aritmia selama anesthesia umum, bedah jantung dan ‘induced hypothermia’. Dibandingkan prokain, onset lebih cepat, lebih kuat (intensea), lebih mahal dan durasi lebih lama. Potensi dan toksisitas 10 kali prokain. Tertrakain tidak boleh digunakan bersama-sama sulfonamide. Onset 5-10 menit, duration sekitar 2 jam.
Dosis :
•         Konsentrasi efektif minimal 0,25%.
•         Infiltrasi, mula kerja 10 menit, relaksasi otot cukup baik.
•         Kerja sekitar 1-1,5 jam tergantung konsentrasi larutan.
•         Larutan standar 1 atau 1,5% untuk blok perifer.
•         0,25-0,5% + adrenalin 200.000 untuk infiltrasi.
•         0,5% untuk blok sensorik tanpa blok motorik.
•         1% untuk blok motorik dan sensorik.
•         2% untuk blok motorik pasien berotot (muscular).
•         4% atau 10% untuk topical semprot faring-laring (pump spray).
•         5% bentuk jeli untuk dioleskan di pipa trakea.
•         5% lidokain dicampur 5% prilokain untuk topical kulit.
•         5% hiperbarik untuk analgesia intratekal (subaraknoid, subdural).
Lidokain merupakan obat anestesi golongan amida, selain sebagai obat anestesi lokal lidokain juga digunakan sebagai obat antiaritmia kelas IB karena mampu mencegah depolarisasi pada membran sel melalui penghambatan masuknya ion natrium pada kanal natrium.
Sebagai obat anestesi lokal lidokain dapat diberikan dosis 3-4 mg/kgBB, bila ditambahkan adrenalin dosis maksimal mencapai 6 mg/kgBB. Lidokain menyebabkan penurunan tekanan intrakranial (tergantung dosis) yang disebabkan oleh efek sekunder peningkatan resistensi vaskuler otak dan penurunan aliran darah otak.
Farmakodinamik Lidokain
Sebagai obat antiaritmia kelas IB (penyekat kanal natrium) lidokain dapat  menempati reseptornya pada protein kanal sewaktu teraktivasi (fase 0) atau inaktivasi (fase 2), karena pada kedua fase ini afinitas lidokain terhadap reseptornya tinggi sedangkan pada fase  istirahat afinitasnya rendah. Bila resptornya ditempati maka ion Na+ tidak dapat masuk ke dalam sel (Gambar 2-b). Lidokain menempati reseptornya dan terlepas selama siklus perubahan konformasi kanal Na+. Kanal sel normal yang dihambat lidokain selama siklus aktivasi-inaktivasi akan cepat terlepas dari reseptornya pada dalam fase istirahat. Sebaliknya kanal yang dalam keadaan depolarisasi kronis yaitu potensial istirahatnya (Vm) lebih positif, bila diberi lidokain (atau penyekat kanal Na+ lainnya) akan pulih lebih lama. Dengan cara demikian, maka lidokain menghambat aktivitas listrik jantung berlebihan pada keadaan misalnya takikardi.
Farmakokinetik Lidokain
Lidokain hanya efektif bila diberikan intravena. Pada pemberian peroral kadar lidokain dalam plasma sangat kecil dan dicapai dalam waktu yang lama. Pada pemberian intravena kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 3-5 menit dan waktu paruh 30-120 menit. Lidokain hampir semuanya dimetabolisme di hati menjadi monoethylglycinexylidide melalui proses  dealkylation, kemudian diikuti dengan hidrolisis menjadi  xylidide. Monoethylglycinexylidide mempunyai aktivitas 80% dari lidokain sebagai antidisritmia, sedangkan  xylidide  mempunyai aktivitas antidisritmia hanya 10%.  Xylidide diekskresi dalam urin sekitar 75% dalam bentuk hydroxy-2,6-dimethylaniline. Lidokain sekitar 50% terikat dengan albumin dalam plasma. Pada penderita payah jantung atau penyakit hati, dosis harus dikurangi karena waktu paruh dan volume distribusi akan memanjang. Indikasi utama pemakaian lidokain selain sebagai anestesi lokal juga dipakai untuk mencegah takikardi ventrikel dan mencegah fibrilasi setelah infark miokard akut. Lidokain tidak efektif pada aritmia supraventrikuler kecuali yang berhubungan dengan sindroma wolf parkinson white  atau karena keracunan obat digitalis
Efek Samping Lidokain
Lidokain terutama bersifat toksik pada susunan saraf pusat. Efek yang terjadi akibat toksisitas dapat berupa kejang, agitasi, disorientasi, euforia, pandangan kabur, dan mengantuk. Kejang berlangsung singkat dan berespon baik dengan pemberian diazepam. Secara umum bila kadar dalam plasma tidak mencapai 9 mg/ml, maka lidokain dapat ditoleransi dengan baik.
Konsentrasi efektif minimal 0,25%. Infiltrasi, mula kerja 10 menit, relaksasi otot cukup baik. Kerja sekitar 1-1,5 jam tergantung konsentrasi larutan, 1-1,5% untuk blok perifer 0,25-0,5% + adrenalin 200.000 untuk infiltrasi 0,5% untuk blok sensorik tanpa blok motorik 1,0% untuk blok motorik dan sensorik 2,0% untuk blok motorik pasien berotot (muskular) 4,0% atau 10% untuk topikal semprot di faring-laring (pump spray) 5,0% bentuk jeli untuk dioleskan di pipa trakea 5,0% lidokain dicampur 5,0% prilokain untuk topical kulit 5,0% hiperbarik untuk analgesia intratekal (subaraknoid, subdural,) Lidokain (xilokain) adalah anestetik lokal kuat yang digunakan secara luas dengan pemberian topikal dan suntikan. Anestesi terjadi lebih cepat, lebih kuat, dan lebih ekstensif daripada yang ditunjukkan oleh prokain pada konsentrasi yang sebanding. Lidokain merupakan aminoetilamid dan merupakan prototik dari anestetik lokal golongan amida. Larutan Lidokain 0,5% digunakan untuk anestesi infiltrasi, sedangkan larutan 1-2% untuk anestesia blok dan topikal. Anestetik ini lebih efektif bila digunakan tanpa vasokonstriktor, tetapi kecepatan absorbsi dan toksisitasnya bertambah dan masa kerjanya lebih pendek. Lidokain merupakan obat terpilih bagi mereka yang hipersensitif terhadap anestetik lokal golongan ester. Sediaan berupa larutan 0,5-5% dengan atau tanpa epinefrin (1:50000 sampai 1:200000). Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap SSP, misalnya mengantuk, pusing, parastesia, kedutan otot, gangguan mental, koma, dan bangkitan. Lidokain dosis berlebihan dapat menyebabkan kematian akibat fibrilasi ventrikel, atau oleh henti jantung. Lidokain sering digunakan secara suntikan untuk anestesia infiltrasi, blokade saraf, anestesia spinal, anestesia epidural ataupun anestesia kaudal, dan secara setempat untuk anestesia selaput lendir7,9.
C.    Bupivakain (marcain).
Secara kimia dan farmakologis mirip lidokain. Toksisitas setaraf dengan tetrakain. Untuk infiltrasi dan blok saraf perifer dipakai larutan 0,25-0,75%. Dosis maksimal 200mg. Duration 3-8 jam. Konsentrasi efektif minimal 0,125%. Mula kerja lebih lambat dibanding lidokain. Setelah suntikan kaudal, epidural atau infiltrasi, kadar plasma puncak dicapai dalam 45 menit. Kemudian menurun perlahan-lahan dalam 3-8 jam. Untuk anesthesia spinal 0,5% volum antara 2-4 ml iso atau hiperbarik. Untuk blok sensorik epidural 0,375% dan pembedahan 0,75%.
Konsentrasi efektif minimal 0,125%. Mula kerja lebih lambat dibanding lidokain tetapi lama kerja sampai 8 jam. Prosedur Konsentrasi % Volume Infiltrasi 0,25-0,50 5-60 ml Blok minor perifer 0,25-0,50 5-60 ml Blok mayor perifer 0,25-0,50 20-40 ml Blok interkostal 0,25-0,50 3-8 ml Lumbal 0,50 15 20 ml Kaudal 0,25-0,50 5-60 ml Analgesi postop 0,50 4-8 ml/4-8 jam (intermitten) 0,125 15 ml/jam (kontinyu) Spinal intratekal 0,50 2-4 ml. Struktur bupivakain mirip dengan lidokain, kecuali gugus yang mengandung amin adalah butil piperidin. Merupakan anestetik lokal yang mempunyai masa kerja yang panjang, dengan efek blokade terhadap sensorik lebih besar daripada motorik. Karena efek ini bupivakain lebih populer digunakan untuk memperpanjang analgesia selama persalinan dan masa pasca pembedahan. Pada dosis efektif yang sebanding, bupivakain lebih kardiotoksik daripada lidokain. Larutan bupivakain hidroklorida tersedia dalam konsentrasi 0,25% untuk anestesia infiltrasi dan 0,5% untuk suntikan paravertebra. Tanpa epinefrin, dosis maksimum untuk anestesia infiltrasi adalah 2mg/kgBB6

D.    Kokain.
Hanya dijumpai dalam bentuk topical semprot 4% untuk mukosa jalan napas atas. Lama kerja 2-30 menit.
Contoh:Fentanil
* Farmakodinamik: Kokain atau benzoilmetilekgonin didapat dari daun erythroxylon coca. Efek kokain yang paling penting yaitu menghambat hantaran saraf, bila digunakan secara lokal. Efek sistemik yang paling mencolok yaitu rangsangan susunan saraf pusat7.
* Efek anestetik lokal: Efek lokal kokain yang terpenting yaitu kemampuannya untuk memblokade konduksi saraf. Atas dasar efek ini, pada suatu masa kokain pernah digunakan secara luas untuk tindakan di bidang oftalmologi, tetapi kokain ini dapat menyebabkan terkelupasnya epitel kornea. Maka penggunaan kokain sekarang sangat dibatasi untuk pemakaian topikal, khususnya untuk anestesi saluran nafas atas. Kokain sering menyebabkan keracunan akut. Diperkirakan besarnya dosis fatal adalah 1,2 gram. Sekarang ini, kokain dalam bentuk larutan kokain hidroklorida digunakan terutama sebagai anestetik topikal, dapat diabsorbsi dari segala tempat, termasuk selaput lendir. Pada pemberian oral kokain tidak efektif karena di dalam usus sebagian besar mengalami hidrolisis7,8.

E.EMLA (Eutectic Mixture of Local Anesthetic)
Campuran emulsi minyak dalam air (krem) antara lidokain dan prilokain masing-masing 2,5% atau masing-masing 5%. EMLA dioleskan dikulit intak 1-2 jam sebelum tindakan untuk mengurangi nyeri akibat kanulasi pada vena atau arteri atau untuk miringotomi pada anak, mencabut bulu halus atau buang tato. Tidak dianjurkan untuk mukosa atau kulit terluka.

F. Ropivakain (naropin) dan levobupivakain (chirokain)
Mirip dengan bupivakain dan mempunyai indikasi yang sama dalam kegunaanya,yaitu ketika anastesi dengan durasi panjang dibutuhkan. Seperti bupivakain, ropivakain disimpan dalam sediaan botol kecil. Kedua obat tersebut merupakan isomer bagian kiri dari bupivakain. Keuntungannya dibandingkan dengan bupivakain adalah zat ini lebih rendah kardiotoksisitas. Zat ini tersedia dalam beberapa formulasi. Konsentrasi 0,5% (dengan atau tanpa epineprin), 0,75% , dan 1% telah digunakan pada bidang kedokteran gigi. Ketika digunakan pada praktek medis khasiat dari ropivakain sama-sama efektif, baik menggunakan epineprin maupun tidak. Pada dunia kedokteran gigi penambahan epineprin meningkatkan efek anestesia dari ropivakain. Konsentrasi efektif minimal 0.25%8.

G. Amethokain
Ametokain tidak diadministrasikan melalui injeksi karena memiliki efek toksik. Zat ini diedarkan dengan sediaan topikal berkadar 4% untuk kulit, dan dapat digunakan sebagai sedasi intravena (premedikasi) atau pada anestesi general6.

H. Felipresin
Felipresin adalah oktapeptid sintetik, yang sangat mirip dengan hormon pituitari vasopresin. Zat ini ditambahkan pada anestesi lokal pada kedokteran gigi dalam konsentrasi 0,03 IU/mL (0,54µg/mL). Felipresin penggunaanya tidak sebagus vasokonstriktor epineprin, karena tidak bisa mengontrol hemoragi secara efektif7.

I. Dibukain
Derivat kuinolin merupakan anestetik lokal yang paling kuat, paling toksik dan mempunyai masa kerja panjang. Dibandingkan dengan prokain, dibukain kira-kira 15x lebih kuat dan toksik dengan masa kerja 3x lebih panjang. Sebagai preparat suntik, dibukain sudah tidak ditemukan lagi, kecuali untuk anestesia spinal. Umumnya tersedia dalam bentuk krim 0,5% atau salep 1% 6.

J. Mepivakain HCL
Anestetik lokal golongan amida ini sifat farmakologiknya mirip lidokain. Mepivakain ini digunakan untuk anestesia infiltrasi, blokade saraf regional dan anestesia spinal. Sediaan untuk suntikan berupa larutan 1 ; 1,5 dan 2%. Mepivakain lebih toksik terhadap neonatus dan karenanya tidak digunakan untuk anestesia obstetrik. Pada orang dewasa indeks terapinya lebih tinggi daripada lidokain. Mula kerjanya hampir sama dengan lidokain, tetapi lama kerjanya lebih panjang sekitar 20%. Mepivakain tidak efektif sebagai anestetik topikal8.

K. Tetrakain
Tetrakain adalah derivat asam para-aminobenzoat. Pada pemberian intravena, zat ini 10 kali lebih aktif dan lebih toksik daripada prokain. Obat ini digunakan untuk segala macam anestesia, untuk pemakaian topilak pada mata digunakan larutan tetrakain 0.5%, untuk hidung dan tenggorok larutan 2%. Pada anestesia spinal, dosis total 10-20mg. Tetrakain memerlukan dosis yang besar dan mula kerjanya lambat, dimetabolisme lambat sehingga berpotensi toksik. Namun bila diperlukan masa kerja yang panjang anestesia spinal, digunakan tetrakain9.

L. Prilokain HCl
Anestetik lokal golongan amida ini efek farmakologiknya mirip lidokain, tetapi mula kerja dan masa kerjanya lebih lama. Efek vasodilatasinya lebih kecil daripada lidokain, sehingga tidak memerlukan vasokonstriktor. Toksisitas terhadap SSP lebih ringan, penggunaan intravena blokade regional lebih aman. Prilokain juga menimbulkan kantuk seperti lidokain. Sifat toksik yang unik dari prilokain HCl yaitu dapat menimbulkan methemoglobinemia, hal ini disebabkan oleh kedua metabolit prilokain yaitu orto-toluidin dan nitroso-toluidin. Methemoglobinemia ini umum terjadi pada pemberian dosis total melebihi 8 mg/kgBB. Efek ini membatasi penggunaannya pada neonatus dan anestesia obstetrik. Anestetik ini digunakan untuk berbagai macam anestesia suntikan dengan sediaan berkadar 1,0; 2,0; dan 3,0% 8.

M. Benzokain
           Absorbsi lambat karena sukar larut dalam air sehingga relatif tidak toksik. Benzokain dapat digunakan langsung pada luka dengan ulserasi secara topikal dan menimbulkan anestesia yang cukup lama. Sediaannya berupa salep dan supposutoria


PENANGANAN KEGAWATDARURATAN RESPIRASI
Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga sistem pernafasan tidak mampu memenuhi metabolisme tubuh. Sumbatan jalan nafas merupakan salah satu penyebab kematian utama yang kemungkinan masih dapat diatasi. Penolong harus dapat mengenal tanda-tanda dan gejala-gejala sumbatan jalan nafas dan menanganinya dengan cepat walaupun tanpa menggunakan alat yang canggih.
Sumbatan jalan nafas dapat dijumpai baik di dalam rumah sakit maupun di luar rumah sakit. Di luar rumah sakit misalnya penderita tersedak makanan padat sehingga tersumbat jalan nafasnya, sedangkan di dalam rumah sakit misalnya penderita tidak puasa sewaktu akan dilaksanakan pembedahan sehingga dapat terjadi aspirasi yang dapat menyumbat jalan nafasnya.



2.1 Definisi
Resusitasi adalah daya upaya untuk mengembalikan fungsi hidup dan kesadaran dari seseorang yang sudah mendekati kematian5. Resusitasi paru adalah tindakan dan bantuan untuk mengembalikan fungsi paru yang telah gagal.

2.2 Fisiologi pernafasan
Respirasi ialah pertukaran gas-gas antara organisme hidup dalam lingkungan sekitarnya. Pada manusia dikenal dua macam respirasi yaitu eksternal dan internal. Respirasi eksternal ialah pertukaran gas-gas antara darah dan udara sekitarnya. Pertukaran ini meliputi beberapa proses yaitu:
1.      Ventilasi: proses masuk udara sekitar dan pembagian udara tersebut ke alveoli
2.      Distribusi: distribusi dan pencampuran molekul-molekul gas intrapulmoner
3.      Difusi: masuknya gas-gas menembus selaput alveolo-kapiler
4.      Perfusi: pengambilan gas-gas oleh aliran darah kapiler paru yang adekuat.

Respirasi internal ialah pertukaran gas-gas antara darah dan jaringan. Pertukaran ini meliputi beberapa proses yaitu:
1.      Efisiensi kardiosirkulasi dalam darah kaya oksigen
2.      Distribusi kapiler
3.      Difusi, perjalanan gas ke ruang interstitial dan menembus dinding sel
4.      Metabolisme sel yang melibatkan enzim
Fungsi utama respirasi ialah pertukaran O2 dan CO2 antara darah dan udara pernafasan. Fungsi tambahan ialah pengendalian keseimbangan asam basa, metabolism hormon, dan pembuangan partikel. Paru ialah satu-satunya organ tubuh yang menerima darah dari seluruh curah jantung.

Secara anatomis sistem respirasi dibagi menjadi bagian atas (upper) terdiri dari hidung, ruang hidung, sinus paranasalis, dan faring yang berfungsi menjaring, menghangatkan, dan melembabkan udara yang masuk ke saluran pernapasan dan bagian bawah (lower) terdiri dari laring, trakea, bronki, bronkioli, dan alveoli.
Secara fisiologis sistem respirasi dibagi menjadi bagian konduksi dari ruang hidung sampai bronkioli terminalis dan bagian respirasi terdiri dari brokioli respiratorius sampai alveoli. Paru kanan terdiri dari tiga lobus (atas, tengah, dan bawah) dan paru kiri dua lobus (atas dan bawah).

2.2.1 Pengangkutan oksigen dan karbon dioksida
Oksigen berdifusi dari bagian konduksi paru ke bagian respirasi paru sampai ke alveoli. Setelah O2 menembus epitel alveoli, membran basalis dan endotel kapiler, dalam darah sebagian besar O2 bergabung dengan hemoglobin (97%) dan sisanya larut dalam plasma (3%).
Dalam keadaan normal 100 ml darah yang meninggalkan kapiler alveoli mengangkut 20 ml O2. Rata-rata dewasa muda normal membutuhkan O2 setiap menitnya 225 ml. oksigen yang masuk ke dalam darah dari alveoli sebagian besar diikat oleh Hb dan sisanya larut dalam plasma:
O2 + Hb ↔ HB O2                        (97%)
O2 + Plasma ↔ Larut                    (3%)
Jika semua molekul Hb mengikat O2 secara penuh, maka saturasinya 100%. Jika kemampuan setiap molekul Hb hanya mengikat 2 molekul O2, maka saturasinya 50%. Karbon dioksida adalah hasil metabolisme aerobik dalam jaringan perifer dan produksinya bergantung jenis makanan yang dikonsumsi. Dalam darah sebagian besar CO2 (70%) diangkut dan diubah menjadi asam karbonat dengan bantuan enzim carbonic anhydrase (CA). sebagian kecil CO2 diikat oleh Hb dalam sel eritrosit. Sisa CO2 (23%) larut dalam plasma.
2.2.2 Pengaruh anesthesia pada respirasi
Efek penekan dari obet anestetik dan pelumpuh otot lurik terhadap respirasi telah dikenal sejak dulu ketika kedalaman, karakter dan kecepatan respirasi dikenal sebagai tanda klinis yang bermanfaat terhadat kedalaman anesthesia.
Zat-zat anestitik intravena dan abar (volatile) serta opioid semuanya menekan pernapasan dan menurunkan respon terhadap CO2. Respons ini tidak seragam, opioid mengurangi laju pernapasan, zat abar trikloretilen meningkatkan laju pernapasan. Hiperkapnia atau hiperkarbia (PaCO2 dalam darah arteri meningkat) merangsang kemoreseptor di badan aorta dan karotis dan diteruskan ke pusat napas, terjadilah napas dalam dan cepat (hiperventilasi). Sebaliknya hipokapnia atau hipokarbia (PaCO2 dalam darah arteri menurun) menghambat kemoreseptor di badan aorta dan karotis dan diteruskan ke pusat napas, terjadilah nafas dangkal dan lambat (hipoventilasi).
Induksi anestesi akan menurunkan kapasitas sisa fungsional (fungsional residual volume), mungkin karena pergeseran diafragma ke atas, apalagi setelah pemberian pelumpuh otot. Menggigilk pasca anesthesia akan meningkatkan konsumsi O2.
Pada perokok berat mukosa jalan nafas mudah terangsang, produksi lendir meningkat, darahnya mengandung HbCO2 kira-kira 10% dan kemampuan Hb mengikat O2 menurun sampai 25%. Nikotin akan menyebabkan takikardia dan hipertensi.

     2.2.3  Volum statik dan kapasitas paru
1.      Volume tidal, yaitu volume udara inspirasi atau ekspirasi pada setiap daur napas tenang. Dewasa ±500 ml.
2.      Volume cadangan inspirasi, yaitu volume maksimal udara yang dapatr diinspirasi setelah akhir ekspirasi tenang. Dewasa ±1500 ml.
3.      Volume cadangan ekspirasi, yaitu volume maksimal udara yang dapat diekspirasi setelah akhir ekspirasi tenang. Dewasa ±1200 ml.
4.      Volume sisa, yaitu volume udara yang tersisa dalam paru setelah akhir ekspirasi maksimal. Dewasa ±2100 ml.
5.      Kapasitas inspirasi, yaitu volume maksimal udara yang dapat diinspirasi setelah akhir ekspirasi tenang. Dewasa ±2000 ml.
6.      Kapasitas sisa fungsional, yaitu volume udara yang tersisa dalam paru setelah ekspirasi tenang. Dewasa ±3300 ml.
7.      Kapasitas vital, yaitu volume maksimal udara yang dapat diekspirasi dengan usaha maksimal setelah inspirasi maksimal. Dewasa ±3200 ml.
8.      Kapasitas paru total, yaitu volume udara dalam paru setelah akhir inspirasi maksimal. Dewasa ± 5300 ml.

Fungsi paru:
1.      Membuang CO2 dan mengambil O2 untuk metabolisme tubuh
2.      Mempertahankan pH darah
3.      Mempertahankan keseimbangan suhu tubuh dan kadar H2O
4.      Komponen fonasi suara



2.3 Kegawat daruratan dalam sistem respirasi
            Kegawat daruratan dalam sistem respirasi terbagi menjadi dua jenis yaitu:
1.      kegawatdaruratan pada gangguan jalan napas (airway)
2.      kegawatdaruratan pada gangguan ventilasi (breathing)

2.3.1 Kegawat daruratan pada gangguan jalan napas (airway)
Obstruksi jalan napas
Tanda-tanda sumbatan jalan napas2
Pada keadaan penderita yang masih bernafas, mengenali ada tidaknya sumbatan jalan napas dapat dilakukan dengan cara lihat (look), dengar (listen), dan raba (feel).
1.      Lihat (look)
Tentukan apakah pasien mengalami agitasi atau penurunan kesadaran. Agitasi menunjukkan kesan adanya hipoksemia yang mungkin disebabkan oleh karena sumbatan jalan napas, sedangkan penurunan kesadaran member kesan adanya hiperkarbia yang mungkin disebabkan oleh hipoventilasi akibat sumbatan jalan napas.
Perhatikan juga gerak dada dan perut saat bernapas, normalnya pada posisi berbaring waktu inspirasi dinding dada dan dinding perut bergerak keatas dan waktu ekspirasi dinding dada dan dinding perut turun. Pada sumbatan jalan napas total dan parsial berat, waktu inspirasi dinding dada bergerak turun tapi dinding perut bergerak naik sedangkan waktu ekspirasi terjadi sebaliknya. Gerak nafas ini disebut see saw atau rocking respiration.
Adanya retraksi sela iga, supra klavikula atau subkostal merupakan tanda tambahan adanya sumbatan jalan napas. Sianosis yang terlihat di kuku atau bibir menunjukkan adanya hipoksemia akibat oksigenasi yang tidak adekuat. Pada penderita trauma perlu dilihat adanya deformitas daerah maksilofasial atau leher serta adanya gumpalan darah, patah tulang, gigi, dan muntahan yang dapat menyumbat jalan nafas.
2.      Dengar (listen)
Didengar suara nafas dan ada tidaknya suara tambahan. Adanya suara napas tambahan berarti ada sumbatan jalan nafas parsial. Suara nafas tambahan berupa dengkuran (snoring), kumuran (gargling), atau siulan (crowing/stridor). Snoring disebabkan oleh lidah menutup orofaring, gargling karena secret, darah, atau muntahan dan crowing/stridor karena anya penyempitan jalan napas karena spasme, edema, dan pendesakan.
3.       Raba (feel)
Dirabakan hawa ekspresi yang keluar dari lubang hidung atau mulut, dan ada tidaknya getaran di leher waktu bernapas. Adanya getaran di leher menunjukkan sumbatan parsial ringan. Pada penderita trauma perlu diraba apakah ada fraktur di daerah maksilofasial, bagaimana posisi trachea.

Obstruksi jalan napas dapat disebabkan oleh:
1.      lidah menyumbat orofaring1
Pada pasien tidak sadar atau dalam keadaan anestesia posisi terlentang, tonus otot jalan napas atas, otot genioglossus hilang, sehingga lidah akan menyumbat hipofaring dan menyebabkan obstruksi jalan napas baik total atau parsial. Keadaan ini sering terjadi dan harus cepat diketahui dan dikoreksi dengan beberapa cara, misalnya manuver tripel jalan napas (triple airway maneuver), pemasangan alat jalan napas faring (pharyngeal airway), pemasangan alat jalan napas sungkup laring (Laryngeal mask airway), pemasangan pipa trakea (endotracheal tube).

 Manuver tripel jalan napas
1.      Kepala di ekstensikan pada sendi atlanto-oksipital
2.      Mandibula didorong ke depan pada kedua angulus mandibula
3.      Mulut dibuka
Dengan manuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan napas bebas, sehingga gas atau udara lancar masuk ke trakea lewat hidung atau mulut.
Jalan napas faring1
Jika triple manuever kurang berhasil, maka dapat dipasang jalan napas mulut-faring lewat mulut (oropharyngeal airway) atau jalan napas hidung-faring lewat hidung (naso-pharyngeal airway).
Oropharyngeal airway : berbentuk pipa gepeng lengkung seperti huruf C berlubang ditengahnya dengan salah satu ujungnya bertangkai dengan dinding lebih keras untuk mencegah kalau pasien menggigit lubang tetap paten, sehingga aliran udara tetap terjamin.
Naso-pharyngeal airway : berbentuk pipa bulat berlubang tengahnya dibuat dibuat dari bahan karet lateks lembut. Pemasangan harus  hati-hati dan untuk menghindari trauma mukosa hidung pipa diolesi dengan jelly.
Sungkup laring
Sungkup laring (LMA, laryngeal mask airway) ialah alat jalan napas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar berlubang ujung menyerupai sendok yang pinggirnya dapat dikembang-kempiskan seperti balon pada pipa trakea. Tangkai LMA dapat berupa pipa keras  dari polivinil atau lembek dengan spiral untuk menjaga supaya tetap paten.



Dikenal 2 macam sungkup laring:
1.      Sungkup laring standar dengan satu pipa napas.
2.   Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar dan lainnya pipa tambahan yang ujungnya distalnya berhubungan dengan esofagus.
Ukuran
Usia
Berat (kg)
1.0
Neonatus
<3
1.3
Bayi
3-10
2.0
Anak kecil
10-20
2.3
Anak
20-30
3.0
Dewasa kecil
30-40
4.0
Dewasa normal
40-60
5.0
Dewasa besar
>60

Cara pemasangan LMA dapat dilakukan dengan atau tanpa bantuan laringoskop. Sebenarnya  alat ini dibuat dengan tujuan diantaranya supaya dapat dipasanga langsung tanpa bantuan alat dan dapat digunakan jika intubasi trakea diramalkan bakal mendapat kesulitan. Pemasangan hendaknya menunggu anestesia cukup dalam atau menggunakan pelumpuh otot untuk menghindari trauma rongga mulut, faring-laring. Setelah alat terpasang, untuk menghindari pipa napasnya tergigit, maka dapat dipasang gulungan kain kasa (bite block) atau pipa napas mulut faring.

Pipa trakea1
Pipa trakea (endotracheal tube) mengantar gas analgetik langsung kedalam trakea dan biasanya dibuat dari bahan standar polivinil-klorida. Ukuran diameter lubang pipa trakea dalam milimeter. Karena penampang trakea bayi, anak kecil, dan dewasa berbeda, penampang melintang trakea bayi dan anak kecil dibawah usia 5 tahun hampir bulat, sedangkan dewasa seperti huruf D, maka untuk bayi anak digunakan tanpa cuff dan untuk anak besar dewasa dengan cuff, supaya tidak bocor.

Intubasi trakea.
Intubasi trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima glotis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea. Indikasi sangat bervariasi dan umumnya digolongkan sebagai berikut:
1.      Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun.
Kelaianan anatomis, bedah khusus, bedah posisi khusus, pembersihan sekret jalan napas
2.      Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi
Misalnya, saat resusuitasi, memungkinkan penggunaan relaksan dengan efisien, ventilasi jangka panjang.
3.      Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi.

2.      Obstruksi oleh karena cairan2
Muntahan, darah dan sekret di tangani dengan penghisap (suction). Ada 2 macam kateter penghisap yang sering digunakan yaitu rigid tonsil dental suction tip atau soft catheter suction tip. Untuk menghisap rongga mulut dianjurkan memakai yang rigid tonsil/dental tip sedangkan untuk menghisap lewat pipa endotrakeal atau trakheostomi menggunakan yang soft catheter suction tip.
3.      Obstruksi pada pasien sadar2
Penanganan pada obstruksi benda asing pada pasien sadar adalah dengan maneuver back blow dan Heimlich.

2.3.2 Kegawatdaruratan pada Gangguan Ventilasi2
Gagal nafas adalah  ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan tekanan parsial normal O2 dan atau CO2 didalam darah. Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga sistem pernafasan tidak mampu memenuhi metabolisme tubuh.
Jalan napas yang tersumbat akan menyebabkan gangguan ventilasi karena itu langkah yang pertama adalah membuka jalan napasdan menjaganyaaar tetap bebas. Setelah jalan napas bebas tetapi masih ada gangguan ventilasi mak harus dicari penyebab yang lain.
Penyebab lain terutama adalah gangguan pada mekanik ventilasi dan depresi pada susunan saraf pusat.
Untuk inspirasi agar diperoleh volume udara yang cukup diperlukan jalan nafas yang bebas, kekuatan otot respirasi yang kuat, dinding thoraks yang utuh, rongga pleura yang negative dan susunan saraf yang baik.
Bila ada gangguan dari unsur-unsur mekanik di atas maka akan menyebabkan volume inspirasi tidak adekuat, sehingga terjadi hipoventiasi yang mengakibatkan hiperkarbia dan hipoksemia. Hiperkarbia menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak yang akan meningkatkan tekanan intracranial, yang dapat menurunkan kesadaran dan menekan pusat nafas bila disertai hipoksemia keadaan akan makin memburuk. Penekanan pusat nafas akan menurunkan ventilasi. Lingkaran ini harus dipatahkan dengan memberikan ventilasi dan oksigenasi.
Pusat nafas bekerja secara otomatis dan menurut kendali. Oleh karena itu, pada penderita dengan gangguan ventilasi dimana penolonbg belum mampu mnguasai ventilasinya dan masih memerlukan kooperasi dengan pendirita, sebaiknya penderita tidak ditidurkan, tetap dalam keadaan sadar.
Gangguan ventiasi dan oksigenasi juga dapat terjadi akibat kelainan di paru dan kegagalan fungsi paru
Parameter ventilasi:
•         PaCO2 (N: 35-45 mmHg)
•         ETCO2 (N: 25-35 mmHg)
Parameter oksigenasi
•         PaO2 (N: 80-100 mmHg)
•         SaO2 (N: 95-100%)

1 komentar: